Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
(1) | Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak di Unit Pelaksana Pemeriksaan,yaitu Kantor Pelayanan Pajak atau Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan. |
(2) | Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bertindak sebagai Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili atau Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi sesuai dengan wilayah kerjanya. |
(3) | Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili. |
(1) | Dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) bertindak sebagai Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili, Unit Pelaksana Pemeriksaan tersebut dapat melakukan Pemeriksaan Lapangan atas satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. |
(2) | Dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) bertindak sebagai Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi, Unit Pelaksana Pemeriksaan tersebut dapat melakukan Pemeriksaan Lapangan atas satu atau beberapa jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. |
(3) | Dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili melakukan Pemeriksaan Lapangan atas seluruh jenis pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili tersebut dapat melakukan Pemeriksaan Lapangan di lokasi usaha atau tempat kegiatan usaha atau tempat pekerjaan bebas Wajib Pajak atau dapat melakukan permintaan Pemeriksaan kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi sesuai dengan wilayah kerjanya. |
(1) | Pemeriksaan Lapangan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal diperlukan, Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat merupakan tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Pemeriksa Pajak. |
(3) | Susunan tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau beberapa anggota tim. |
(4) | Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh seorang atau lebih pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang bukan Pemeriksa Pajak tetapi memiliki kemampuan tertentu, misalnya kemampuan di bidang teknologi informasi. |
(5) | Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dibantu oleh seorang atau lebih tenaga ahli yang memiliki keahlian tertentu seperti penerjemah bahasa atau ahli di bidang teknologi informasi yang berasal dari luar Direktorat Jenderal Pajak, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak bukan sebagai Pemeriksa Pajak. |
(6) | Pegawai Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertugas berdasarkan Surat Tugas Membantu Pelaksanaan Pemeriksaan yang diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | Surat Perintah Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak. |
(2) | Pemeriksa Pajak wajib memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak yang diperiksa. |
(1) | Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak diubah, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan tidak perlu memperbarui Surat Perintah Pemeriksaan tetapi harus menerbitkan Surat Tugas. |
(2) | Dalam hal perubahan susunan tim Pemeriksa Pajak disebabkan pengalihan pelaksanaan Pemeriksaan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan yang lain, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan baru harus menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan sebelum melanjutkan pelaksanaan Pemeriksaan. |
(3) | Pemeriksa Pajak wajib memperlihatkan Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat Perintah Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Wajib Pajak. |
(1) | Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai akan dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan. | ||||||||
(2) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Perintah Pemeriksaan. | ||||||||
(3) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal Surat Perintah Pemeriksaan. | ||||||||
(4) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan atau disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. | ||||||||
(5) | Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dapat disampaikan kepada:
|
(1) | Pemeriksa Pajak dalam pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan wajib melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak untuk menjelaskan:
|
(2) | Dalam hal Wajib Pajak tidak berada di tempat, pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5). |
(3) | Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan setelah Pemeriksa Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan. |
(4) | Setelah melakukan pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Pertemuan Dengan Wajib Pajak yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, atau oleh tim Pemeriksa Pajak dan pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5). |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak atau pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) menolak menandatangani Berita Acara Pertemuan Dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan tersebut pada Berita Acara Pertemuan Dengan Wajib Pajak. |
(6) | Dalam hal Pemeriksa Pajak telah menandatangani Berita Acara Pertemuan Dengan Wajib Pajak dan telah membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan berita acara, pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dianggap telah dilaksanakan. |
(1) | Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Sural Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Apabila Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui faksimili, pos, atau jasa pengiriman lainnya, jangka waktu Pemeriksaan Lapangan dihitung sejak tanggal dikirim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 40 Undang-Undang KUP. |
(3) | Dengan alasan tertentu, jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan. |
(4) | Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yaitu:
|
(5) | Apabila dalam Pemeriksaan Lapangan ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama, perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling banyak 5 (lima) kali sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian, dan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan menjadi paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. |
(1) | Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), Pemeriksa Pajak harus mengajukan permohonan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan sebelum jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berakhir. |
(2) | Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dapat menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ). |
(3) | Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus menyampaikan persetujuan atau penolakan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan kepada Pemeriksa Pajak sebelum jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berakhir. |
(4) | Apabila dilakukan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus memberitahukan perpanjangan jangka waktu tersebut kepada Wajib Pajak dengan rnenyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan sebelum jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berakhir. |
(5) | Apabila perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan dilakukan karena ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), prosedur perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) harus dilakukan setiap kali akan dilakukan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebelum jangka waktu perpanjangan yang telah disetujui sebelumnya berakhir. |
(1) | Apabila permohonan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) ditolak oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berakhir, Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan. |
(2) | Apabila permohonan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) disetujui oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dan jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) atau Pasal 10 ayat (5) berakhir, Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan Lapangan dilakukan sehubungan dengan Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Pasal 10 ayat (3), atau Pasal 10 ayat (5) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan tersebut. |
(1) | Penghentian Pemeriksaan Lapangan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dilakukan dalam hal:
| ||||||||||||||
(2) | Yang dimaksud dengan tidak ditemukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah apabila Wajib Pajak atau pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) tidak ditemukan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan yang dihitung sejak Pemeriksa Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3). | ||||||||||||||
(3) | Pemeriksaan Lapangan yang dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan kembali apabila di kemudian hari Wajib Pajak ditemukan. |
(1) | Pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b dilakukan dalam hal:
|
(2) | Yang dimaksud dengan tidak ditemukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah apabila Wajib Pajak atau pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) tidak ditemukan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan yang dihitung sejak Pemeriksa Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3). |
(3) | Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atas Pemeriksaan yang belum dapat diselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dan melanjutkan tahapan Pemeriksaan Lapangan sampai dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(4) | Apabila Pemeriksa Pajak telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu kurang dari 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Pemeriksa Pajak harus melanjutkan tahapan Pemeriksaan sampai dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(1) | Buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak, dipinjam pada saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen. |
(2) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan belum diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan, dan Dokumen yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan. |
(3) | Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain dari Wajib Pajak yang berkaitan dengan pemenuhan Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak harus membuat Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen. |
(4) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak harus membuat Surat Pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada tim Pemeriksa Pajak adalah sesuai dengan aslinya. |
(5) | Dalam hal untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Pajak:
|
(1) | Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan:
|
(2) | Setiap Surat Peringatan yang disampaikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan, dan Dokumen yang Belum Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan. |
(3) | Apabila setelah 1 (satu) bulan sejak tanggal penyampaian Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Wajib Pajak tetap tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen disertai rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yang wajib dipinjamkan namun belum diserahkan. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak telah meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Pemenuhan Seluruh Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta berdasarkan Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak berdasarkan bukti kompeten yang cukup sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak, Pemeriksa Pajak harus menguraikan alasan dan pertimbangannya dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan Lapangan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penghasilan kena pajak dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
(4) | Dalam hal Pemeriksaan Lapangan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan dan Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang KUP, Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak tidak berada di tempat pada saat dilakukan Pemeriksaan Lapangan:
|
(2) | Dalam hal dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan untuk keperluan pengamanan, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan sebelum melakukan penundaan. |
(3) | Pemeriksaan Lapangan yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilanjutkan Pemeriksaannya apabila:
|
(4) | Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Pemeriksa Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Wajib Pajak wakil atau kuasa dari Wajib Pajak tetap tidak berada ditempat, dan tidak ada pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) huruf b yang dapat mewakili Wajib Pajak,Wajib Pajak dianggap menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Lapangan. |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak dianggap menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Wajib Pajak Tidak Berada di Tempat yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. |
(6) | Dalam hal pihak yang diminta untuk mewakili Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b menolak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan Lapangan, pihak tersebut harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan. |
(7) | Dalam hal pihak yang diminta untuk mewakili Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b menolak untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. |
(1) | Untuk memperoleh penjelasan/keterangan yang lebih rinci, Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dapat memanggil Wajib Pajak dengan menggunakan Surat Panggilan Untuk Memberikan Keterangan. |
(2) | Penjelasan/keterangan Wajib Pajak yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila dipandang perlu dapat dituangkan dalam Berita Acara Pemberian Keterangan Wajib Pajak. |
(1) | Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan Lapangan yang sedang dilakukan terhadap Wajib Pajak kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP secara tertulis, dengan menggunakan Surat Permintaan Keterangan atau Bukti. |
(2) | Pihak ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya Surat Permintaan Keterangan atau Bukti atau surat izin dari pihak yang berwenang. |
(3) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan I. |
(4) | Apabila Surat Peringatan I tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan II. |
(5) | Apabila Surat Peringatan II juga tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak Ketiga yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. |
(6) | Apabila permintaan keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi berdasarkan Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak Ketiga, pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP dapat dipidana sesuai ketentuan Pasal 41A Undang-Undang KUP. |
(1) | Hasil Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan Daftar Temuan Pemeriksaan, dan kepada Wajib Pajak diberikan hak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Daftar Temuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara langsung oleh Pemeriksa Pajak atau melalui kurir. |
(3) | Dalam hal penyampaian secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap tidak efisien, Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Daftar Temuan Pemeriksaan dapat dikirimkan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(4) | Dalam hal Sural Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Wajib Pajak tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dapat disampaikan kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5). |
(5) | Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Daftar Temuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan 1(satu) kali. |
(1) | Dalam hal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan disampaikan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dan Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. |
(1) | Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dalam bentuk:
|
(2) | Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak. |
(3) | Yang dimaksud dengan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah tanggal diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 41 Undang-Undang KUP. |
(4) | Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir. |
(5) | Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian Tanggapan Hasil Pemeriksaan sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir. |
(6) | Wajib Pajak dianggap tidak menyampaikan tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila:
|
(7) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, atau dianggap tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Tidak Disampaikannya Tanggapan Tertulis Atas Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. |
(1) | Dalam rangka melaksanakan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1 ), kepada Wajib Pajak harus disampaikan Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
|
(3) | Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara langsung oleh Pemeriksa Pajak atau melalui kurir. |
(4) | Dalam hal penyampaian secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dianggap tidak efisien, Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dapat dikirimkan melalui faksimili, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(5) | Dalam hal Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan disampaikan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Wajib Pajak tidak berada di tempat, undangan tersebut dapat disampaikan kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5). |
(1) | Dalam hal Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan disampaikan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dan Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menerima undangan tersebut, Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Menerima Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Menerima Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Menerima Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. |
(1) | Apabila Wajib Pajak:
|
(2) | Berdasarkan Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan lhtisar Hasil Pembahasan Akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. |
(1) | Apabila Wajib Pajak:
|
(2) | Berdasarkan Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak Dalam Rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat:
|
(3) | Dalam hal Pemeriksa Pajak telah menandatangani Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak Dalam Rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilakukan. |
(1) | Apabila Wajib Pajak:
|
(2) | Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai pada hari dan tanggal yang tercantum dalam Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1). |
(3) | Berdasarkan hasil Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Risalah Pembahasan,yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. |
(4) | Dalam hal masih terdapat perbedaan pendapat dalam Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, Risalah Pembahasan tersebut digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani:
|
(1) | Apabila Wajib Pajak:
|
(2) | Berdasarkan Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak Dalam Rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat:
|
(3) | Dalam hal tim Pemeriksa Pajak telah menandatangani Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak Dalam Rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilakukan. |
(1) | Apabila Wajib Pajak:
|
(2) | Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai pada hari dan tanggal yang tercantum dalam Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1). |
(3) | Berdasarkan hasil Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Risalah Pembahasan, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. |
(4) | Dalam hal masih terdapat perbedaan pendapat dalam Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, Risalah Pembahasan tersebut digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani:
|
(1) | Apabila Wajib Pajak:
|
(2) | Berdasarkan Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak Dalam Rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemeriksa Pajak membuat:
|
(3) | Dalam hal tim Pemeriksa Pajak telah menandatangani Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak Dalam Rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilakukan. |
(1) | Dalam hal masih terdapat perbedaan pendapat dalam Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) atau Pasal 34 ayat (3), Wajib Pajak dapat mengajukan Surat Permohonan Pembahasan Dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, kepada:
|
(2) | Wajib Pajak dapat mengajukan Surat Permohonan Pembahasan Dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila:
|
(3) | Surat Permohonan Pembahasan Dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lambat pada hari kerja berikutnya sejak penandatanganan Risalah Pembahasan. |
(4) | Wajib Pajak harus mencantumkan nomor telepon atau nomor faksimili dalam Surat Permohonan Pembahasan Dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Berdasarkan surat permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1 ), Tim Quality Assurance Pemeriksaan melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan harus mengundang Wajib Pajak untuk melakukan pembahasan atas perbedaan pendapat dalam Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) atau Pasal 34 ayat (3), dengan menyampaikan Undangan Untuk Menghadiri Pembahasan Dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan. |
(2) | Undangan Untuk Menghadiri Pembahasan Dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung, melalui kurir, faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(1) | Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan Wajib Pajak, |
(2) | Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah harus mulai dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya Surat Permohonan Pembahasan Dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1 ), |
(3) | Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak dimulainya pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam Undangan Untuk Menghadiri Pembahasan Dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1), pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus tetap dilakukan oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak. |
(1) | Susunan Tim Quality Assurance Pemeriksaan terdiri dari seorang ketua, seorang sekretaris, dan 3 (tiga) orang anggota. |
(2) | Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang melakukan pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1 ), sekurang-kurangnya diwakili oleh ketua, sekretaris, dan 1 (satu) anggota. |
(3) | Tim Pemeriksa Pajak yang melakukan pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), sekurang-kurangnya diwakili oleh 1 (satu) orang dari tim Pemeriksa Pajak. |
(1) | Hasil pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus dituangkan dalam Risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan:
|
(3) | Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam Undangan Untuk Menghadiri Pembahasan Dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1):
|
(4) | Dalam hal Tim Quality Assurance Pemeriksaan telah menandatangani Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak Dalam Pembahasan Dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dianggap telah dilakukan. |
(5) | Risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) atau Pasal 34 ayat (3), digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai dasar membuat Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir untuk ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak. |
(1) | Dalam rangka menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf b, Pasal 33 ayat (2) huruf b, Pasal 35 ayat (2) huruf b, Pasal 40 ayat (5), atau Pasal 41, Pemeriksa Pajak harus memanggil Wajib Pajak dengan mengirimkan Surat Panggilan Untuk Menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Surat Panggilan Untuk Menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara langsung oleh Pemeriksa Pajak atau melalui kurir. |
(3) | Dalam hal penyampaian secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap tidak efisien, Surat Panggilan Untuk Menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dapat dikirimkan melalui faksimili, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukli pengiriman. |
(4) | Dalam hal Surat Panggilan Untuk Menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak tidak berada di tempat, surat panggilan tersebut dapat disampaikan kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5). |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, Surat Panggilan Untuk Menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan pada saat penandatanganan Risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan. |
(1) | Dalam hal Surat Panggilan Untuk Menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menerima surat panggilan tersebut Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Menerima Surat Panggilan Untuk Menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Menerima Surat Panggilan Untuk Menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Menerima Surat Panggilan Untuk Menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. |
(1) | Wajib Pajak harus memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak Surat Panggilan Untuk Menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak. |
(2) | Yang dimaksud dengan surat panggilan diterirna oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal diterirna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 41 Undang-Undang KUP. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada dalam Pasal 42 ayat (1 ), namun menolak menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan/atau Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan/atau Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada dalam Pasal 42 ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat catatan pada Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan mengenai tidak dipenuhinya panggilan. |
a. | dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, tetapi:
| ||||
b. | dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan tidak menyampaikan tanggapan tertulis atau dianggap tidak menyampaikan tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1 ), pajak terutang dihitung berdasarkan Sural Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang telah disampaikan kepada Wajib Pajak dan Wajib Pajak dianggap menyetujui hasil Pemeriksaan. |
(1) | Setiap prosedur Pemeriksaan Lapangan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan serta simpulan yang diambil sehubungan dengan fakta dan data yang ditemukan dalamPemeriksaan, harus dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. |
(2) | Laporan Hasil Pemeriksaan harus disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang telah ditelaah oleh supervisor. |
(3) | Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat Nota Penghitungan. |
(1) | Hasil Pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan Lapangan yang dilaksanakan tanpa:
|
(2) | Dalam hal hasil Pemeriksaan Lapangan atau surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan Lapangan dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pemeriksaan Lapangan harus dilanjutkan dengan melakukan prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau PembahasanAkhir Hasil Pemeriksaan. |
(3) | Untuk melanjutkan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(4) | Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan, penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan setelah diterbitkan Surat Tugas kepada Pemeriksa Pajak yang ditunjuk. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP, sepanjang Pemeriksa Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Laporan tersendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dilampiri dengan:
|
(3) | Untuk membuktikan kebenaran pengungkapan dalam laporan tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksaan Lapangan tetap dilanjutkan. |
(4) | Pengungkapan ketidakbenaran dalam laporan tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Pemeriksa Pajak diperlakukan sebagai tambahan informasi atau data dan menjadi bahan pertimbangan bagi tim Pemeriksa Pajak sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. |
(5) | Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran dalam laporan tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencerminkan keadaan yang sebenarnya sesuai dengan hasil Pemeriksaan, pelunasan pajak yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. |
(6) | Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran dalam laporan tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, pelunasan pajak yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. |
(7) | Terhadap Surat Pernberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(8) | Pelunasan pajak yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat diperhitungkan sebagai pembayaran atas surat ketetapan pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak. |
(1) | Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan apabila:
|
(2) | Dalam hal Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. |
(3) | Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui oleh pejabat yang berwenang dan Pemeriksaan Lapangan yang disetujui tersebut bukan merupakan Pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b. |
(4) | Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui oleh pejabat yang berwenang dan Pemeriksaan yang disetujui tersebut terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, penyelesaian Pemeriksaan Lapangan ditangguhkan sampai dengan:
|
(5) | Pemeriksa Pajak dalam rangka penangguhan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus membuat laporan kemajuan pemeriksaan. |
(1) | Penghentian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) atau penangguhan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (4) dilakukan sebelum penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan dan harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penghentian/Penangguhan Pemeriksaan Yang Ditingkatkan ke Pemeriksaan Bukti Perrnulaan. |
(2) | Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Pada saat pemberitahuan penghentian atau penangguhan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang dipinjam dari Wajib Pajak dengan menggunakan Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan dan Dokumen. |
(1) | Pemeriksaan Lapangan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (4) dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila:
|
(2) | Pemeriksaan Lapangan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (4) dihentikan dan dibuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c apabila:
|
(3) | Dalam hal Pemeriksaan Lapangan dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus meminjamkan kembali buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang telah dikembalikan oleh Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3). |
(4) | Dalam hal Pemeriksaan Lapangan dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), ayat (3), atau ayat (5), diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan. |
(5) | Dalam hal Pemeriksaan Lapangan dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penghentian Pemeriksaan tersebut harus diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penghentian Pemeriksaan. |
(1) | Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak di Unit Pelaksana Pemeriksaan,yaitu Kantor Pelayanan Pajak atau Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan. |
(2) | Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bertindak sebagai Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili atau Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi sesuai dengan wilayah kerjanya. |
(3) | Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili. |
(1) | Dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) bertindak sebagai Unit Pelaksana Pemeriksaan Domisili, Unit Pelaksana Pemeriksaan tersebut dapat melakukan Pemeriksaan Kantor atas satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. |
(2) | Dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) bertindak sebagai Unit Pelaksana Pemeriksaan Lokasi, Unit Pelaksana Pemeriksaan tersebut dapat melakukan Pemeriksaan Kantor atas satu atau beberapa Masa Pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. |
(1) | Pemeriksaan Kantor dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan. |
(2) | Susunan tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau beberapa anggota tim. |
(3) | Surat Perintah Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak. |
(4) | Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh seorang atau lebih pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang bukan Pemeriksa Pajak tetapi memiliki kemampuan tertentu, misalnya kemampuan di bidang teknologi informasi. |
(5) | Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dibantu oleh seorang atau lebih tenaga ahli yang memiliki keahlian tertentu seperti penerjemah bahasa atau ahli di bidang teknologi informasi, yang berasal dari luar Direktorat Jenderal Pajak, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak bukan sebagai Pemeriksa Pajak. |
(6) | Pegawai Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertugas berdasarkan Surat Tugas Membantu Pelaksanaan Pemeriksaan yang diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan tidak perlu memperbarui Surat Perintah Pemeriksaan tetapi harus menerbitkan Surat Tugas. |
(2) | Dalam hal perubahan susunan tim Pemeriksa Pajak disebabkan pengalihan pelaksanaan Pemeriksaan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan yang lain, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan baru harus menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan sebelum melanjutkan pelaksanaan Pemeriksaan. |
(1) | Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, memanggil Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan Kantor dengan menggunakan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan dan Dokumen Yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan. |
(2) | Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikirimkan kepada Wajib Pajak paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal Surat Perintah Pemeriksaan. |
(3) | Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan hari, tanggal, dan tempat yang tercantum dalam Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak:
|
(2) | Dalam hal Wajib Pajak atau pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak harus melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak atau dengan pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) untuk menjelaskan:
|
(3) | Setelah melakukan pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Pertemuan Dengan Wajib Pajak yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, atau tim Pemeriksa Pajak dan pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5). |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak atau pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) menolak menandatangani Berita Acara Pertemuan Dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan tersebut pada Berita Acara Pertemuan Dengan Wajib Pajak. |
(5) | Dalam hal tim Pemeriksa Pajak telah menandatangani Berita Acara Pertemuan Dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan telah membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap telah dilaksanakan. |
(1) | Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Dengan alasan tertentu, jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan. |
(3) | Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu:
|
(4) | Apabila dalam Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan. |
(1) | Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2), Pemeriksa Pajak harus mengajukan permohonan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan sebelum jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) berakhir. |
(2) | Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dapat menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Kepala Unit Pelaksanaan Pemeriksaan harus menyampaikan persetujuan atau penolakan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor kepada Pemeriksa Pajak sebelum jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) berakhir. |
(4) | Apabila dilakukan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus memberitahukan perpanjangan jangka waktu tersebut kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan sebelum berakhirnya jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) berakhir. |
(1) | Apabila permohonan perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) ditolak oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, Pemeriksaan Kantor harus diselesaikan. |
(2) | Apabila perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) berakhir, Pemeriksaan Kantor harus diselesaikan. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan Kantor dilakukan sehubungan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) atau Pasal 63 ayat (2) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. |
(1) | Penghentian Pemeriksaan Kantor dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf a dilakukan dalam hal:
| ||||||||||||||
(2) | Penghentian Pemeriksaan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir dengan alasan sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dalam hal Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) dikembalikan oleh pihak pos atau jasa pengiriman lainnya karena Wajib Pajak tidak ditemukan. | ||||||||||||||
(3) | Pemeriksaan Kantor yang dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan kembali apabila di kemudian hari Wajib Pajak ditemukan. |
(1) | Pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf b dilakukan dalam hal:
|
(2) | Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atas Pemeriksaan yang belum dapat diselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2), dan melanjutkan tahapan Pemeriksaan Kantor sampai dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(3) | Apabila Pemeriksa Pajak telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu kurang dari 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya perpanjangan jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2), tim Pemeriksa Pajak harus melanjutkan tahapan Pemeriksaan sampai dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan. |
(1) | Wajib Pajak dalam rangka memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor harus membawa buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain sesuai dengan Daftar Buku, Catatan dan Dokumen Yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1 ). |
(2) | Terhadap buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang dibawa pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen. |
(3) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak yang diperiksa harus membuat Surat Pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak adalah sesuai dengan aslinya. |
(1) | Pemeriksa Pajak dapat membuat Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan, dan Dokumen yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan, dalam hal masih terdapat buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan tetapi belum terdapat dalam lampiran Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1 ). |
(2) | Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain dari Wajib Pajak yang berkaitan dengan pemenuhan Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak harus membuat Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan:
|
(2) | Setiap Surat Peringatan yang disampaikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan, Dokumen yang Belum Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan. |
(3) | Apabila setelah 1 (satu) bulan sejak Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan atau Surat Permintaan Peminjaman Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen dikirim, Wajib Pajak tetap tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik, atau tidak memberikan keterangan yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen disertai rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yang wajib dipinjamkan namun belum diberikan. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak telah meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik, serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Pemenuhan Seluruh Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik, atau tidak memberikan keterangan yang diminta berdasarkan Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3), tim Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak berdasarkan bukti kompeten yang cukup sesuai dengan standar pelaksanaan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal tim Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak yang disebabkan keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tim Pemeriksa Pajak harus menguraikan alasan dan pertimbangannya dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan tim Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penghasilan kena pajak dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
(4) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan dan tim Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim Pemeriksa Pajak mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1 ), namun menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, Wajib Pajak harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak. |
(3) | Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak, Wajib Pajak sama sekali tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak dianggap menolak untuk diperiksa dan Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Panggilan Pemeriksaan Oleh Wajib Pajak. |
(4) | Yang dimaksud dengan tanggal diterima oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 41 Undang-Undang KUP. |
(5) | Wajib Pajak dianggap menolak untuk diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) tidak dikembalikan oleh pihak pos atau jasa pengiriman lainnya. |
(6) | Pemeriksa Pajak berdasarkan:
|
(1) | Dalam rangka pelaksanaan Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak dapat meminta penjelasan yang lebih rinci dari Wajib Pajak atau meminta keterangan dan/atau bukti kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP. |
(2) | Permintaan penjelasan yang lebih rinci dari Wajib Pajak dan/atau keterangan dari pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim Pemeriksa Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 dan Pasal 24. |
(1) | Hasil Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak dan Wajib Pajak diberikan hak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Pemberitahuan hasil Pemeriksaan dan pemberian hak hadir kepada Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 48. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir karena Pemeriksaannya ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan, ketentuan mengenai penyampaian pemberitahuan hasil Pemeriksaan dan pemberian hak hadir kepada Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku. |
(1) | Setiap prosedur Pemeriksaan Kantor yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan serta simpulan yang diambil sehubungan dengan fakta dan data yang ditemukan dalam pemeriksaan, harus dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. |
(2) | Laporan Hasil Pemeriksaan harus disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang telah ditelaah oleh supervisor. |
(3) | Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan oleh tim Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat Nota Penghitungan. |
(1) | Hasil Pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan Kantor yang dilaksanakan tanpa:
|
(2) | Dalam hal hasil Pemeriksaan Kantor atau surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan Kantor dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pemeriksaan Kantor harus dilanjutkan dengan melakukan prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. |
(3) | Untuk melanjutkan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(4) | Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan, penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan setelah diterbitkan Surat Tugas kepada Pemeriksa Pajak yang ditunjuk. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP, sepanjang tim Pemeriksa Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. |
(2) | Tindak lanjut proses Pemeriksaan Kantor atas pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 53. |
(1) | Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan apabila:
|
(2) | Dalam hal Pemeriksaan Kantor yang dilakukan merupakan Pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. |
(3) | Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui oleh pejabat yang berwenang dan Pemeriksaan Kantor yang disetujui tersebut bukan merupakan Pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, pelaksanaan Pemeriksaan dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf b. |
(4) | Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui oleh pejabat yang berwenang dan Pemeriksaan Kantor yang disetujui tersebut terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, penyelesaian Pemeriksaan ditangguhkan sampai dengan:
|
(5) | Tim Pemeriksa Pajak dalam rangka penanguhan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus membuat laporan kemajuan pemeriksaan. |
(1) | Penghentian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) atau penangguhan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (4) dilakukan sebelum penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan dan harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penghentian/Penangguhan Pemeriksaan Yang Ditingkatkan Ke Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(3) | Pada saat pemberitahuan penghentian atau penangguhan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang dipinjam dari Wajib Pajak dengan menggunakan Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan dan Dokurnen. |
(1) | Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (4) dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila:
|
(2) | Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (4) dihentikan dan dibuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf c, apabila:
|
(3) | Dalam hal Pemeriksaan Lapangan dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus meminjamkan kembali buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang telah dikembalikan oleh Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (3). |
(4) | Dalam hal Pemeriksaan Kantor dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), atau ayat (2), diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan. |
(5) | Dalam hal Pemeriksaan Kantor dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penghentian Pemeriksaan tersebut harus diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Penghentian Pemeriksaan. |
(1) | Dalam rangka meningkatkan kualitas dan akuntabilitas Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan Formulir Kuesioner kepada Wajib Pajak yang diperiksa. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan Lapangan, penyampaian Formulir Kuesioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan bersamaan dengan pertemuan dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau ayat (2). |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan Kantor penyampaian Formulir Kuesioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan bersamaan dengan pertemuan dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2). |
(4) | Pada saat penyampaian Formulir Kuesioner Pemeriksaan, Tim Pemeriksa Pajak harus menjelaskan kepada Wajib Pajak mengenai Kuesioner Pemeriksaan. |
(1) | Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak harus melakukan pengawasan atas penyampaian Formulir Kuesioner Pemeriksaan. |
(2) | Formulir Kuesioner Pemeriksaan yang telah dikembalikan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, digunakan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak sebagai bahan untuk melakukan evaluasi atas kepuasan Wajib Pajak terhadap pelaksanaan Pemeriksaan. |