Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak
(1) | Terhadap Surat Ketetapan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Bayar dapat mengajukan keberatan kepada Instansi Pengelola PNBP. |
(2) | Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah PNBP yang dihitung oleh Wajib Bayar dengan jumlah PNBP yang ditetapkan oleh Instansi Pengelola PNBP. |
(3) | Pengajuan keberatan terhadap Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dilakukan setelah Wajib Bayar melakukan pembayaran paling sedikit sejumlah PNBP Terutang yang telah disetujui oleh Wajib Bayar dalam pembahasan akhir hasil Pemeriksaan PNBP. |
(1) | Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan disertai dokumen pendukung yang lengkap dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat Ketetapan PNBP diterbitkan. |
(2) | Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(3) | Batas waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal Wajib Bayar dapat membuktikan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar. |
(4) | Pengecualian batas waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Ketetapan PNBP diterbitkan. |
(5) | Keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
|
(6) | Pengajuan keberatan yang dilakukan karena keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa:
|
(7) | Instansi Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan terhadap pengajuan keberatan yang melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4). |
(8) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bersifat final. |
(1) | Instansi Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) atau ayat (6). |
(2) | Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP:
|
(3) | Berdasarkan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Wajib Bayar harus menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung dalam jangka waktu yang tidak melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (4). |
(4) | Dalam hal dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan lengkap, Instansi Pengelola PNBP melanjutkan proses penelitian keberatan PNBP. |
(5) | Apabila Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Instansi Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan. |
(6) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final. |
(1) | Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Instansi Pengelola PNBP melakukan penelitian atas substansi permohonan keberatan PNBP. |
(2) | Dalam melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP berwenang untuk:
|
(1) | Instansi Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan dan/atau peminjaman berupa buku, catatan, data, dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a kepada Wajib Bayar untuk kepentingan penelitian. |
(2) | Wajib Bayar harus memenuhi permintaan dan/atau peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan dan/atau peminjaman diterima. |
(3) | Apabila Wajib Bayar tidak memenuhi permintaan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) baik sebagian maupun seluruhnya, permohonan keberatan PNBP diproses berdasarkan data yang diterima. |
(1) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penetapan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Bayar. |
(2) | Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk:
|
(1) | Penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak dokumen pendukung diterima secara lengkap. |
(2) | Apabila Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP tidak mengeluarkan penetapan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan keberatan yang diajukan Wajib Bayar dianggap dikabulkan. |
(3) | Instansi Pengelola PNBP wajib menerbitkan penetapan atas keberatan yang diajukan oleh Wajib Bayar dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP yang tidak menerbitkan penetapan atas keberatan sampai dengan jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) bersifat final. |
(2) | Dalam hal Wajib Bayar tidak setuju terhadap penetapan atas keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Wajib Bayar dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. |
(1) | Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan pertama sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda. |
(2) | Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan kedua sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda. |
(3) | Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan ketiga sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda. |
(4) | Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung dari pokok PNBP Terutang terhitung sejak PNBP jatuh tempo sampai dengan surat tagihan diterbitkan dan dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. |
(5) | Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara. |
(1) | Dalam hal gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) ditolak dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP berdasarkan putusan pengadilan menyampaikan surat tagihan sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administrasi berupa denda kepada Wajib Bayar dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diterima. |
(2) | Apabila Wajib Bayar tidak melunasi tagihan PNBP dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara. |
(1) | Dalam hal tertentu, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan keringanan PNBP Terutang kepada Instansi Pengelola PNBP. |
(2) | Hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
|
(4) | Kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan kondisi keuangan Wajib Bayar yang tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendek. |
(5) | Kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuktikan dengan hasil pengujian atas laporan keuangan, laporan pembukuan, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan Wajib Bayar paling sedikit untuk tahun berjalan dan 1 (satu) tahun sebelumnya. |
(6) | Kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
|
(1) | Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) diajukan untuk keringanan PNBP dalam bentuk:
|
(2) | Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
(3) | Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan untuk 1 (satu) bentuk keringanan dalam 1 (satu) kali pengajuan. |
(4) | Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang dalam bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah mendapatkan penetapan permohonan keringanan, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan keringanan PNBP baru. |
(1) | Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) diajukan secara tertulis paling lambat sebelum PNBP Terutang dilimpahkan kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara. |
(2) | Permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dengan Bahasa Indonesia beserta kelengkapan dokumen pendukung dan dapat dilakukan secara daring. |
(3) | Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang diajukan sebagai akibat keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a, permohonan harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
|
(4) | Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang diajukan sebagai akibat kondisi kesulitan likuiditas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b, permohonan harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
|
(5) | Dalam hal permohonan keringanan PNBP Terutang diajukan sebagai akibat kondisi kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c, permohonan harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
|
(1) | Berdasarkan permohonan keringanan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Instansi Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen pendukung. |
(2) | Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP:
|
(3) | Berdasarkan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Wajib Bayar harus menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan kelengkapan dokumen diterima. |
(4) | Dalam hal dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan lengkap, Instansi Pengelola PNBP melanjutkan proses penelitian keringanan PNBP. |
(5) | Apabila Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Instansi Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan. |
(1) | Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Instansi Pengelola PNBP melakukan penelitian atas substansi permohonan keringanan PNBP. |
(2) | Dalam melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP berwenang untuk:
|
(1) | Instansi Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan dan/atau peminjaman buku, catatan, data, dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a kepada Wajib Bayar untuk kepentingan penelitian. |
(2) | Berdasarkan surat permintaan dan/atau peminjaman buku, catatan, data, dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wajib Bayar harus memenuhi permintaan dan/atau peminjaman paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan dan/atau peminjaman diterima. |
(3) | Apabila Wajib Bayar tidak memenuhi permintaan dan/atau peminjaman dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) baik sebagian maupun seluruhnya, permohonan keringanan PNBP diproses berdasarkan data yang diterima. |
(1) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menerbitkan surat persetujuan atau penolakan keringanan PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar. |
(2) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:
|
(1) | Persetujuan keringanan berupa penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a diberikan kepada Wajib Bayar dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dalam tahun anggaran berjalan terhitung sejak surat persetujuan penundaan ditetapkan. |
(2) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melewati tahun anggaran, surat persetujuan keringanan berupa penundaan harus terlebih dahulu mendapat pertimbangan Menteri. |
(1) | Wajib Bayar wajib melunasi PNBP Terutang sesuai dengan jangka waktu penundaan sebagaimana ditetapkan dalam surat persetujuan penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27. |
(2) | Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya masa penundaan, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menerbitkan dan menyampaikan surat tagihan PNBP Terutang sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda. |
(3) | Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pokok PNBP Terutang terhitung sejak jatuh tempo PNBP Terutang saat pengajuan keringanan. |
(4) | Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara. |
(1) | Persetujuan keringanan berupa pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b diberikan kepada Wajib Bayar dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dalam tahun anggaran berjalan terhitung sejak surat persetujuan pengangsuran ditetapkan. |
(2) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melewati tahun anggaran, surat persetujuan keringanan berupa pengangsuran harus terlebih dahulu mendapat pertimbangan Menteri. |
(3) | Pengangsuran PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan. |
(1) | Wajib Bayar wajib melunasi PNBP Terutang sesuai dengan jangka waktu pengangsuran sebagaimana ditetapkan dalam surat persetujuan pengangsuran. |
(2) | Apabila Wajib Bayar tidak melunasi PNBP Terutang dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya setiap masa pengangsuran, Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menyampaikan surat tagihan PNBP Terutang sebesar pokok PNBP Terutang beserta sanksi administratif berupa denda. |
(3) | Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pokok PNBP Terutang terhitung sejak jatuh tempo setiap masa angsuran. |
(4) | Apabila Wajib Bayar tidak melunasi pengangsuran terakhir PNBP Terutang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat tagihan PNBP Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP melimpahkan PNBP Terutang kepada instansi yang berwenang melakukan pengurusan piutang negara. |
(1) | Surat persetujuan atas permohonan keringanan berupa pengurangan atau pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf c dan huruf d diterbitkan oleh Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP setelah mendapatkan persetujuan Menteri. |
(2) | Untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan persetujuan kepada Menteri dengan melampirkan dokumen pendukung, penjelasan, dan rekomendasi tertulis. |
(3) | Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diajukan atas permohonan keringanan berupa pengurangan atau pembebasan sebagai akibat kondisi kesulitan likuiditas harus dilengkapi dengan pertimbangan aparat pengawas intern pemerintah atau rekomendasi Instansi Pemeriksa. |
(4) | Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan keringanan PNBP Terutang dan dokumen pendukung diterima secara lengkap oleh Instansi Pengelola PNBP. |
(5) | Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pertimbangan aparat pengawas intern pemerintah atau rekomendasi Instansi Pemeriksa diterima oleh Instansi Pengelola PNBP. |
(1) | Menteri menerbitkan surat persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1). |
(2) | Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa surat persetujuan seluruhnya atau surat persetujuan sebagian. |
(3) | Instansi Pengelola PNBP memberikan keringanan berupa pengurangan sebesar jumlah persetujuan yang disetujui oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Surat persetujuan atau penolakan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final. |
(1) | Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP wajib menerbitkan:
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak dokumen pendukung diterima lengkap. |
(2) | Dalam hal persetujuan keringanan PNBP mensyaratkan pertimbangan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 29 ayat (2) atau persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat persetujuan atau penolakan dan/atau surat tagihan PNBP Terutang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak pertimbangan atau persetujuan Menteri diterima oleh Instansi Pengelola PNBP. |
(1) | Dalam hal permohonan keringanan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ditolak, Wajib Bayar wajib memenuhi kewajiban pokok PNBP Terutang ditambah sanksi administratif berupa denda. |
(2) | Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari pokok PNBP Terutang yang ditolak keringanannya terhitung sejak saat jatuh tempo. |
(3) | PNBP Terutang dan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat penolakan. |
(1) | Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP dapat diajukan oleh Wajib Bayar dalam hal terdapat:
|
(2) | Batas waktu permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf f, dan huruf g tidak melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun sejak terjadinya kelebihan pembayaran PNBP. |
(3) | Batas waktu permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e tidak melebihi jangka waktu 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya putusan pengadilan atau diterbitkannya laporan hasil Pemeriksaan PNBP. |
(1) | Pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya. |
(2) | Dalam kondisi tertentu, pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dapat diberikan secara langsung melalui pemindahbukuan. |
(3) | Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
(4) | Melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang amar putusannya berupa pengembalian PNBP secara tunai. |
(5) | Pengembalian secara langsung melalui pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal tidak terdapat tunggakan kewajiban kepada negara. |
(1) | Wajib Bayar mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) secara tertulis kepada Instansi Pengelola PNBP. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan kepada Mitra Instansi Pengelola PNBP dalam hal pemungutan, penyetoran, dan/atau penagihan PNBP melalui Mitra Instansi Pengelola PNBP. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena kesalahan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf a harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
|
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena kesalahan pemungutan PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP dan/ atau Mitra Instansi Pengelola PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
|
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena penetapan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP atas pengajuan keberatan PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c, harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit berupa surat penetapan atas keberatan. |
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf d harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit berupa salinan putusan pengadilan. |
(7) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena hasil Pemeriksaan PNBP Instansi Pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf e harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit Surat Ketetapan PNBP lebih bayar. |
(8) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena pelayanan yang tidak dapat dipenuhi oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP secara sepihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf f harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
|
(9) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diajukan karena ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf g harus dilengkapi dengan dokumen pendukung paling sedikit:
|
(1) | Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP diajukan melalui pemindahbukuan, permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen pendukung tambahan. |
(2) | Dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kondisi tertentu berupa pengakhiran kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf a berupa:
|
(3) | Dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kondisi tertentu berupa Wajib Bayar tidak memiliki kewajiban PNBP yang sejenis secara berulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf c paling sedikit surat pernyataan dari Wajib Bayar. |
(4) | Dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kondisi tertentu berupa pengembalian sebagai pembayaran di muka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf d paling sedikit data historis transaksi pembayaran PNBP 1 (satu) tahun terakhir serta proyeksi pembayaran PNBP untuk 1 (satu) tahun ke depan. |
(5) | Dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kondisi tertentu berupa di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf e paling sedikit:
|
(1) | Instansi Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41. |
(2) | Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP:
|
(3) | Berdasarkan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Wajib Bayar harus menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan kelengkapan dokumen diterima. |
(4) | Dalam hal dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan lengkap, Instansi Pengelola PNBP melanjutkan proses penelitian pengembalian PNBP. |
(5) | Dalam hal Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Instansi Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan. |
(6) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menghilangkan hak Wajib Bayar untuk mengajukan kembali permohonan sepanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dan (3) belum terlampaui. |
(1) | Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Instansi Pengelola PNBP melakukan penelitian atas substansi permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP. |
(2) | Dalam melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP berwenang untuk:
|
(3) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan atau persetujuan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP kepada Wajib Bayar dengan tembusan Menteri. |
(4) | Wajib Bayar dapat mengajukan kembali permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP setelah surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima dalam hal:
|
(5) | Surat persetujuan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah PNBP Terutang berikutnya. |
(1) | Dalam hal permohonan pengembalian PNBP atas kelebihan pembayaran PNBP diajukan kepada Mitra Instansi Pengelola PNBP, Mitra Instansi Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43. |
(2) | Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mitra Instansi Pengelola PNBP:
|
(3) | Berdasarkan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Wajib Bayar harus menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan kelengkapan dokumen diterima. |
(4) | Dalam hal Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Mitra Instansi Pengelola PNBP mengembalikan permohonan pengembalian kepada Wajib Bayar. |
(5) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mitra Instansi Pengelola PNBP menyusun rekomendasi pengembalian kelebihan pembayaran PNBP. |
6) | Mitra Instansi Pengelola PNBP menyampaikan rekomendasi pengembalian kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Instansi Pengelola PNBP dengan melampirkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran oleh Wajib Bayar dan dokumen pendukungnya. |
(7) | Instansi Pengelola PNBP melakukan penelitian atas rekomendasi beserta lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (6). |
(8) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Instansi Pengelola PNBP menerbitkan surat persetujuan atau penolakan. |
(9) | Wajib Bayar dapat mengajukan kembali permohonan pengembalian PNBP setelah surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diterima apabila:
|
(1) | Dalam hal permohonan pengembalian PNBP diajukan sebagai pemindahbukuan, Instansi Pengelola PNBP melakukan uji kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42. |
(2) | Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen pendukung dan dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP:
|
(3) | Berdasarkan surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung dan dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Wajib Bayar harus menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan kelengkapan dokumen pendukung diterima. |
(4) | Dalam hal dokumen pendukung dan dokumen pendukung tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan lengkap, Instansi Pengelola PNBP melanjutkan proses penelitian pengembalian PNBP. |
(5) | Apabila Wajib Bayar tidak menyampaikan kelengkapan dokumen pendukung dan dokumen pendukung tambahan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Instansi Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan. |
6) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menghilangkan hak Wajib Bayar untuk mengajukan kembali permohonan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) dan ayat (3) belum terlampaui. |
(1) | Berdasarkan hasil uji kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Instansi Pengelola PNBP melakukan penelitian atas substansi permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP. |
(2) | Dalam melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pengelola PNBP berwenang untuk:
|
(3) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP menerbitkan surat penolakan atau persetujuan pengembalian PNBP kepada Wajib Bayar setelah mendapat pertimbangan Menteri. |
(4) | Wajib Bayar dapat mengajukan kembali permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP setelah surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima dalam hal:
|
(5) | Persetujuan pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa:
|
6) | Pengembalian kelebihan pembayaran PNBP secara langsung melalui pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Instansi Pengelola PNBP menyampaikan surat permintaan dan/atau peminjaman berupa buku, catatan, data, dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) huruf a kepada Wajib Bayar untuk kepentingan penelitian. |
(2) | Wajib Bayar harus memenuhi permintaan dan/atau peminjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak surat permintaan dan/atau peminjaman diterima. |
(3) | Apabila Wajib Bayar tidak memenuhi permintaan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) baik sebagian maupun seluruhnya, permohonan pengembalian PNBP diproses berdasarkan data yang diterima. |
Diundangkan di Jakarta | Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Oktober 2020 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO |
I. | UMUM Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, baik itu dari segi pelayanan, pengaturan, perlindungan masyarakat, kepastian hukum, dan pengelolaan kekayaan negara, termasuk di dalamnya pengelolaan sumber daya alam yang berkesinambungan harus mengedepankan profesionalisme, keterbukaan, tanggung jawab, dan berkeadilan. Untuk mencapai tujuan tersebut, terutama dalam kaitannya dengan proses keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP, perlu disusun suatu Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan dan Pengembalian PNBP yang dapat memberikan pengaturan yang komprehensif untuk mempermudah dalam tahapan implemetasi bagi pihak-pihak terkait dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewajibannya. Keberatan PNBP terhadap Surat Ketetapan PNBP bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Bayar untuk menyampaikan perbedaan penafsiran atau pemahaman dalam menilai suatu fakta maupun perhitungan dan ketidaksepakatan dalam proses pembuktian perhitungan PNBP. Keringanan PNBP bertujuan untuk memberikan fasilitas bagi Wajib Bayar dalam memenuhi kewajiban PNBP yang disebabkan adanya hambatan berupa keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar, kesulitan likuiditas, dan/atau kebijakan Pemerintah, sehingga dapat memudahkan dunia usaha dan masyarakat untuk memenuhi kewajiban PNBP. Sedangkan pengembalian PNBP bertujuan untuk memberikan kepastian terhadap hak Wajib Bayar atas kelebihan pembayaran PNBP atau keterlanjuran dalam melakukan pembayaran yang seharusnya bukan sebagai PNBP. Pengaturan atas keberatan, keringanan dan pengembalian PNBP merupakan upaya Negara untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan masyarakat atas pengelolaan layanan Pemerintah. Peraturan Pemerintah ini merupakan pedoman bagi Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal, kementerian/ lembaga sebagai Instansi Pengelola PNBP, dan Mitra Instansi Pengelola PNBP dalam memproses penyelesaian keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP. Peraturan Pemerintah ini juga merupakan pedoman bagi Wajib Bayar dalam memproses pengajuan keberatan, keringanan, atau pengembalian PNBP, yang merupakan salah satu hak Wajib Bayar setelah melakukan pemenuhan kewajibannya kepada Negara. | ||||||||||||||||||||||||||||
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "dokumen pendukung yang lengkap" adalah pemenuhan dokumen awal sebagai kelengkapan administrasi dalam rangka penentuan proses lebih lanjut atas suatu pengajuan keberatan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan "bencana" adalah keadaan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang penanggulangan bencana. Huruf b Yang dimaksud dengan "keadaan lain berdasarkan pertimbangan instansi pengelola PNBP" antara lain lokasi Wajib Bayar berada di remote area, tidak ada fasilitas internet, dan/atau adanya proses akuisisi Wajib Bayar oleh Perusahaan lain sehingga Wajib Bayar terkendala mengajukan keberatan dan melengkapi dokumen pendukung. Pertimbangan Instansi Pengelola PNBP diberikan berdasarkan penilaian objektif atas surat pernyataan dari Wajib Bayar atau bukti lain sehingga Instansi Pengelola PNBP dapat menyatakan bahwa suatu keadaan benar-benar di luar kemampuan Wajib Bayar dan menyebabkan Wajib Bayar tidak dapat memenuhi batas waktu sesuai dengan ketentuan. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "pihak yang terkait" antara lain dapat berupa instansi pemerintah atau swasta. Huruf c Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang- undangan" antara lain peraturan perundang-undangan di bidang disiplin untuk Aparatur Sipil Negara dan di bidang administrasi pemerintahan. Pasal 10 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penetapan atas keberatan bersifat final" merupakan keputusan administratif yang terakhir dari Pejabat Tata Usaha Negara. Ayat (2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam penyelesaian gugatan atas penetapan keberatan PNBP bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan gugatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar" adalah kondisi yang dialami Wajib Bayar pada rentang waktu kewajiban melakukan pembayaran PNBP Terutang. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Contoh kebijakan pemerintah antara lain kebijakan pemerintah berupa penugasan kepada badan usaha untuk melakukan pendistribusian bahan bakar minyak di daerah terpencil, kebijakan pemerintah untuk menggalakkan kegiatan dalam penemuan sumber baru di bidang minyak dan gas bumi. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "bencana" adalah keadaan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang penanggulangan bencana. Huruf b Yang dimaksud dengan "keadaan lain berdasarkan pertimbangan instansi pengelola PNBP" antara lain lokasi Wajib Bayar berada di remote area, tidak ada fasilitas internet, dan/atau adanya proses akuisisi Wajib Bayar oleh Perusahaan lain sehingga Wajib Bayar terkendala mengajukan keringanan dan melengkapi dokumen pendukung. Pertimbangan Instansi Pengelola PNBP diberikan berdasarkan penilaian objektif atas surat pernyataan dari Wajib Bayar atau bukti lain sehingga Instansi Pengelola PNBP dapat menyatakan bahwa suatu keadaan benar-benar di luar kemampuan Wajib Bayar dan menyebabkan Wajib Bayar tidak dapat memenuhi batas waktu sesuai dengan ketentuan. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "kewajiban jangka pendek" adalah kewajiban yang diharapkan akan dilunasi dalam waktu satu tahun. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "pengujian atas laporan keuangan atau laporan pembukuan Wajib Bayar atau dokumen lain yang dipersamakan dengan laporan keuangan" merupakan pengujian dengan melakukan analisis rasio antara lain rasio likuiditas, yaitu rasio lancar (current ratio), rasio cepat (quick ratio), rasio kas (cash ratio), dan rasio perputaran kas (cash turnover ratio). Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 18 Huruf a Yang dimaksud dengan "putusan pengadilan" antara lain putusan pengadilan tindak pidana korupsi, denda tilang, dan putusan pidana umum (sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur sanksi pidana). Huruf b Yang dimaksud dengan "secara jabatan" adalah perhitungan PNBP berdasarkan sumber yang diperoleh selain dari Wajib Bayar dan/atau data yang dimiliki oleh Instansi Pengelola PNBP. Selanjutnya perhitungan PNBP Terutang secara jabatan menjadi dasar dalam penetapan PNBP Terutang oleh Instansi Pengelola PNBP. Huruf c Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Contoh: PT A mengajukan permohonan keringanan PNBP berupa pengurangan pada tanggal 5 April 2020. Namun, pada tanggal 5 Mei 2020 permohonan keringanan PNBP tersebut ditolak. Atas surat penolakan permohonan tersebut, PT A dapat kembali mengajukan permohonan keringanan berupa penundaan atau pengangsuran untuk substansi yang sama. Pasal 20 Yang dimaksud dengan "usaha mikro kecil" mengikuti definisi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan "dokumen tertulis" antara lain berupa regulasi atau surat ketetapan/perintah dari pemerintah yang menyatakan adanya kebijakan. Huruf b Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "dokumen pendukung lengkap" adalah pemenuhan dokumen awal sebagai kelengkapan administrasi dalam rangka penentuan proses lebih lanjut atas permohonan keringanan PNBP Terutang. Huruf b Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "dokumen pendukung" antara lain surat permohonan keringanan dari Wajib Bayar, hasil pengawasan aparat pengawas intern pemerintah, dan/atau hasil Pemeriksaan PNBP oleh Instansi Pemeriksa PNBP. Yang dimaksud dengan "penjelasan" adalah persetujuan awal Instansi Pengelola PNBP atas permohonan keringanan dari Wajib Bayar atas pengurangan dan pembebasan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas.
Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "kesalahan pembayaran PNBP" antara lain kesalahan yang terjadi akibat perekaman oleh Wajib Bayar atau pihak lain. Kesalahan tersebut dapat berupa:
Huruf b Yang dimaksud dengan kesalahan "pemungutan PNBP oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP" antara lain:
Huruf c Yang dimaksud dengan "penetapan Pimpinan Instansi Pengelola PNBP atau Pejabat Kuasa Pengelola PNBP atas pengajuan keberatan PNBP" berupa persetujuan sebagian/seluruh atas keberatan yang diajukan oleh pemohon. Huruf d Yang dimaksud dengan "putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap" berupa timbulnya kewajiban negara untuk mengembalikan PNBP kepada Wajib Bayar berdasarkan putusan pengadilan. Huruf e Yang dimaksud dengan "hasil Pemeriksaan PNBP Instansi Pemeriksa" berupa adanya kelebihan pembayaran PNBP berdasarkan hasil Pemeriksaan PNBP Instansi Pemeriksa terhadap Wajib Bayar yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Ketetapan PNBP Lebih Bayar oleh Instansi Pengelola PNBP. Huruf f Yang dimaksud dengan "pelayanan yang tidak dapat dipenuhi oleh Instansi Pengelola PNBP dan/atau Mitra Instansi Pengelola PNBP secara sepihak" antara lain dapat berupa penghentian pelayanan karena:
Huruf g Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan" antara lain berupa:
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "diberikan secara langsung melalui pemindahbukuan" adalah pembayaran pengembalian dari rekening Kas Negara ke rekening penerima. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar" adalah izin usaha dicabut, dan/atau tidak melakukan transaksi pembayaran PNBP selama paling singkat 6 (enam) bulan berturut-turut, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang, atau pailit yang dibuktikan dengan putusan pengadilan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "tidak memiliki kewajiban PNBP sejenis secara berulang" adalah Wajib Bayar hanya melakukan transaksi PNBP untuk jenis PNBP yang sama tidak secara rutin. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar" meliputi:
Contoh kondisi bencana adalah Wajib Bayar mempunyai wilayah usaha yang terkena dampak gempa bumi sehingga tidak dapat beroperasional dalam beberapa bulan dan membutuhkan dana untuk membayar gaji karyawan. Contoh keadaan lain berdasarkan pertimbangan Instansi Pengelola PNBP antara lain Wajib Bayar mempunyai jenis usaha yang pada saat tertentu pengaturan ekspornya dilarang oleh Pemerintah, sehingga membutuhkan biaya operasional. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "tunggakan kewajiban kepada negara" antara lain tunggakan kewajiban PNBP, perpajakan, serta kepabeanan dan cukai. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "pertimbangan Menteri" antara lain mencakup ada atau tidaknya tunggakan kepada negara. Pemberian pertimbangan dapat dilakukan melalui sarana sistem informasi. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. | ||||||||||||||||||||||||||||