Ketentuan Umum Pajak Daerah
(1) | Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi peryaratan subjektif dan objektif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, wajib mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya dengan menggunakan SPOPD, atau Sarana lain yang dipersamakan ke Dinas Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan usaha Wajib Pajak. |
(2) | SPOPD atau Sarana lain yang dipersamakan harus diambil sendiri oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak di Dinas Pelayanan Pajak, atau tempat lain yang ditunjuk oleh Gubernur. |
(3) | SPOPD atau Sarana lain yang dipersamakan harus diisi dengan benar, jelas dan lengkap, dan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak atau Kuasanya, serta menyampaikannya ke Dinas Pelayanan Pajak. |
(4) | Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan NPWPD. |
(5) | Wajib Pajak yang sudah menjalankan usahanya tetapi tidak mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya, dikenakan sanksi administrasi berupa denda yang besarnya ditetapkan oleh Gubernur, dan kepada Wajib Pajak dapat diterbitkan NPWPD secara jabatan. |
(6) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran, penerbitan NPWPD, dan penghapusan NPWPD diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Wajib Pajak yang pajaknya dibayar sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, wajib menghitung, memperhitungkan, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD. |
(2) | SPTPD wajib diisi dengan benar, jelas, lengkap dan ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak serta disampaikan ke Dinas Pelayanan Pajak. |
(3) | Penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah berakhir masa pajak. |
(4) | Apabila batas waktu penyampaian SPTPD jatuh pada hari libur, maka batas waktu penyampaian SPTPD jatuh pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. |
(5) | Penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilampiri dengan data atau dokumen yang menjadi dasar perhitungan pajak terutang yang ditetapkan oleh Gubernur. |
(6) | SPTPD dianggap tidak disampaikan, apabila tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan tidak dilampiri data atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(7) | Wajib Pajak atau Penanggung Pajak harus mengambil sendiri SPTPD di Dinas Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditunjuk oleh Gubernur. |
(8) | Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, melaporkan data transaksi usahanya yang merupakan objek Pajak Daerah melalui online system. |
(1) | Gubernur atau pejabat yang ditunjuk atas permohonan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPTPD paling lama 2 (dua) bulan sejak berakhirnya jangka waktu penyampaian SPTPD. |
(2) | Permohonan perpanjangan penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis dengan alasan yang jelas kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, selambat-lambatnya sebelum berakhirnya batas waktu penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), dengan melampirkan perhitungan sementara pajak terutang yang harus dibayar. |
(1) | Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPTPD yang telah disampaikan, dengan menyampaikan surat pernyataan tertulis kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sesudah berakhirnya masa pajak atau tahun pajak, sepanjang Dinas Pelayanan Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak membetulkan sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat berakhirnya penyampaian SPTPD sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan SPTPD. |
(1) | Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Gubernur dapat menerbitkan :
| ||||||
(2) | Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. | ||||||
(3) | Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan pajak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak, ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. | ||||||
(4) | Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan pajak sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. | ||||||
(5) | Kenaikan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. |
(1) | Pajak ditetapkan oleh Gubernur dengan menerbitkan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan. |
(2) | Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud ayat (1), antara lain SPPT-PBB. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Pembayaran pajak terutang untuk pajak yang dibayar sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak kecuali ditetapkan lain oleh Gubernur. |
(2) | Pembayaran pajak terutang untuk pajak yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, kecuali ditetapkan lain oleh Gubernur. |
(3) | Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak. |
(4) | Apabila batas waktu pembayaran jatuh pada hari libur maka batas waktu pembayaran jatuh pada hari kerja berikutnya. |
(5) | Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan pada Unit Pelayanan Perbendaharaan dan Kas Daerah Badan Pengelola Keuangan Daerah atau Bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh Gubernur. |
(6) | Apabila pembayaran pajak terutang dilakukan setelah jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dikenakan bunga keterlambatan sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. |
(1) | Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, membayar pajaknya dengan menggunakan SSPD. |
(2) | Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, membayar pajaknya dengan menggunakan SKPD. |
(3) | Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) membayar pajaknya dengan menggunakan SPPT. |
(4) | Wajib Pajak Hiburan yang menyelenggarakan hiburan insidentil dapat melakukan pembayaran pajak dengan jaminan berupa bank garansi dan pencairannya dilakukan setelah perhitungan pajak berdasarkan pemeriksaan. |
(5) | Gubernur dapat menetapkan sarana pembayaran lain selain SSPD, SKPD, dan SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). |
(1) | Gubernur, atau pejabat yang ditunjuk, atas permohonan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan, dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, tempat pembayaran, persyaratan angsuran dan persyaratan penundaan pembayaran pajak, diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Gubernur dapat menerbitkan STPD apabila :
|
(2) | Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak. |
(3) | Surat Ketetapan Pajak Daerah yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, dan ditagih melalui STPD. |
(1) | Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak yang terutang dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SPPT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding. |
(2) | Penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan surat teguran atau surat peringatan. |
(3) | Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, sekurang-kurangnya memuat :
|
(4) | Dalam rangka pelaksanaan penagihan, dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum lain. |
(1) | Penagihan pajak dapat dilakukan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo surat teguran atau surat peringatan atau surat lain sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), apabila :
|
(2) | Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, sekurang-kurangnya memuat :
|
(3) | Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa. |
(4) | Pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(1) | Pajak yang terutang berdasarkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SPPT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa. |
(2) | Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan, apabila :
|
(1) | Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak Daerah dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa, kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. |
(2) | Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Berita Acara, yang sekurang-kurangnya memuat :
|
(3) | Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak Daerah kepada :
|
(4) | Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak Daerah kepada :
|
(5) | Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator. |
(6) | Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa dimaksud. |
(7) | Apabila pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) tidak dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui Pemerintah Daerah setempat. |
(8) | Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman Kantor Pejabat yang menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan oleh Gubernur. |
(9) | Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan di luar wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan Surat Paksa, kecuali ditetapkan lain oleh Gubernur. |
(10) | Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), wajib membantu dan memberitahukan tindakan yang telah dilaksanakan kepada Pejabat yang meminta bantuan. |
(11) | Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak atau pihak-pihak yang dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) menolak untuk menerima Surat Paksa, Jurusita Pajak Daerah meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan mencatatnya dalam Berita Acara bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa, dan Surat Paksa dianggap telah diberitahukan. |
(12) | Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa. |
(1) | Pelaksanaan Surat Paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20. |
(2) | Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(1) | Apabila utang pajak tidak dilunasi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. |
(2) | Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak Daerah dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak Daerah Daerah, dan dapat dipercaya. |
(3) | Setiap pelaksanaan penyitaan, Jurusita Pajak Daerah membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak Daerah, Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dan saksi-saksi. |
(1) | Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :
|
(2) | Penyitaan terhadap Wajib Pajak atau Penanggung Pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain. |
(3) | Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak Daerah untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. |
(4) | Pengajuan keberatan tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan. |
(1) | Apabila utang pajak dan/atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang. |
(2) | Barang yang disita berupa uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dikecualikan dari penjualan secara lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Barang yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digunakan untuk membayar biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan cara :
|
(1) | Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa. |
(2) | Pengumuman lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan. |
(3) | Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak begerak dilakukan 2 (dua) kali. |
(4) | Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui media massa. |
(1) | Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak belum memperoleh keputusan keberatan. |
(2) | lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri Wajib Pajak dan atau Penanggung Pajak. |
(3) | Lelang tidak dilaksanakan apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan, atau putusan pengadilan pajak, atau objek lelang musnah. |
(1) | Daerah mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik Wajib Pajak atau Wajib Pajak dan Penanggung Pajak. |
(2) | Ketentuan hak mendahulu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa kenaikan, bunga, denda, dan biaya penagihan pajak. |
(3) | Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali :
|
(4) | Hak mendahulu itu hilang setelah lampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SPPT, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kecuali apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut, Surat Paksa untuk membayar itu diberitahukan secara resmi, atau diberikan penundaan pembayaran. |
(5) | Dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi, jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dihitung sejak tanggal pemberitahuan surat paksa, atau dalam hal diberikan penundaan pembayaran, jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut ditambah dengan jangka waktu penundaan pembayaran. |
(1) | Hak untuk melakukan penagihan pajak kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. |
(2) | Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tertangguh apabila :
|
(3) | Dalam hal diterbitkan surat teguran dan surat paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian surat paksa tersebut. |
(4) | Pengakuan utang pajak secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, adalah Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. |
(5) | Pengakuan utang secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Pajak. |
(1) | Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. |
(2) | Gubernur menetapkan keputusan penghapusan piutang pajak yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk atas suatu :
|
(2) | Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. |
(3) | Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. |
(4) | Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak. |
(5) | Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. |
(6) | Tanda penerimaan surat Keberatan yang diberikan oleh Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat Keberatan melalui pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat Keberatan. |
(7) | Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(1) | Gubernur atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas Keberatan yang diajukan. |
(2) | Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang. |
(3) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Gubernur atau pejabat yang ditunjuk tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. |
(4) | Dalam hal Keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak, terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. |
(2) | Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dengan dilampiri salinan dari Surat Keputusan Keberatan tersebut. |
(3) | Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4) tidak dikenakan. |
(5) | Dalam hal permohonan Banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan Keberatan. |
(1) | Atas kelebihan pembayaran pajak berdasarkan perhitungan dari Wajib Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Gubernur. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan secara tertulis dan ditandatangani, dengan sekurang-kurangnya memuat :
|
(3) | Terhadap permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak untuk mengetahui kebenaran atas permohonan tersebut. |
(4) | Gubernur dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan dan menerbitkan SKPDLB dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. |
(5) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah dilampaui dan Gubernur tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan, dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. |
(6) | Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak yang sama atau utang pajak Daerah lainnya, kelebihan pembayaran pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut. |
(7) | Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. |
(8) | Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Gubernur memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak. |
(1) | Atas Kelebihan pembayaran pajak berdasarkan surat keputusan keberatan, dan putusan banding, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Gubernur. |
(2) | Terhadap kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak. |
(3) | Berdasarkan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau berdasarkan keputusan keberatan atau berdasarkan salinan putusan banding dari Pengadilan Pajak, Gubernur menerbitkan SKPDLB dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan yang dihitung sejak bulan pelunasan yang menyebabkan terdapatnya kelebihan pembayaran, sampai dengan diterbitkannya SKPDLB. |
(4) | Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikompensasikan dengan jenis pajak yang sama, atau langsung diperhitungkan untuk melunasi utang pajak Daerah lainnya. |
(1) | Gubernur karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak, dapat membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD, SPPT, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. |
(2) | Gubernur dapat :
|
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) per tahun, wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. |
(2) | Kriteria wajib pajak dan penentuan besaran omzet serta tata cara pembukuan atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Gubernur atau pejabat yang ditunjuk berwenang, melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. |
(2) | Wajib Pajak yang diperiksa wajib :
|
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan pajak diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Piutang pajak yang sudah kedaluwarsa dapat dilakukan penghapusan. |
(2) | Penghapusan piutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Gubernur berdasarkan permohonan penghapusan piutang pajak dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(3) | Permohonan penghapusan piutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekurang-kurangnya memuat :
|
(4) | Berdasarkan permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur dapat menetapkan penghapusan piutang pajak sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), sedangkan untuk penghapusan piutang pajak di atas Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapat persetujuan Dewan. |
(1) | Terhadap piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi akan tetapi belum kedaluwarsa, dimasukan ke dalam daftar piutang pajak yang akan dihapuskan. |
(2) | Piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi sebagaimana dimaksud ayat (1), adalah :
|
(3) | Terhadap piutang pajak yang dicadangkan sebagai piutang pajak yang akan dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dilakukan lagi tindakan penagihan. |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan piutang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Atas permohonan Wajib Pajak, Gubernur dapat memberikan pengurangan pajak setinggi-tinggimya 50% (lima puluh persen) dan pokok pajak. |
(2) | Permohonan pengurangan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis dengan sekurang-kurangnya memuat :
|
(1) | Gubernur karena jabatannya dapat memberikan keringanan pajak setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen) dari dasar pengenaan pajak atau pokok pajak. |
(2) | Pemberian keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan pertimbangan atau keadaan tertentu. |
(1) | Gubernur karena jabatannya dapat memberikan pembebasan pajak kepada Wajib Pajak atau terhadap objek pajak tertentu berdasarkan azaz keadilan dan azaz timbal balik (reciprocitas). |
(2) | Pemberian pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan sebagian atau seluruhnya dari pajak yang terutang. |
(1) | Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah. |
(2) | Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Gubernur untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan perundang-undangan perpajakan daerah. |
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), adalah :
|
(4) | Untuk kepentingan daerah, Gubernur berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tenaga-tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak, kepada pihak yang ditunjuk. |
(5) | Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Gubernur dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. |
(6) | Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5), harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan-keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan, dengan keterangan yang diminta tersebut. |
(1) | Gubernur atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan informasi, data, laporan dan pengaduan, berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah. |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana dibidang perpajakan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur berdasarkan peraturan Gubernur. |
(1) | Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. |
(2) | Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
|
(4) | Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. |
(1) | Untuk kepentingan penerimaan daerah atas permintaan Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. |
(2) | Penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi hutang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan. |
(1) | Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah, dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. |
(2) | Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. |
(1) | Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk Gubernur yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah). |
(2) | Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk Gubernur yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). |
(3) | Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. |
(4) | Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau badan selaku wajib pajak, karena itu dijadikan tindak pidana pengaduan. |
(1) | Wajib Pajak Hotel atau Wajib Pajak Restoran atau Wajib Pajak Hiburan, wajib menggunakan bon penjualan (bill) yang memperlihatkan terjadinya pesanan atau transaksi pembayaran kecuali ditetapkan lain dengan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(2) | Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan terlebih dahulu mengajukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(3) | Bagi Wajib Pajak yang wajib menggunakan bon penjualan (bill) tetapi tidak menggunakan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak terutang untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. |
(4) | Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditagih dengan menggunakan STPD. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan persyaratan yang dikecualikan dari kewajiban untuk melegalisasi/perporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 November 2010 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, ttd. FAUZI BOWO |
Pokok Pajak terutang | = Rp 250.000.000,00 |
Pembayaran pajak masa Juni 2007 | = Rp 100.000.000,00 |
Pajak karena pembetulan SPTPD | = Rp 150.000.000,00 |
Pajak yang kurang dibayar | = Rp - |
Sanksi Bunga 2% sebulan : | |
Perhitungan Bunga (2% x 15 bln) x Rp 150.000.000,00 | = Rp 45.000.000,00 |
Pembayaran sanksi bunga | = Rp 45.000.000,00 |
Pajak dan Bunga Yang Harus Dibayar | = Rp 0 |
No | Tahun Pajak | Masa Pajak | Pembayaran Menurut SPTPD | Hasil Pemeriksaan | Selisih | Ket |
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 |
1. | 2007 | Januari | 100.000.000 | 100.000.000 | 0 | |
Pebruari | 125.000.000 | 125.000.000 | 0 | |||
Maret | 150.000.000 | 150.000.000 | 0 | |||
April | 175.000.000 | 175.000.000 | 0 | |||
Mei | 200.000.000 | 200.000.000 | 0 | |||
Juni | 250.000.000 | 300.000.000 | 50.000.000 | |||
Juli | 275.000.000 | 275.000.000 | 0 | |||
Agustus | 300.000.000 | 300.000.000 | 0 | |||
September | 325.000.000 | 325.000.000 | 0 | |||
Oktober | 350.000.000 | 350.000.000 | 0 | |||
November | 375.000.000 | 375.000.000 | 0 | |||
Desember | 400.000.000 | 400.000.000 | 0 | |||
Jumlah | 3.025.000.000 | 3.075.000.000 | 50.000.000 |
1. | Dasar Pengenaan Pajak | = | Rp 30.750.000.000,00 | |
2. | Pokok Pajak Terutang | = | Rp 3.075.000.000 | |
3. | Pembayaran Setoran Masa | = | Rp 2.875.000.000 | |
4. | Pembetulan SPTPD | = | Rp 150.000.000 | |
5. | Pokok Pajak Kurang Bayar | = | Rp 50.000.000 | |
6. | Sanksi Administrasi : | |||
| = | Rp 48.000.000 | ||
| = | Rp 75.000.000 | ||
| = | Rp 16.000.000 | ||
Total Sanksi Administrasi (a + b + c) | = | Rp 139.000.000 | ||
Pajak dan Sanksi yang masih harus dibayar | = | Rp 189.000.000 |
No | Tahun Pajak | Masa Pajak | Pembayaran Menurut SPTPD | Hasil Pemeriksaan | Selisih | Ket |
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 |
1. | 2007 | Januari | 100.000.000 | 125.000.000 | 25.000.000 | |
Pebruari | 125.000.000 | 150.000.000 | 25.000.000 | |||
Maret | 150.000.000 | 175.000.000 | 25.000.000 | |||
April | 175.000.000 | 200.000.000 | 25.000.000 | |||
Mei | 200.000.000 | 225.000.000 | 25.000.000 | |||
Juni | 250.000.000 | 250.000.000 | - | |||
Juli | 275.000.000 | 300.000.000 | 25.000.000 | |||
Agustus | 300.000.000 | 325.000.000 | 25.000.000 | |||
September | 325.000.000 | 350.000.000 | 25.000.000 | |||
Oktober | 350.000.000 | 375.000.000 | 25.000.000 | |||
November | 375.000.000 | 400.000.000 | 25.000.000 | |||
Desember | 400.000.000 | 425.000.000 | 25.000.000 | |||
Jumlah | 3.025.000.000 | 3.300.000.000 | 275.000.000 |
1. | Dasar Pengenaan Pajak | = | Rp 33.000.000.000 | |
2. | Pokok Pajak Terutang | = | Rp 3.300.000.000 | |
3. | Pembayaran Setoran Masa | = | Rp 2.875.000.000 | |
4. | Pembetulan SPTPD | = | Rp 150.000.000 | |
5. | Pokok Pajak Kurang Bayar | = | Rp 275.000.000 | |
6. | Sanksi Administrasi : | |||
| = | Rp 0 | ||
| = | Rp 762.500.000 | ||
| = | Rp 90.500.000 | ||
Total Sanksi Administrasi (a + b + c) | = | Rp 853.000.000 | ||
Pajak dan Sanksi yang masih harus dibayar | = | Rp1.128.500.000 |
Sanksi Administrasi Berupa Bunga 2% sebulan | ||||
Tahun 2007 | ||||
Januari |
| |||
Februari |
| |||
Maret |
| |||
April |
| |||
Mei |
| |||
Juni |
| |||
Juli |
| |||
Agustus |
| |||
September |
| |||
Oktober |
| |||
November |
| |||
Desember |
| |||
Total = 90.500.000 |
No | Tahun Pajak | Masa Pajak | Pembayaran Menurut SPTPD | Pembetulan SPTPD menjadi | Hasil Pemeriksaan | Selisih |
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 |
1. | 2007 | Januari | 100.000.000 | 125.000.000 | 150.000.000 | 25.000.000 |
Pebruari | 125.000.000 | 150.000.000 | 175.000.000 | 25.000.000 | ||
Maret | 150.000.000 | 175.000.000 | 200.000.000 | 25.000.000 | ||
April | 175.000.000 | 200.000.000 | 225.000.000 | 25.000.000 | ||
Mei | 200.000.000 | 225.000.000 | 250.000.000 | 25.000.000 | ||
Juni | 250.000.000 | 300.000.000 | 350.000.000 | 50.000.000 | ||
Juli | 275.000.000 | 325.000.000 | 350.000.000 | 25.000.000 | ||
Agustus | 300.000.000 | 350.000.000 | 450.000.000 | 100.000.000 | ||
September | 325.000.000 | 375.000.000 | 425.000.000 | 50.000.000 | ||
Oktober | 350.000.000 | 400.000.000 | 450.000.000 | 50.000.000 | ||
November | 375.000.000 | 425.000.000 | 450.000.000 | 25.000.000 | ||
Desember | 400.000.000 | 450.000.000 | 500.000.000 | 50.000.000 | ||
Jumlah | 3.025.000.000 | 3.500.000.000 | 3.975.000.000 | 475.000.000 |
1. | Dasar Pengenaan Pajak | = | Rp 39.750.000.000 | |
2. | Pokok Pajak Terutang | = | Rp 3.975.000.000 | |
3. | Pembayaran Setoran Masa | = | Rp 3.025.000.000 | |
4. | Pokok Pajak Kurang Bayar | = | Rp 950.000.000 | |
5. | Sanksi Administrasi : | |||
| = | |||
| = | Rp 168.000.000 | ||
Total Sanksi Administrasi (a + b) | = | Rp 1.161.750.000 | ||
Pajak dan Sanksi yang masih harus dibayar | = | Rp 2.111.750.000 | ||
Pembayaran karena Pembetulan SPTPD | = | Rp 475.000.000 | ||
Pajak dan Sanksi yang Masih Harus dibayar | = | Rp 1.636.750.000 |
Sanksi Administrasi Berupa Bunga 2% sebulan | ||||
Tahun 2007 | ||||
Januari |
| |||
Februari |
| |||
Maret |
| |||
April |
| |||
Mei |
| |||
Juni |
| |||
Juli |
| |||
Agustus |
| |||
September |
| |||
Oktober |
| |||
November |
| |||
Desember |
|
Total | = 168.000.000 |
Dasar Pengenaan Pajak Hasil Pemeriksaan Rp 1.500.000.000,00 |
a. | Pokok Pajak yang terutang | = 150.000.000,00 |
b. | Pembayaran Masa Jan-Mar 2010 | = 100.000.000,00 - |
c. | Pokok Pajak Kurang Bayar | = 50.000.000,00 |
Sanksi Administrasi : | ||
d. | Bunga 2% (Pasal 9 ayat (2)) - Januari : 2% x 4 bln x Rp 50.000.000,00 - Februari : 2% x 3 bln x Rp 50.000.000,00 - Maret : 2% x 2 bln x Rp 50.000.000.00 | = 4.000.000,00 = 3.000.000,00 = 2.000.000,00 |
e. | Pajak dan Sanksi Administrasi Yang masih Harus Dibayar (c + d) | = 59.000.000,00 |
Dasar Pengenaan Pajak dari hasil pemeriksaan = 25.000.000.000,00 |
a. | Pokok Pajak yang terutang | = 2.500.000.000,00 |
b. | Pembayaran Masa Jan s.d Des 2008 | = 2.000.000.000,00 |
c. | Pokok Pajak Kurang Bayar | = 500.000.000,00 |
d. | Sanksi Administrasi : - Kenaikan (25% x Rp 2.500.000.000) | = 625.000.000,00 |
- Bunga 2% sebulan (Lihat Tabel) | = 139.600.000,00 | |
e. | Pajak dan Sanksi Administrasi Yang masih Harus Dibayar (c + d) | = 1.264.600.000,00 |
Sanksi Administrasi Berupa Bunga 2% sebulan | |||
Tahun 2008 | Tahun 2009 | ||
Jan | 48% x 20.000.000 = 9.600.000 | Jan | 24% x 30.000.000 = 7.200.000 |
Peb | 46% x 20.000.000 = 9.200.000 | Peb | 22% x 30.000.000 = 6.600.000 |
Mrt | 44% x 20.000.000 = 8.800.000 | Mrt | 20% x 30.000.000 = 6.000.000 |
Apr | 42% x 20.000.000 = 8.400.000 | Apr | 18% x 30.000.000 = 5.400.000 |
Mei | 40% x 20.000.000 = 8.000.000 | Mei | 16% x 30.000.000 = 4.800.000 |
Juni | 38% x 20.000.000 = 7.600.000 | Juni | 14% x 10.000.000 = 1.400.000 |
Juli | 36% x 20.000.000 = 7.200.000 | Juli | 12% x 10.000.000 = 1.200.000 |
Agt | 34% x 20.000.000 = 6.800.000 | Agt | 10% x 10.000.000 = 1.000.000 |
Sept | 32% x 30.000.000 = 9.600.000 | Sept | 8% x 10.000.000 = 800.000 |
Okt | 30% x 30.000.000 = 9.000.000 | Okt | 6% x 10.000.000 = 600.000 |
Nop | 28% x 30.000.000 = 8.400.000 | Nop | 4% x 10.000.000 = 400.000 |
Des | 26% x 40.000.000 = 7.800.000 | Des | 2% x 10.000.000 = 200.000 |
Total | 139.600.000 |
Pembayaran masa Agustus 2009 | = Rp 5.000.000,00 |
Bunga 2% x 2 bulan x Rp 5.000.000,00 | = Rp 200.000,00 |
Jumlah pembayaran | = Rp 5.200.000,00 |
Tahapan | Utang Pajak | Angsuran | Bunga | Jumlah Angsuran | Jatuh Tempo Angsuran |
(1) | (2) | (3) | (4) | (5) | (6) |
1/4 x pajak terutang | 2% x utang pajak | (3) + (4) | |||
Ke - 1 | 100.000.000 | 25.000.000 | 2.000.000 | 27.000.000 | 1/6/2010 |
Ke - 2 | 75.000.000 | 25.000.000 | 1.500.000 | 26.500.000 | 1/7/2010 |
Ke - 3 | 50.000.000 | 25.000.000 | 1.000.000 | 26.000.000 | 1/8/2010 |
Ke - 4 | 25.000.000 | 25.000.000 | 500.000 | 25.500.000 | 1/9/2010 |
Pembayaran masa September 2009 Bunga 2% x 3 bulan x Rp 7.000.000,00 Jumlah pembayaran | = Rp 7.000.000,00 = Rp 420.000,00 = Rp 7.420.000,00 |