Tata Cara Pemberian Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi untuk Tahun Anggaran 2011
1. | Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah yang selanjutnya disingkat dengan PPNDTP adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang atas impor barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi serta kegiatan usaha eksplorasi panas bumi oleh pengusaha di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi atau pengusaha di bidang kegiatan usaha panas bumi yang ditanggung oleh Pemerintah dengan pagu anggaran sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2011 beserta perubahannya. |
2. | Pengusaha adalah pengusaha di bidang hulu migas yang mengikat kontrak kerjasama dengan Pemerintah Republik Indonesia setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan pengusaha di bidang panas bumi yang telah mengikat kontrak dengan Pemerintah Republik Indonesia atau mendapat Izin Usaha Pertambangan panas bumi setelah tanggal 31 Desember 1994, atau pengusaha di bidang panas bumi yang mendapat penugasan untuk melakukan survei pendahuluan dari Pemerintah Republik Indonesia. |
3. | Instansi pembina sektor adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang dalam hal ini:
|
4. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
5. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhi kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan, yaitu :
|
(1) | Untuk mendapatkan fasilitas PPNDTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pengusaha mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan bersama-sama dalam 1 (satu) Rencana Impor Barang (RIB) dengan pengajuan permohonan pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi. |
(3) | Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut :
|
(1) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan melakukan penelitian. |
(2) | Atas hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak permohonan diterima dengan lengkap. |
(3) | Dalam hal permohonan disetujui, Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemberian Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi dan/atau PPN Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi pada Tahun Anggaran 2011. |
(4) | Dalam hal permohonan tidak disetujui, Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan memberitahukan secara tertulis kepada pemohon dengan menyebutkan alasannya. |
(5) | Surat Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2011. |
(1) | Atas Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemberian Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi dan/atau PPN Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi pada Tahun Anggaran 2011 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), dapat dilakukan perubahan sebelum diimpor. |
(2) | Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku atas barang yang telah dilakukan importasinya. |
(3) | Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan atas :
|
(4) | Untuk dapat melakukan perubahan atas Surat Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha mengajukan Surat Permohonan Perubahan kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan dengan menyebutkan alasan perubahan. |
(5) | Dalam hal permohonan perubahan mengenai data pelabuhan tempat pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilampiri dengan :
|
(6) | Dalam hal permohonan perubahan mengenai data jumlah dan/atau jenis barang dalam RIB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilampiri dengan perubahan RIB yang telah disetujui dan ditandasahkan oleh Instansi Pembina Sektor. |
(7) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak permohonan diterima dengan lengkap. |
(8) | Dalam hal permohonan perubahan disetujui, persetujuan perubahan diberikan dalam bentuk :
|
(9) | Dalam hal permohonan tidak disetujui, Direktur Jenderal u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan memberitahukan secara tertulis kepada pemohon dengan menyebutkan alasannya. |
(1) | Untuk penyelesaian pemenuhan kewajiban pabean barang impor yang mendapat fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pengusaha wajib menyampaikan Pemberitahuan Impor Barang dengan mencantumkan nilai PPN yang terutang pada butir jenis pungutan dalam kolom “Ditanggung Pemerintah”. |
(2) | Pemberitahuan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
(3) | Atas Pemberitahuan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor Pabean tempat pemenuhan kewajiban kepabeanan membubuhkan cap "PPN DITANGGUNG PEMERINTAH BERDASARKAN PMK NOMOR 22/PMK.011/2011", nama, NIP dan paraf pejabat bea dan cukai yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pabean pada semua lembar Pemberitahuan Impor Barang dan SSPCP. |
(4) | Cap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(5) | Pemberitahuan Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipakai sebagai dasar untuk pencatatan penerimaan PPNDTP dan dialokasikan sebagai belanja subsidi pajak dalam jumlah yang sama. |
(1) | Kantor Pabean tempat pemenuhan kewajiban kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), wajib :
|
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(3) | Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal menyampaikan Daftar Jumlah PPNDTP setiap triwulan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur Potensi Kepatuhan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya triwulan. |