Tata Tertib Persidangan Pengadilan Pajak
(1) | Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. |
(2) | Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus Sengketa Pajak atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. |
(3) | Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus Sengketa Pajak sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. |
(1) | Banding atau Gugatan dapat diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau oleh Kuasa Hukumnya, dan dalam hal Pemohon Banding/Penggugat pailit oleh Pengampunya. |
(2) | Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sesuai ketentuan dalam Pasal 92 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 32 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007. |
(3) | Kuasa Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang pribadi yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. |
(4) | Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh 1 (satu) atau lebih Kuasa Hukum dengan Surat Kuasa Khusus. |
(5) | Kuasa Hukum yang mewakili Pemohon Banding/Penggugat di persidangan harus mendapat Surat Kuasa Khusus dari Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk setiap Sengketa Pajak. |
(6) | Surat Kuasa Khusus bagi Pemohon Banding/Penggugat adalah Surat Kuasa yang diberikan oleh Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(7) | Bagi Pegawai Negeri Sipil yang mewakili Terbanding/Tergugat, Surat Tugas yang ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang dipersamakan dengan Surat Kuasa Khusus. |
(1) | Sidang Pengadilan Pajak dilakukan di ibukota Negara dan apabila dipandang perlu dapat dilakukan di tempat lain. |
(2) | Tempat sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua. |
(1) | Persidangan dilaksanakan setelah adanya Penetapan Ketua tentang penetapan hari dan tanggal persidangan dan penunjukan Majelis/Hakim Tunggal, Panitera/Wakil Panitera/Panitera Pengganti (untuk selanjutnya disebut Panitera), untuk memeriksa dan memutus Sengketa Pajak yang telah ditetapkan disertai dengan Rencana Umum Sidang. |
(2) | Persidangan Pengadilan Pajak dilaksanakan setiap hari Senin sampai dengan hari Jumat kecuali hari libur. |
(3) | Persidangan dimulai pukul 09.00 WIB dan berakhir paling lambat pukul 16.00 WIB dengan istirahat pukul 12.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB. |
(4) | Waktu persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disesuaikan berdasarkan pertimbangan Majelis/Hakim Tunggal. |
(1) | Hakim Ketua, Hakim Anggota wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan salah seorang Hakim pada Majelis yang sama. |
(2) | Hakim Ketua, Hakim Anggota, Hakim Tunggal wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan Pemohon Banding atau Penggugat atau Kuasa Hukum. |
(3) | Hakim Ketua, Hakim Anggota, Hakim Tunggal wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila berkepentingan langsung atau tidak langsung atas suatu sengketa yang ditanganinya. |
(4) | Hakim wajib mematuhi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. |
(1) | Hakim Ketua, Hakim Anggota, Hakim Tunggal selama persidangan memakai Toga Hakim Pengadilan Pajak. |
(2) | Hakim Ketua/Hakim Anggota atau Hakim Tunggal meminta kepada Panitera daftar hadir para pihak yang bersengketa pada hari sidang dimaksud. |
(3) | Hakim Ketua/Hakim Anggota atau Hakim Tunggal menentukan urutan sidang sesuai daftar hadir. |
(4) | Urutan sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disesuaikan berdasarkan pertimbangan Majelis/Hakim Tunggal dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada para pihak yang terlampaui urutannya. |
(1) | Dalam persidangan Hakim memberikan kesempatan yang sama kepada para pihak yang bersengketa dan menjamin kesamaan kedudukan dalam hukum tanpa kecuali. |
(2) | Hakim tidak boleh terpengaruh atas perilaku, keadaan dan perkataan para pihak bersengketa yang ada hubungan langsung atau tidak langsung dengan sengketa yang diperiksa. |
(3) | Ruang lingkup pemeriksaan Hakim dalam persidangan mencakup kewenangan, ketentuan formal, dan keseluruhan yang disengketakan dengan selalu mengacu kepada ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan dan ketentuan lainnya yang terkait dengan sengketa yang diperiksa. |
(4) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan secara obyektif, berdasarkan fakta dan bukti serta penjelasan di dalam persidangan yang dapat diterima atau tidak dapat diterima berdasarkan pertimbangan keahlian/kemampuan teknis serta keyakinan Hakim yang terbebas dari pengaruh pandangan subyektif pihak-pihak yang berkepentingan. |
(1) | Panitera wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan salah seorang Hakim pada Majelis yang sama. |
(2) | Panitera wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan Pemohon Banding atau Penggugat atau Kuasa Hukum. |
(3) | Panitera wajib mengundurkan diri dari suatu persidangan apabila berkepentingan langsung atau tidak langsung atas suatu sengketa yang ditanganinya. |
(1) | Panitera dalam setiap persidangan berpakaian sipil lengkap warna hitam dengan kemeja warna putih. |
(2) | Panitera beserta staf telah ada di ruang sidang, sebelum Majelis/Hakim Tunggal memasuki ruang sidang. |
(1) | Terbanding/Tergugat dalam setiap persidangan berpakaian rapi dan sopan. |
(2) | Terbanding/Tergugat yang akan menghadiri persidangan, wajib mendaftarkan diri pada petugas pendaftaran. |
(3) | Terbanding/Tergugat yang akan menghadiri persidangan dipersilahkan oleh Panitera untuk memasuki ruang sidang dan duduk dengan tertib sesuai tempat duduk yang disediakan. |
(4) | Terbanding/Tergugat dalam persidangan berkewajiban untuk memelihara suasana persidangan yang tertib dan menghindari melakukan perbuatan dan/atau hal-hal yang akan mengganggu kelancaran, ketertiban dan keamanan persidangan. |
(1) | Pemohon Banding/Penggugat/Kuasa Hukum dalam setiap persidangan berpakaian rapi dan sopan. |
(2) | Pemohon Banding/Penggugat/Kuasa Hukum yang akan menghadiri persidangan, wajib mendaftarkan diri pada petugas pendaftaran. |
(3) | Kuasa Hukum yang mengikuti persidangan harus menunjukkan identitas, dan ijin Kuasa Hukum kecuali keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua, pegawai, atau pengampu. |
(4) | Pemohon Banding/Penggugat/Kuasa Hukum yang akan menghadiri persidangan dipersilahkan oleh Panitera untuk memasuki ruang sidang dan duduk dengan tertib sesuai tempat duduk yang disediakan. |
(5) | Pemohon Banding/Penggugat/Kuasa Hukum dalam persidangan berkewajiban untuk memelihara suasana persidangan yang tertib dan menghindari melakukan perbuatan dan/atau hal-hal yang akan mengganggu kelancaran, ketertiban dan keamanan persidangan. |
(1) | Hakim Ketua/Hakim Tunggal setiap memulai persidangan menyatakan sidang dibuka dan terbuka untuk umum dengan ditandai pengetukan palu. |
(2) | Pengetukan palu untuk membuka dan menutup persidangan adalah sebanyak 3 (tiga) kali. |
(3) | Pengetukan palu untuk memulai dan mengakhiri setiap persidangan dilakukan 1 (satu) kali. |
(4) | Pada setiap persidangan pertama, Hakim Ketua/Hakim Tunggal memerintahkan Panitera untuk membacakan Penetapan Ketua mengenai penunjukan Majelis/Hakim Tunggal dan Panitera yang ditetapkan untuk menyidangkan banding/gugatan. |
(5) | Panitera menyerahkan setiap berkas perkara banding/gugatan kepada Hakim Ketua/Hakim Tunggal untuk pemeriksaan sengketa yang bersangkutan. |
(6) | Untuk menjaga tertib pelaksanaan persidangan, Majelis/Hakim Tunggal dapat memerintahkan segala sesuatu untuk mendukung ketertiban, antara lain menonaktifkan telepon seluler. |
(7) | Majelis/Hakim Tunggal memberikan peringatan dan mengambil tindakan kepada yang mengganggu kelancaran, ketertiban dan keamanan persidangan. |
(1) | Guna melengkapi berkas perkara banding/gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Panitera dalam proses penyelesaian sengketa banding atau gugatan:
|
(2) | Berkas perkara banding/gugatan dan/atau penyelesaian sengketa banding/gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 angka 3 dan Pasal 19 ayat (1) yang siap untuk disidangkan, dilaporkan oleh Panitera/Sekretaris kepada Ketua. |
(1) | Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) Ketua menunjuk dan menetapkan Majelis/Hakim Tunggal dan Panitera untuk memeriksa dan memutus Sengketa Pajak yang bersangkutan. |
(2) | Berkas perkara banding/gugatan yang sudah siap untuk disidangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), diteruskan penyampaiannya oleh Ketua melalui Panitera kepada Majelis/Hakim Tunggal yang telah ditunjuk sesuai penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Dalam hal Majelis/Hakim Tunggal dan Panitera berhalangan untuk bersidang pada hari sidang yang telah ditetapkan, Panitera memberitahukan kepada Ketua untuk dibuatkan revisi penetapan mengenai penunjukan Majelis/Hakim Tunggal dan Panitera penggantinya. |
1) | Nomor Berkas Perkara, |
2) | Nama Pemohon Banding/Penggugat, |
3) | Jenis Pajak, |
4) | Tahun Pajak, |
5) | Tanggal jatuh tempo pemeriksaan banding/gugatan, |
6) | Jenis-jenis Pemeriksaan, |
7) | Sidang pertama kali atau tunda, |
(1) | Atas perintah Majelis/Hakim Tunggal, Panitera melakukan penelitian berkas perkara yang siap untuk disidangkan dan menyusun Risalah Sengketa Banding/Gugatan; |
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Lembar Penelitian Kelengkapan Berkas Perkara, yang sekurang-kurangnya mencantumkan :
|
(3) | Risalah Sengketa Banding/Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Panitera, dan Hakim Ketua setelah dibubuhi paraf sekurang-kurangnya seorang Hakim Anggota, atau oleh Panitera dan Hakim Tunggal. |
(1) | Dalam setiap pelaksanaan persidangan, atas perintah Hakim Ketua/ Hakim Tunggal :
|
(2) | Panggilan atau Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Panitera kepada para pihak yang bersangkutan sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan sidang. |
(3) | Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengikat apabila jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan Panitera. |
(4) | Dalam hal para pihak atau salah satu pihak hadir dalam persidangan, pemberitahuan hari dan tanggal sidang lanjutan yang ditetapkan oleh Hakim Ketua/Hakim Tunggal merupakan pemberitahuan persidangan bagi Pemohon Banding/Penggugat yang hadir dan merupakan panggilan bagi Terbanding/Tergugat yang hadir. |
(1) | Hakim Ketua/PIakim Tunggal atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa atau karena jabatan dapat memerintahkan saksi untuk hadir dan didengar keterangannya dalam persidangan. |
(2) | Saksi yang diperintahkan Hakim Ketua/Hakim Tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib datang dipersidangan dan tidak boleh diwakilkan. |
(3) | Saksi yang tidak datang, meskipun telah dipanggil dengan patut dan Majelis/Hakim Tunggal mempunyai alasan yang cukup untuk menyangka bahwa saksi sengaja tidak datang dan Majelis/Hakim Tunggal tidak dapat mengambil putusan tanpa keterangan dari saksi dimaksud, Hakim Ketua/Hakim Tunggal dapat meminta bantuan polisi untuk membawa saksi ke persidangan. |
(4) | Sebelum memberi keterangan, Saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya. |
(1) | Yang tidak boleh didengar keterangannya sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 adalah :
|
(2) | Apabila dipandang perlu, Hakim Ketua dapat meminta pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c untuk didengar keterangannya. |
(3) | Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menolak permintaan Hakim Ketua untuk memberikan keterangan. |
(1) | Hakim Ketua/Hakim Tunggal atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya, dapat menunjuk seseorang atau beberapa orang ahli. |
(2) | Seorang ahli dalam persidangan harus memberikan keterangan baik tertulis maupun lisan yang dikuatkan dengan sumpah atau janji mengenai hal sebenarnya menurut pengalaman dan pengetahuannya. |
(1) | Apabila Pemohon Banding atau Penggugat atau saksi tidak paham Bahasa Indonesia, Hakim Ketua/Hakim Tunggal menunjuk ahli alih bahasa. |
(2) | Sebelum melaksanakan tugas mengalihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia atau sebaliknya, ahli alih bahasa dimaksud diambil sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya. |
(1) | Biaya pemanggilan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 atau pemanggilan ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, atau pemanggilan ahli alih bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, sepenuhnya menjadi tanggungan pihak yang menghendaki kehadirannya dalam persidangan. |
(2) | Dalam hal kehadiran saksi, ahli, atau ahli alih bahasa dalam masa persidangan atas permintaan Hakim karena jabatannya, biaya pemanggilannya dibebankan pada anggaran Pengadilan Pajak. |
(1) | Pemeriksaan sengketa pada Pengadilan Pajak dilakukan dengan :
|
(2) | Pemeriksaan dengan acara cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan terhadap sengketa atau hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. |
(1) | Majelis/Hakim Tunggal dalam mengatur jalannya pemeriksaan berlandaskan pada prinsip cepat, murah, dan sederhana. |
(2) | Putusan Majelis untuk pemeriksaan dengan acara biasa harus dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. |
(3) | Putusan Majelis/Hakim Tunggal untuk pemeriksaan dengan acara cepat harus dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. |
(4) | Dalam hal pemeriksaan dengan acara cepat yang telah memenuhi ketentuan formal segera diterbitkan penetapan pengalihan pemeriksaan dengan acara biasa. |
(1) | Pelaksanaan persidangan diawali dengan klarifikasi atas kebenaran surat permohonan Banding/Gugatan, dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap pemenuhan ketentuan formal dan diakhiri dengan pemeriksaan terhadap materi yang disengketakan. |
(2) | Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Majelis melakukan pemeriksaan mengenai kelengkapan dan/atau kejelasan Banding/ Gugatan. |
(3) | Apabila Banding/Gugatan tidak jelas sepanjang bukan merupakan persyaratan Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), dan ayat (4) dan Pasal 40 ayat (1) dan/atau ayat (6), Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, kelengkapan dan/atau kejelasan dimaksud dapat diberikan dalam persidangan. |
(4) | Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap materi yang disengketakan, Hakim Ketua menjelaskan masalah yang disengketakan kepada pihak-pihak yang bersengketa. |
(1) | Terhadap banding dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak. |
(2) | Banding yang dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihapus dari daftar sengketa dengan :
|
(3) | Banding yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat diajukan kembali. |
(4) | Panitera Pengadilan Pajak mengirimkan salinan Penetapan Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan/atau salinan putusan Majelis/Hakim Tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Penetapan dan/atau tanggal Putusan. |
(1) | Terhadap gugatan dapat diajukan surat pernyataan pencabutan kepada Pengadilan Pajak. |
(2) | Gugatan yang dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihapus dari daftar sengketa dengan :
|
(3) | Gugatan yang telah dicabut melalui penetapan atau putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat diajukan kembali. |
(4) | Panitera Pengadilan Pajak mengirimkan salinan Penetapan Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan/atau salinan putusan Majelis/Hakim Tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Penetapan dan/atau tanggal Putusan. |
(1) | Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait serta berdasarkan keyakinan Hakim. |
(2) | Putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan Berita Acara Sidang. |
(3) | Putusan atas Sengketa Pajak dengan pemeriksaan acara cepat yang dilakukan oleh Hakim Tunggal ditetapkan oleh Hakim Tunggal. |
(4) | Putusan Majelis diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia yang dipimpin Hakim Ketua dan apabila dalam sidang permusyawaratan tidak dicapai mufakat bulat, Putusan diambil dengan suara terbanyak. |
(5) | Hasil musyawarah Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan oleh Panitera dalam Ikhtisar Rapat Permusyawaratan yang menjadi pedoman pembuatan rancangan putusan sesuai dengan bentuk sebagaimana diatur dalam Pasal 84 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. |
(6) | Pendapat Hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan. |
(7) | Rancangan putusan disampaikan oleh Panitera kepada Hakim Ketua dan Hakim Anggota atau Hakim Tunggal untuk penyempurnaan lebih lanjut dan diminta paraf persetujuannya. |
(8) | Berdasarkan rancangan putusan yang telah dibubuhi paraf persetujuan Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Panitera membuat putusan Pengadilan Pajak yang siap untuk diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. |
(1) | Pengucapan putusan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum yang dinyatakan oleh Hakim Ketua/Hakim Tunggal pada saat membuka sidang dengan ditandai pengetukan palu. |
(2) | Hakim Ketua/Hakim Tunggal dalam mengucapkan putusan dapat meminta persetujuan para pihak untuk membaca putusan tidak secara keseluruhan. |
(3) | Pada setiap putusan yang telah diucapkan ditandai dengan pernyataan Hakim Ketua/Hakim Tunggal yang berbunyi sebagai berikut : "dengan diucapkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor..., tanggal..., atas nama Pemohon Banding/Penggugat..., maka sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dan Pasal 83 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, putusan tersebut telah sah dan mempunyai kekuatan hukum tetap" dan ditandai pengetukan palu. |
(4) | Hakim yang memutus sengketa dan Hakim yang mengucapkan putusan harus menandatangani putusan. |
(5) | Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal yang menyidangkan berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani oleh Ketua dengan menyatakan alasan berhalangannya.? |
(6) | Apabila Hakim Anggota berhalangan menandatangani, putusan ditandatangani oleh Hakim Ketua dengan menyatakan alasan berhalangannya. |
(7) | Sidang pengucapan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberitahukan oleh Panitera mengenai hari dan tanggal pelaksanaannya kepada para pihak yang bersengketa sebelum hari dan tanggal pengucapan. |
(8) | Putusan yang telah diucapkan diproses lebih lanjut sesuai dengan Tata Kerja Kesekretariatan. |
(1) | Apabila selama proses banding/gugatan, Pemohon Banding/Penggugat meninggal dunia, banding/gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal Pemohon Banding/Penggugat pailit. |
(2) | Apabila selama proses banding/gugatan, Pemohon Banding/Penggugat yang melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha atau likuidasi, permohonan banding/gugatan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha atau likuidasi dimaksud. |