Keberatan di Bidang Kepabeanan
(1) | Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal atas penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai mengenai:
|
(2) | Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar. |
(3) | Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak wajib diserahkan dalam hal barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean. |
(4) | Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan terhadap 1 (satu) surat keberatan untuk setiap penetapan dan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali pengajuan. |
(1) | Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), diajukan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pabean, dengan menggunakan surat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(2) | Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri dengan:
|
(3) | Fotokopi bukti penerimaan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, tidak wajib dilampirkan dalam hal:
|
(4) | Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilampiri dengan data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan. |
(5) | Data dan/atau bukti yang mendukung alasan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat berupa data dan/atau bukti sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a, harus memenuhi ketentuan:
|
(2) | Terhadap barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penyegelan. |
(3) | Dalam hal pengajuan keberatan dengan tidak wajib menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), importir harus membuat surat pernyataan yang berisi:
|
(4) | Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dibuat sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal surat penetapan. |
(2) | Apabila keberatan tidak diajukan sampai dengan jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal surat penetapan, hak untuk mengajukan keberatan menjadi gugur dan penetapan Pejabat Bea dan Cukai dianggap diterima. |
(3) | Dalam hal pada hari ke-60 (enam puluh) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan bukan hari kerja, pengajuan keberatan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
(1) | Direktur Jenderal memutuskan keberatan yang diajukan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diterimanya pengajuan keberatan. |
(2) | Dalam hal keberatan yang diajukan tidak memenuhi ketentuan persyaratan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), dan/atau ketentuan jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Direktur Jenderal menolak keberatan. |
(3) | Direktur Jenderal dapat menerima penjelasan, data, dan/atau bukti tambahan dari Orang yang mengajukan keberatan dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari sejak tanggal diterimanya pengajuan keberatan dan atas keberatan tersebut belum diputuskan oleh Direktur Jenderal. |
(4) | Direktur Jenderal dapat meminta penjelasan, data, dan/atau bukti tambahan yang diperlukan kepada Orang yang mengajukan keberatan atau pihak lain yang terkait, dengan menggunakan surat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(5) | Penjelasan, data, dan/atau bukti tambahan yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (4), harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pengiriman surat permintaan. |
(6) | Penjelasan, data, dan/atau bukti tambahan yang disampaikan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan. |
(7) | Atas penerimaan penjelasan, data dan/atau bukti tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) diberikan tanda terima dan/atau dibuatkan catatan. |
(8) | Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa mengabulkan atau menolak. |
(9) | Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal. |
(1) | Apabila Direktur Jenderal tidak memutuskan keberatan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), keberatan dianggap dikabulkan. |
(2) | Dalam hal pengajuan keberatan dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan keputusan yang dituangkan dalam bentuk Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9). |
(1) | Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9), dikirimkan kepada yang bersangkutan paling lama pada hari kerja berikutnya. |
(2) | Pengiriman Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan:
|
(1) | Orang yang mengajukan keberatan dapat mengajukan pertanyaan secara tertulis kepada Direktur Jenderal, apabila Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9) belum diterima dalam jangka waktu 70 (tujuh puluh) hari sejak tanggal diterimanya pengajuan keberatan. |
(2) | Atas pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menyampaikan jawaban secara tertulis tentang penyelesaian keberatan yang bersangkutan. |
(1) | Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) dan Pasal 7 ayat (2) yang menetapkan jumlah bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor sama dengan yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9), digunakan sebagai dasar untuk:
|
(2) | Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) yang menetapkan jumlah bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor lebih rendah dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9), digunakan sebagai dasar untuk:
|
(3) | Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) yang menetapkan jumlah bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor lebih tinggi dari yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9), digunakan sebagai dasar untuk:
|
(4) | Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) terhadap penetapan selain tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk, Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9) digunakan sebagai dasar untuk:
|
(5) | Terhadap keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (8) terhadap penetapan sanksi administrasi berupa denda, Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (9) digunakan sebagai dasar untuk:
|
(6) | Pengembalian atas kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a, dan ayat (4) huruf a, dapat berupa:
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Desember 2010 MENTERI KEUANGAN, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO |