Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai
Mengingat :
(1) | Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dari :
| ||||||||
(2) | Kewajiban menyerahkan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||
(3) | Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang sarana pengangkutnya mempunyai jadwal kedatangan secara teratur dalam suatu periode tertentu, cukup menyerahkan Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut kepada Pejabat di setiap Kantor Pabean yang akan disinggahi paling lambat sebelum kedatangan sarana pengangkut yang pertama dalam jadwal tertentu. | ||||||||
(4) | Pengangkut wajib memberitahukan setiap perubahan terhadap:
| ||||||||
(5) | Penyerahan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi sarana pengangkut yang datang melalui darat. | ||||||||
(6) | Tata cara penyerahan dan penatausahaan pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut atau Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib menyerahkan pemberitahuan berupa Inward Manifest dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris kepada Pejabat di Kantor Pabean. | ||||||||||||||
(2) | Kewajiban menyerahkan pemberitahuan berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk sarana pengangkut melalui laut dan udara berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||
(3) | Kewajiban menyerahkan pemberitahuan berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk sarana pengangkut melalui darat, paling lama pada saat kedatangan sarana pengangkut. | ||||||||||||||
(4) | Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah berdasarkan kelompok barang. | ||||||||||||||
(5) | Kewajiban penyerahan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi sarana pengangkut yang tidak melakukan pembongkaran dan pemuatan barang, dalam hal:
| ||||||||||||||
(6) | Selain pemberitahuan berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib menyampaikan pemberitahuan mengenai :
| ||||||||||||||
(7) | Untuk sarana pengangkut melalui udara, daftar Penumpang dan/atau Awak Sarana Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, diserahkan paling lama sebelum kedatangan sarana pengangkut. | ||||||||||||||
(8) | Dalam hal Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak mengangkut barang, Pengangkut wajib menyerahkan pemberitahuan nihil. | ||||||||||||||
(9) | Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diterima dan mendapat nomor dan tanggal pendaftaran di Kantor Pabean merupakan persetujuan pembongkaran barang. | ||||||||||||||
(10) | Tata cara penyerahan dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pengangkut atau pihak lain yang bertanggungjawab atas barang dapat mengajukan perbaikan terhadap Inward Manifest yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran dalam hal:
| ||||||||||||||||
(2) | Perbaikan terhadap Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan sepanjang dapat dibuktikan dengan dokumen pendukung. | ||||||||||||||||
(3) | Perbaikan terhadap Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk. | ||||||||||||||||
(4) | Dalam hal diperlukan perincian lebih lanjut atas pos Inward Manifest yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran dari barang yang dikirim secara konsolidasi, Pengangkut atau pihak lain yang bertanggungjawab atas barang dapat mengajukan perbaikan terhadap Inward Manifest yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran tanpa persetujuan Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk. | ||||||||||||||||
(5) | Pengangkut atau pihak lain yang bertanggungjawab atas barang yang mengajukan perbaikan Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari pengajuan perbaikan tersebut. | ||||||||||||||||
(6) | Tata cara perbaikan Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat dari Kawasan Bebas menuju:
|
(2) | Kewajiban menyerahkan pemberitahuan berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan paling lambat sebelum keberangkatan sarana pengangkut. |
(3) | Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah berdasarkan kelompok barang. |
(4) | Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tidak mengangkut barang, wajib menyerahkan pemberitahuan nihil. |
(5) | Kewajiban penyerahan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi sarana pengangkut yang tidak melakukan pembongkaran dan pemuatan barang, dalam hal:
|
(6) | Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah diterima dan mendapat nomor dan tanggal pendaftaran di Kantor Pabean merupakan persetujuan keberangkatan sarana pengangkut. |
(7) | Tata cara penyerahan dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pengangkut atau pihak lain yang bertanggungjawab atas barang dapat mengajukan perbaikan terhadap Outward Manifest yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran. |
(2) | Perbaikan terhadap Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan sepanjang dapat dibuktikan dengan dokumen pendukung. |
(3) | Perbaikan terhadap Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk. |
(4) | Pengangkut atau pihak lain yang bertanggung jawab atas barang harus mengajukan perbaikan Outward Manifest yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran dalam hal terdapat data Outward Manifest yang harus dilakukan perbaikan. |
(5) | Perbaikan Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(6) | Pengajuan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 72 (tujuh puluh dua) jam terhitung sejak Outward Manifest didaftarkan di Kantor Pabean. |
(7) | Untuk kepentingan kelengkapan dan akurasi data, Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan pengecualian jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6). |
(8) | Tata cara perbaikan Outward Manifest dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap pos Inward Manifest dilakukan penutupan dengan mencantumkan nomor dan tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean atau dokumen lain yang digunakan untuk penyelesaian Kewajiban Pabean. |
(2) | Terhadap pos Outward Manifest dilakukan rekonsiliasi dengan Pemberitahuan Pabean atau dokumen lain yang digunakan untuk pengeluaran barang dari Kawasan Bebas. |
(3) | Penutupan pos Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan rekonsiliasi pos Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara manual atau secara elektronik. |
(1) | Pengangkut dapat mengajukan pembatalan Inward Manifest dan Outward Manifest yang telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran. |
(2) | Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan persetujuan dari Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk. |
(1) | Barang yang diangkut oleh sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), wajib dibongkar di Kawasan Pabean atau dapat dibongkar di tempat lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah Inward Manifest mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (9). |
(3) | Izin pembongkaran di tempat lain oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapatkan rekomendasi dari Badan Pengusahaan Kawasan. |
(4) | Rekomendasi dari Badan Pengusahaan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak diperlukan dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat. |
(5) | Pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan pabean oleh Pejabat. |
(1) | Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, Pengangkut dapat membongkar barang terlebih dahulu, dan wajib :
|
(2) | Terhadap barang yang dibongkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan pabean dan dibuatkan laporan oleh Pejabat. |
(3) | Pengangkut harus membuat laporan mengenai pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), sementara menunggu pengeluarannya dari Kawasan Pabean, dapat ditimbun di TPS. |
(2) | Dalam hal tertentu, barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dapat ditimbun di tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean. |
(1) | Atas penimbunan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 dilakukan pengawasan pabean dan dibuatkan laporan penimbunan. |
(2) | Tata cara penimbunan barang di tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 16 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke dalam sarana pengangkut dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat dan/atau sistem komputer pelayanan. |
(2) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan setelah dilakukan penelitian dokumen dan/atau Pemeriksaan Fisik barang. |
(1) | Pemuatan barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas wajib dilakukan di Kawasan Pabean atau dalam hal tertentu dapat dimuat di tempat lain dengan izin Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Izin pemuatan di tempat lain oleh Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapatkan rekomendasi dari Badan Pengusahaan Kawasan. |
(1) | Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan. |
(2) | Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat memasukkan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean yang berhubungan dengan kegiatan usahanya. |
(3) | Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pengawasan pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan keterkaitan dengan kegiatan produksi atau kegiatan usaha. |
(4) | Pemasukan barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean, hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapatkan izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan, dalam jumlah dan jenis yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan. |
(5) | Pemasukan barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas atas:
|
(7) | Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus dilampiri dengan dokumen pendukung yang menjelaskan peruntukkan barang dimaksud. |
(8) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan untuk pemasukan dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf i dan huruf j. |
(9) | Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (8) atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf j dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pemasukan dan pengeluaran Barang Kiriman ke dan dari Kawasan Bebas. |
(1) | PPFTZ-01 atau PPFTZ-02 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a atau huruf b, dibuat oleh pengusaha yang akan memasukkan barang ke Kawasan Bebas atau Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) berdasarkan dokumen pelengkap pabean dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan/atau pajak yang dibebaskan. |
(2) | Dalam hal barang berasal dari TPB, PPFTZ-02 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b wajib dilampiri dengan Pemberitahuan Pabean yang digunakan untuk mengeluarkan barang dari TPB tujuan Kawasan Bebas. |
(3) | Dalam hal barang berasal dari Kawasan Ekonomi Khusus, PPFTZ-02 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b wajib dilampiri dengan Pemberitahuan Pabean yang digunakan untuk mengeluarkan barang dari Kawasan Ekonomi Khusus tujuan Kawasan Bebas. |
(4) | Dalam hal barang berasal dari Kawasan Bebas lainnya, pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas, menggunakan PPFTZ-02 untuk pengeluaran barang dari Kawasan Bebas asal yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran dari Kantor Pabean di Kawasan Bebas asal. |
(1) | PPFTZ-03 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c, dibuat oleh pengusaha yang memasukkan barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas berdasarkan invoice/faktur penjualan, packing list, kontrak jual beli, faktur pajak dan dokumen pelengkap lainnya. |
(2) | Pemasukan barang dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, sepanjang menyangkut pemberian fasilitas PPN tidak dipungut, pengawasan dan pengadministrasiannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | Apabila pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Pabean terdapat selisih kurang (eksep) dalam PPFTZ-01, PPFTZ-02, atau PPFTZ-03, penyelesaian barang yang kurang tersebut dilakukan dengan menggunakan PPFTZ-01, PPFTZ-02, atau PPFTZ-03 semula paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). |
(2) | Tata cara pengeluaran barang dari Kawasan Pabean terdapat selisih kurang (eksep) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dapat dikeluarkan untuk diangkut terus atau diangkut lanjut ke pelabuhan atau bandar udara tujuan akhir pengangkutan barang sebagaimana tercantum dalam Bill of Lading, Airway Bill, atau dokumen perjanjian pengangkutan barang lainnya. |
(2) | Pelabuhan atau bandar udara tujuan akhir pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelabuhan atau bandar udara yang telah mendapatkan izin dari Menteri Perhubungan. |
(3) | Untuk dapat mengeluarkan barang dari Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut, Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) menyampaikan dokumen pelengkap pabean berupa Bill of Lading, Airway Bill, atau dokumen perjanjian pengangkutan barang lainnya atas barang yang akan diangkut lanjut kepada Pejabat di Kantor Pabean. |
(4) | Pengeluaran barang dari Kawasan Pabean untuk diangkut lanjut dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Pejabat. |
(5) | Tata cara pengeluaran barang untuk diangkut terus atau diangkut lanjut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dapat dikeluarkan untuk diangkut ke:
|
(2) | Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan dengan menggunakan BC 1.2-FTZ. |
(3) | Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, yang merupakan barang asal luar Daerah Pabean wajib menyerahkan jaminan sebesar bea masuk, cukai, PPN, dan Pajak Penghasilan Pasal 22, kepada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Pabean tempat pembongkaran barang. |
(4) | Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dalam hal:
|
(5) | Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, dilakukan dalam hal :
|
(6) | Tata cara pengeluaran barang untuk diangkut ke Penimbunan TPS di Kawasan Pabean lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) adalah dapat dikeluarkan kembali ke luar Daerah Pabean dalam hal barang tersebut merupakan barang asal luar Daerah Pabean yang:
|
(2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal:
|
(3) | Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yang telah diberitahukan dengan PPFTZ-01 pemasukan barang ke Kawasan Bebas, tidak dapat dikeluarkan kembali ke luar Daerah Pabean apabila peraturan perundang-undangan menetapkan lain. |
(1) | Untuk melakukan pengeluaran kembali ke luar Daerah Pabean terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), pengusaha atau Pengangkut harus mengajukan permohonan pengeluaran kembali ke luar Daerah Pabean secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean dengan menyebutkan alasan dan melampirkan bukti-bukti pendukung. |
(2) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean dapat menyetujui atau menolak untuk memberikan izin pengeluaran kembali ke luar Daerah Pabean. |
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui, pengeluaran kembali barang ke luar Daerah Pabean dilakukan dengan cara:
|
(4) | Dalam hal pengeluaran kembali barang ke luar Daerah Pabean dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, izin pengeluaran kembali dari Kepala Kantor Pabean merupakan persetujuan pemuatan barang ke sarana pengangkut. |
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, penyelesaian barang dilakukan sesuai ketentuan pemasukan barang ke Kawasan Bebas sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap barang yang akan dimasukkan ke Kawasan Pabean atau tempat lain untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | PPFTZ-01 dalam rangka pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat oleh pengusaha berdasarkan dokumen pelengkap pabean dengan menghitung sendiri bea keluar yang seharusnya dibayar apabila atas pengeluaran barang tersebut dikenakan bea keluar. |
(3) | PPFTZ-01 dalam rangka pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat oleh pengusaha berdasarkan dokumen pelengkap pabean dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan pajak yang seharusnya dibayar. |
(4) | PPFTZ-02 dalam rangka pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TPB, Kawasan Ekonomi Khusus, atau ke Kawasan Bebas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dibuat oleh pengusaha berdasarkan dokumen pelengkap pabean. |
(5) | PPFTZ-0l dan PPFTZ-02 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan untuk pengeluaran barang pribadi Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, pelintas batas, dan Barang Kiriman sampai dengan batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu. |
(6) | PPFTZ-01 dan PPFTZ-02, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri Pemberitahuan Pabean yang digunakan pada saat pemasukan barang ke Kawasan Bebas. |
(7) | Barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, TPB, Kawasan Ekonomi Khusus, atau Kawasan Bebas lainnya, diperlakukan sebagai barang yang berasal dari luar Daerah Pabean dalam hal pengusaha tidak dapat:
|
(8) | Terhadap barang hasil produksi Kawasan Bebas yang akan dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean, pengusaha harus melampirkan konversi penggunaan barang atau bahan baku dalam proses produksi yang dilakukannya, dalam hal barang atau bahan baku tersebut berasal dari luar Daerah Pabean. |
(9) | Dalam hal barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean merupakan barang asal Kawasan Bebas dan/atau tempat lain dalam Daerah Pabean dan merupakan barang yang dikenakan bea keluar, diperlakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bea keluar. |
(10) | Pemasukan barang ke Kawasan Pabean atau tempat lain untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas dengan tujuan dimasukkan kembali ke Kawasan Bebas yang pengangkutannya melalui tempat lain dalam Daerah Pabean, dilaksanakan sesuai ketentuan pemasukan barang ke Kawasan Pabean untuk dikeluarkan ke Kawasan Bebas lainnya. |
(1) | Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean, tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, atau Kawasan Ekonomi Khusus dapat dilakukan konsolidasi di TPS atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS. |
(2) | Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan konsolidasi dalam hal barang tersebut telah:
|
(3) | Terhadap konsolidasi barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pengawasan stuffing. |
(4) | Pengawasan stuffing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh petugas pengawasan stuffing berdasarkan PKB. |
(5) | Tata cara pendaftaran konsolidator dan konsolidasi barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pihak yang melakukan konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) adalah konsolidator yang merupakan badan usaha yang telah mendapat persetujuan sebagai pihak yang melakukan konsolidasi barang dari Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagai konsolidator sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal pengusaha telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(1) | Konsolidator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) memberitahukan konsolidasi barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas dalam PKB dan menyampaikannya ke Kantor Pabean pemuatan. |
(2) | Pada Kantor Pabean pemuatan yang dalam sistem pelayanan kepabeanannya menggunakan sistem PDE Kepabeanan, penyampaian PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan sistem PDE Kepabeanan. |
(3) | Pada Kantor Pabean pemuatan yang dalam sistem pelayanan kepabeanannya tidak menggunakan sistem PDE Kepabeanan, penyampaian PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan tulisan di atas formulir. |
(4) | PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicetak sesuai peruntukannya sebagai berikut:
|
(5) | Hasil cetak data PKB yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran merupakan :
|
(1) | Barang asal luar Daerah Pabean dapat dikeluarkan untuk tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan oleh pengusaha terhadap barang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya berupa mesin atau peralatan untuk:
|
(3) | Terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, pengusaha wajib :
|
(4) | Terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib menyerahkan jaminan sebesar bea masuk yang seharusnya dibayar, ditambah dengan PPN, dan Pajak Penghasilan Pasal 22. |
(5) | Terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha wajib menyampaikan PPFTZ-01. |
(6) | Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal PPFTZ-01. |
(7) | Dalam hal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dimasukkan kembali ke Kawasan Bebas dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Kantor Pabean di Kawasan Bebas segera mencairkan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan ayat (4), dan mengenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar. |
(8) | Tata cara penyelesaian pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Penyampaian PPFTZ-01, PPFTZ-02, dan/atau PPFTZ-03 ke Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan dilakukan melalui sistem PDE Kepabeanan. |
(2) | PPFTZ-01, PPFTZ-02, dan/atau PPFTZ-03, dokumen pelengkap pabean dan bukti pembayaran bea masuk, cukai, dan pajak atau bukti pembayaran bea keluar, disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pemasukan atau pengeluaran barang. |
(1) | Penyampaian PPFTZ-01 untuk tujuan luar Daerah Pabean, disampaikan oleh pengusaha ke Kantor Pabean tempat pemuatan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Penyampaian PPFTZ-01 atau PPFTZ-02 untuk tujuan tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, dan Kawasan Ekonomi Khusus, disampaikan oleh pengusaha ke Kantor Pabean tempat pemuatan sebelum barang dimasukkan ke Kawasan Pabean. |
(1) | PPFTZ-01, PPFTZ-02, atau PPFTZ-03 yang disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan, hasil cetak PPFTZ-01, PPFTZ-02, atau PPFTZ-03, dan dokumen pelengkap pabean harus disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean dalam jangka waktu:
|
(2) | Dalam hal pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean dilakukan Pemeriksaan Fisik, hasil cetak PPFTZ-01 dan dokumen pelengkap pabean harus disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean sebelum dilakukan Pemeriksaan Fisik. |
(1) | Terhadap barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, atau Kawasan Ekonomi Khusus dilakukan penelitian dokumen. |
(2) | Dalam hal tertentu, terhadap barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, atau Kawasan Ekonomi Khusus dapat dilakukan Pemeriksaan Fisik. |
(1) | Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, atau Kawasan Ekonomi Khusus dilakukan penelitian dokumen. |
(2) | Dalam hal tertentu, barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, atau Kawasan Ekonomi Khusus dapat dilakukan Pemeriksaan Fisik. |
(3) | Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean dilakukan pemeriksaan pabean. |
(4) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi penelitian dokumen dan Pemeriksaan Fisik. |
(5) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan secara selektif. |
(1) | Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (1) dilakukan oleh Pejabat dan/atau melalui sistem komputer pelayanan. |
(2) | Penelitian dokumen melalui sistem komputer pelayanan dilakukan untuk memastikan kelengkapan pengisian PPFTZ-01 dan PPFTZ-02. |
(3) | Penelitian dokumen oleh Pejabat dilakukan untuk memastikan bahwa PPFTZ-01 dan PPFTZ-02 diberitahukan dengan benar dan dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan telah sesuai dengan syarat yang ditentukan. |
(4) | Penelitian dokumen oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian dokumen melalui sistem komputer pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(5) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pejabat melakukan penetapan tarif dan/atau nilai pabean serta penghitungan bea keluar. |
(6) | Pejabat hanya bertanggung jawab atas penetapan tarif dan/atau nilai pabean serta penghitungan bea keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(7) | Atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dikecualikan dari penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(8) | Penetapan tarif dan/atau nilai pabean serta penghitungan bea keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Pemeriksaan Fisik atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean dilakukan dalam hal :
|
(2) | Pemeriksaan Fisik atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas tujuan TPB, Kawasan Ekonomi Khusus, atau Kawasan Bebas lainnya dilakukan dalam hal diterbitkan Nota Hasil Intelijen. |
(1) | Pengusaha yang mengeluarkan barang dari Kawasan Bebas atau memasukkan barang ke Kawasan Bebas yang dilakukan Pemeriksaan Fisik, wajib:
| ||||||||||
(2) | Dalam hal pengusaha tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Pemeriksaan Fisik oleh Pejabat atas risiko dan biaya pengusaha. | ||||||||||
(3) | Atas permintaan pengusaha atau kuasanya, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diberikan perpanjangan paling lama 2 (dua) hari kerja apabila yang bersangkutan dapat memberikan alasan mengenai penyebab tidak dapat dilakukannya Pemeriksaan Fisik. | ||||||||||
(4) | Untuk pelaksanaan Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha TPS wajib memberikan bantuan teknis yang diperlukan atas beban biaya pengusaha. |
(1) | Pemeriksaan Fisik dapat dilakukan di Kawasan Pabean atau di tempat lain di luar Kawasan Pabean dengan izin Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan Fisik atas barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas dilakukan karena ditetapkan secara acak atau diterbitkan Nota Hasil Intelijen, Pemeriksaan Fisik dilakukan di Kawasan Pabean. |
(3) | Persetujuan Pemeriksaan Fisik barang di tempat lain di luar Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan izin untuk menimbun barang di gudang atau lapangan penimbunan milik pengusaha yang bersangkutan. |
(4) | Tata cara penimbunan barang untuk Pemeriksaan Fisik barang di tempat lain di luar Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Pemeriksaan Fisik dimulai jika pengusaha atau kuasanya:
|
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberlakukan dalam hal dilakukan Pemeriksaan Jabatan. |
(1) | Pemeriksaan Fisik dilakukan berdasarkan tingkat Pemeriksaan Fisik yang meliputi tingkat Pemeriksaan Fisik 30% (tiga puluh persen) dan tingkat Pemeriksaan Fisik 100% (seratus persen). |
(2) | Tingkat Pemeriksaan Fisik 30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal Pemeriksaan Fisik ditetapkan secara acak. |
(3) | Tingkat Pemeriksaan Fisik 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal Pemeriksaan Fisik selain ditetapkan secara acak. |
(1) | Atas permintaan pengusaha Pemeriksaan Fisik terhadap barang yang dikemas dalam peti kemas berpendingin (refrigerated container) dapat dilakukan:
|
(2) | Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian untuk memutuskan tempat dilakukannya Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Untuk mengetahui jumlah barang yang pemuatannya ke sarana pengangkut melalui saluran pipa, dilakukan pemeriksaan pada saat pemuatan atau pembongkaran berdasarkan hasil pengukuran alat ukur yang di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) | Dalam hal saluran pipa atau jaringan transmisi langsung menuju ke luar Daerah Pabean dari Kawasan Bebas atau langsung dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, Pemeriksaan Fisik barang didasarkan pada hasil pengukuran di tempat pengukuran terakhir di dalam Kawasan Bebas. |
(3) | Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas yang Pemeriksaan Fisiknya dilakukan di luar Kawasan Pabean harus dilakukan pengawasan stuffing dan penyegelan pada peti kemas atau kemasan barang. |
(1) | Untuk pemenuhan hak keuangan negara dan ketentuan pemasukan ke Kawasan Bebas atau pengeluaran dari Kawasan Bebas, Pejabat melakukan penelitian terhadap tarif dan nilai pabean yang diberitahukan. |
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean. |
(3) | Ketentuan mengenai tata cara penelitian terhadap tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai penetapan tarif dan nilai pabean. |
(1) | Nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan. |
(2) | Nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari Kawasan Bebas lain, TPB, atau Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan Bebas adalah nilai pabean pada saat barang asal luar Daerah Pabean dimasukkan ke Kawasan Bebas lain, TPB, atau Kawasan Ekonomi Khusus. |
(3) | Nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangka pengeluaran barang dari Kawasan Bebas adalah nilai pabean pada saat barang asal luar Daerah Pabean dimasukkan ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). |
(4) | Dalam hal nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi, nilai pabean ditentukan secara hierarki berdasarkan nilai transaksi barang identik, nilai transaksi barang serupa, metode deduksi, metode komputasi atau tata cara yang wajar dan konsisten. |
(5) | Ketentuan mengenai tata cara penghitungan nilai pabean dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan nilai pabean. |
(1) | Klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk untuk penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka pemasukan dan pengeluaran ke dan dari Kawasan Bebas berpedoman pada Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). |
(2) | Dalam hal terjadi perubahan ketentuan yang mengatur mengenai sistem klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk yang berbeda dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI), berlaku ketentuan mengenai perubahan sistem klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk dimaksud. |
(3) | Ketentuan mengenai sistem klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk berlaku pada saat Pemberitahuan Pabean mendapat nomor dan tanggal pendaftaran di Kantor Pabean. |
(1) | Dasar penghitungan pungutan negara atas pengeluaran barang atau bahan baku asal luar Daerah Pabean ke tempat lain dalam Daerah Pabean adalah sebagai berikut:
|
(2) | Dasar penghitungan pungutan negara atas pengeluaran barang atau bahan baku asal luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas lain adalah sebagai berikut:
|
(3) | Apabila pembebanan tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk bahan baku lebih tinggi dari pembebanan tarif bea masuk untuk barang hasil produksi Kawasan Bebas, bea masuk dihitung berdasarkan pembebanan tarif bea masuk barang hasil produksi Kawasan Bebas yang berlaku pada saat PPFTZ-01 didaftarkan dan nilai pabean pada saat pemasukan bahan baku ke Kawasan Bebas. |
(1) | Pembayaran bea masuk, bea keluar, Pajak Penghasilan Pasal 22, cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dan dilampiri dengan PPFTZ-01, PPFTZ-02, atau surat penetapan. |
(2) | Pembayaran PPN dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). |
(1) | Dokumen yang dipergunakan sebagai dasar pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) antara lain berupa Pemberitahuan Pabean atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas, Pemberitahuan Pabean atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas, dokumen Cukai, atau surat penetapan. |
(2) | Bentuk, isi, dan petunjuk pengisian Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dan penyetoran penerimaan negara. |
(1) | Pembayaran bea masuk, dan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dilakukan dengan cara pembayaran tunai atau berkala. |
(2) | Pembayaran bea keluar, Cukai, dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dilakukan dengan cara pembayaran tunai. |
(3) | Pembayaran bea masuk, dan Pajak Penghasilan Pasal 22 secara berkala hanya diberikan kepada pengusaha yang:
|
(4) | Pembayaran tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling lama pada saat Pemberitahuan Pabean didaftarkan. |
(5) | Pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling lama pada setiap akhir bulan setelah bulan pendaftaran PPFTZ-01, dengan ketentuan:
|
(6) | Penghitungan bea masuk, Cukai, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang pembayarannya dilakukan secara tunai, menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pembayaran. |
(7) | Dasar pengenaan PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2) adalah:
|
(8) | Penghitungan bea masuk, Cukai, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang pembayarannya dilakukan secara berkala, menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat PPFTZ-01 untuk pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran. |
(9) | Untuk mendapatkan kemudahan pembayaran bea masuk, dan Pajak Penghasilan Pasal 22 secara berkala, pengusaha mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean. |
(10) | Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan permohonan. |
(11) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diterima, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat keputusan. |
(12) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditolak, Kepala Kantor Pabean memberitahukan penolakan tersebut dengan disertai alasan penolakan. |
(13) | Pengusaha yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5), selain wajib melunasi kewajibannya dikenakan juga:
|
(1) | Barang yang terkena ketentuan larangan, dilarang untuk :
|
(2) | Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas belum diberlakukan ketentuan pembatasan, kecuali instansi teknis menyampaikan secara khusus kepada Menteri untuk memberlakukan ketentuan pembatasan yang terkait dengan:
|
(3) | Penyampaian secara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh instansi teknis yang akan atau telah memberlakukan ketentuan pembatasan di tempat lain dalam Daerah Pabean dengan menyampaikan daftar yang memuat:
|
(4) | Pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean wajib memenuhi ketentuan pembatasan yang ditetapkan oleh instansi teknis dalam hal pada saat pemasukan barang tersebut dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas:
|
(5) | Pemenuhan ketentuan pembatasan atas pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean dilakukan oleh pengusaha yang mengeluarkan barang dari Kawasan Bebas. |
(6) | Pengawasan terhadap pemasukan dan pengeluaran barang larangan dan/atau pembatasan ke dan dari Kawasan Bebas dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengawasan terhadap impor atau ekspor barang larangan dan/atau pembatasan. |
(7) | Penelitian pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan dilakukan oleh:
|
(1) | Pengeluaran barang dari Kawasan Pabean untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat dan/atau sistem komputer pelayanan. |
(2) | Pemasukan barang ke Kawasan Pabean untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat dan/atau sistem komputer pelayanan. |
(3) | Tata cara pengeluaran barang dari Kawasan Pabean untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) | Tata cara pemasukan barang ke Kawasan Pabean untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pemasukan kendaraan bermotor ke Kawasan Bebas dapat dilakukan dari:
|
(2) | Jumlah dan jenis kendaraan bermotor yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan. |
(3) | Pengeluaran kendaraan bermotor dapat dilakukan dari Kawasan Bebas ke:
|
(4) | Terhadap pengeluaran kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Terhadap kendaraan bermotor asal luar Daerah Pabean yang telah dimasukkan ke Kawasan Bebas sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b. |
(6) | Pemasukan kendaraan bermotor dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), wajib dikeluarkan kembali ke luar Daerah Pabean. |
(7) | Tata cara pengeluaran kembali kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean. |
(1) | Terhadap pemasukan kendaraan bermotor ke Kawasan Bebas dan pengeluaran kendaraan bermotor dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean dilakukan penelitian dokumen dan Pemeriksaan Fisik. |
(2) | Pemeriksaan Fisik barang dilakukan atas:
|
(3) | Pemeriksaan Fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat dengan tingkat Pemeriksaan Fisik 100 % (seratus persen). |
(1) | Terhadap pemasukan kendaraan bermotor ke Kawasan Bebas yang dilakukan dari luar Daerah Pabean, diterbitkan SKPKB-01. |
(2) | Terhadap pemasukan kendaraan bermotor ke Kawasan Bebas yang dilakukan dari TPB, diterbitkan SKPKB-02A. |
(3) | Terhadap pemasukan kendaraan bermotor ke Kawasan Bebas yang dilakukan dari Kawasan Bebas lainnya, diterbitkan SKPKB-02B. |
(4) | Terhadap pemasukan kendaraan bermotor ke Kawasan Bebas yang dilakukan dari Kawasan Ekonomi Khusus, diterbitkan SKPKB-02C. |
(5) | Terhadap pemasukan kendaraan bermotor ke Kawasan Bebas yang dilakukan dari tempat lain dalam Daerah Pabean, diterbitkan SKPKB-03. |
(6) | Terhadap pengeluaran kendaraan bermotor yang dilakukan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, diterbitkan Formulir FTZ. |
(7) | Bentuk dan isi SKPKB-01, SKPKB-02A, SKPKB-02B, SKPKB-02C, SKPKB-03, dan Formulir FTZ menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI, Lampiran XVII, Lampiran XVIII, Lampiran XIX, Lampiran XX, dan Lampiran XXI, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | SKPKB-01 diterbitkan berdasarkan permohonan pengusaha dengan melampirkan PPFTZ-01 dan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang. |
(2) | SKPKB-02A diterbitkan berdasarkan permohonan pengusaha dengan melampirkan PPFTZ-02 dan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang. |
(3) | SKPKB-02B diterbitkan berdasarkan permohonan pengusaha dengan melampirkan:
|
(4) | SKPKB-02C diterbitkan berdasarkan permohonan pengusaha dengan melampirkan PPFTZ-02 dan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang. |
(5) | SKPKB-03 diterbitkan berdasarkan permohonan pengusaha dengan melampirkan PPFTZ-03 dan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang. |
(6) | Formulir FTZ diterbitkan berdasarkan permohonan pengusaha dengan melampirkan PPFTZ-01 dan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang. |
(1) | Setiap unit kendaraan bermotor diterbitkan 1 (satu) SKPKB-01, SKPKB-02A, SKPKB-02B, SKPKB-02C, SKPKB-03 atau Formulir FTZ. |
(2) | SKPKB-01, SKPKB-02A, SKPKB-02B, SKPKB-02C, SKPKB-03, atau Formulir FTZ masing-masing dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan:
|
(3) | SKPKB-01 dibuat dalam kertas berukuran F4 dan berwarna merah dengan lambang Kementerian Keuangan dan tulisan "Direktorat Jenderal Bea dan Cukai" berulang-ulang berwarna abu-abu. |
(4) | SKPKB-02A dibuat dalam kertas berukuran F4 dan berwarna kuning dengan lambang Kementerian Keuangan dan tulisan "Direktorat Jenderal Bea dan Cukai" berulang-ulang berwarna abu-abu. |
(5) | SKPKB-02B dibuat dalam kertas berukuran F4 dan berwarna putih dengan lambang Kementerian Keuangan dan tulisan "Direktorat Jenderal Bea dan Cukai" berulang-ulang berwarna abu-abu. |
(6) | SKPKB-02C dibuat dalam kertas berukuran F4 dan berwarna coklat dengan lambang Kementerian Keuangan dan tulisan "Direktorat Jenderal Bea dan Cukai" berulang-ulang berwarna abu-abu. |
(7) | SKPKB-03 dibuat dalam kertas berukuran F4 dan berwarna biru dengan lambang Kementerian Keuangan dan tulisan "Direktorat Jenderal Bea dan Cukai" berulang-ulang berwarna abu-abu. |
(8) | Formulir FTZ dibuat dalam kertas berukuran F4 dan berwarna hijau dengan lambang Kementerian Keuangan dan tulisan "Direktorat Jenderal Bea dan Cukai" berulang-ulang berwarna abu-abu. |
(1) | SKPKB-01, SKPKB-02A, SKPKB-02B, SKPKB-02C, SKPKB-03, dan Formulir FTZ disediakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) | Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk melakukan pengawasan terhadap penatausahaan SKPKB-01, SKPKB-02A, SKPKB-02B, SKPKB-02C, SKPKB-03, dan Formulir FTZ. |
(1) | Pemasukan sarana pengangkut asal tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas dengan tujuan untuk dikeluarkan kembali dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, dan pengeluaran kembali sarana pengangkut asal tempat lain dalam Daerah Pabean dari Kawasan Bebas, dikecualikan dari kewajiban:
|
(2) | Sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kendaraan bermotor angkutan darat yang dipakai untuk mengangkut barang dan/atau orang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean atau Kawasan Bebas lainnya, dan dari tempat lain dalam Daerah Pabean atau Kawasan Bebas lainnya ke Kawasan Bebas. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam hal kendaraan bermotor sebagai sarana pengangkut telah memiliki registrasi kendaraan bermotor dari Kepolisian Republik Indonesia di tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(1) | Barang yang dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut, terdiri dari:
|
(2) | Pejabat memiliki wewenang untuk menetapkan barang yang dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut sebagai Barang Dagangan. |
(1) | Barang yang dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut, terdiri dari:
|
(2) | Pejabat memiliki wewenang untuk menetapkan barang yang dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut sebagai Barang Dagangan. |
(1) | Terhadap barang pribadi Penumpang berupa barang kena cukai yang dibawa dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas diberikan pembebasan bea masuk, Cukai, dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor untuk setiap orang dewasa dengan jumlah paling banyak:
|
(2) | Terhadap barang pribadi Awak Sarana Pengangkut berupa barang kena cukai yang dibawa dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, diberikan pembebasan bea masuk, Cukai, dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor dengan jumlah paling banyak:
|
(3) | Dalam hal hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau ayat (2) huruf a lebih dari 1 (satu) jenis, pembebasan bea masuk, Cukai, dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor diberikan setara dengan perbandingan jumlah per jenis hasil tembakau tersebut. |
(4) | Dalam hal barang pribadi Penumpang atau barang pribadi Awak Sarana Pengangkut melebihi jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), atas kelebihan barang kena cukai tersebut langsung dimusnahkan oleh Pejabat dengan atau tanpa disaksikan Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut yang bersangkutan. |
(5) | Terhadap barang pribadi Penumpang atau barang pribadi Awak Sarana Pengangkut yang dibawa dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas selain yang berupa barang kena cukai sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diberikan pembebasan bea masuk. |
(1) | Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut wajib memberitahukan barang yang dibawanya dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas kepada Pejabat. |
(2) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara lisan dengan cara Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut memilih jalur merah atau jalur hijau. |
(3) | Dengan memilih jalur merah Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut memberitahukan bahwa Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut membawa barang berupa:
|
(4) | Dengan memilih jalur hijau Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut memberitahukan bahwa Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut tidak membawa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Barang Dagangan yang dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut diselesaikan oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut, pengusaha pemilik Barang Dagangan atau kuasanya, dengan menggunakan PPFTZ-01. |
(6) | Pemasukan Barang Dagangan sebagaimana dimaksud ayat (5) diselesaikan sesuai dengan ketentuan umum pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas. |
(1) | Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut wajib memberitahukan Barang Dagangan yang dibawanya dari tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan Bebas kepada Pejabat. |
(2) | Barang Dagangan yang dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut diselesaikan oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut, pengusaha pemilik Barang Dagangan atau kuasanya, dengan menggunakan PPFTZ-02 atau PPFTZ-03. |
(3) | Pemasukan Barang Dagangan sebagaimana dimaksud ayat (2) diselesaikan sesuai dengan ketentuan pemasukan barang dari tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, Kawasan Ekonomi Khusus ke Kawasan Bebas. |
(1) | Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut wajib memberitahukan barang yang akan dibawanya dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean kepada Pejabat dalam hal barang merupakan:
|
(2) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, dan huruf f diselesaikan oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut, pengusaha pemilik barang atau kuasanya, dengan menggunakan PPFTZ-01. |
(3) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diselesaikan sesuai ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lainnya. |
(4) | Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud ayat (2) diselesaikan sesuai dengan ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean. |
(1) | Terhadap barang pribadi Penumpang dan barang pribadi Awak Sarana Pengangkut yang semula dibawa ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, dan Kawasan Ekonomi Khusus dan kemudian dibawa kembali ke tempat lain dalam Daerah Pabean, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor. |
(2) | Terhadap barang pribadi Penumpang dan barang pribadi Awak Sarana Pengangkut yang akan digunakan selama berada di tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, dan Kawasan Ekonomi Khusus dan akan dibawa kembali pada saat Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut ke Kawasan Bebas diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor. |
(3) | Selain pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pembebasan bea masuk diberikan terhadap barang pribadi Penumpang dan barang pribadi Awak Sarana Pengangkut sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu. |
(4) | Terhadap barang pribadi Penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 250.00 (dua ratus lima puluh US Dollar) per orang atau FOB USD 1,000.00 (seribu US Dollar) per keluarga untuk setiap perjalanan, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor. |
(5) | Dalam hal barang pribadi Penumpang melebihi batas nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4), atas kelebihan tersebut dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor. |
(6) | Selain pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4), terhadap barang pribadi Penumpang yang merupakan barang kena cukai, diberikan pembebasan bea masuk, Cukai dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor untuk setiap orang dewasa dengan jumlah paling banyak:
|
(7) | Terhadap barang pribadi Awak Sarana Pengangkut yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, dan Kawasan Ekonomi Khusus dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 50.00 (lima puluh US Dollar) per orang untuk setiap perjalanan, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor. |
(8) | Dalam hal barang pribadi Awak Sarana Pengangkut melebihi batas nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (7), atas kelebihan tersebut dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor. |
(9) | Selain pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (7), terhadap barang pribadi Awak Sarana Pengangkut yang merupakan barang kena cukai, diberikan pembebasan bea masuk, Cukai dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor dengan jumlah paling banyak:
|
(1) | Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut wajib memberitahukan barang yang akan dibawanya dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, dan Kawasan Ekonomi Khusus kepada Pejabat. |
(2) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara lisan dengan cara Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut memilih jalur merah atau jalur hijau. |
(3) | Dalam hal Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut memilih jalur merah, Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut memberitahukan bahwa Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut membawa barang berupa:
|
(4) | Dalam hal Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut memilih jalur hijau, Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut memberitahukan bahwa Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut tidak membawa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Barang Dagangan yang dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut diselesaikan oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut, pengusaha pemilik Barang Dagangan atau kuasanya, dengan menggunakan PPFTZ-01 atau PPFTZ-02. |
(6) | Pengeluaran Barang Dagangan sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf b diselesaikan sesuai dengan ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lainnya, TPB, dan Kawasan Ekonomi Khusus. |
(1) | Terhadap barang pribadi Penumpang dan barang pribadi Awak Sarana Pengangkut yang dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (5) dan ayat (8), Pejabat menetapkan tarif dan nilai pabean. |
(2) | Penetapan tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP). |
(3) | Tata cara penyelesaian barang yang dibawa Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut yang telah diberitahukan kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal 79 ayat (1), dan pasal 82 ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan penyelesaian barang impor yang dibawa Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. |
(4) | Tata cara penyelesaian barang yang dibawa Penumpang atau Awak Sarana Pengangkut yang telah diberitahukan kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan penyelesaian barang ekspor yang dibawa Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. |
(1) | Pemasukan dan pengeluaran Barang Kiriman ke dan dari Kawasan Bebas dilakukan melalui penyelenggara pos. |
(2) | Penyelenggara pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perusahaan jasa titipan dan penyelenggara pos yang ditunjuk. |
(3) | Penyelenggara pos yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah penyelenggara pos yang ditugasi pemerintah untuk memberikan layanan internasional sebagaimana diatur dalam Universal Postal Union (UPU). |
(4) | Dalam hal Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Barang Dagangan dan nilainya melebihi FOB USD 1,500 (seribu lima ratus US Dollar), Kewajiban Pabean diselesaikan oleh pengusaha yang telah mendapatkan izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan dengan menggunakan PPFTZ-01, PPFTZ-02, atau PPFTZ-03. |
(5) | Dalam hal pengurusan PPFTZ-01, PPFTZ-02, atau PPFTZ-03 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dilakukan sendiri, pengusaha menguasakannya kepada Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK). |
(1) | Terhadap Barang Kiriman yang telah diterima dari Pengangkut, penyelenggara pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) melakukan perincian lebih lanjut atas pos BC 1.1 untuk setiap penerima Barang Kiriman, dengan mengajukan perubahan BC 1.1 tanpa persetujuan Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Dalam hal perincian lebih lanjut atas pos BC 1.1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pos yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3), BC 1.1 yang disampaikan paling sedikit harus memuat elemen data:
|
(3) | Atas permohonan perubahan pos BC 1.1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pejabat yang menangani administrasi manifes melakukan perubahan pos BC 1.1. |
(1) | Terhadap Barang Kiriman berupa barang kena cukai yang dimasukkan dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas diberikan pembebasan bea masuk, Cukai, dan pajak dalam rangka impor untuk setiap alamat penerima kiriman dengan jumlah paling banyak:
|
(2) | Dalam hal hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a lebih dari 1 (satu) jenis, pembebasan bea masuk dan Cukai diberikan setara dengan perbandingan jumlah per jenis hasil tembakau tersebut. |
(3) | Dalam hal Barang Kiriman melebihi jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas kelebihan barang kena cukai tersebut langsung dimusnahkan oleh Pejabat dengan atau tanpa disaksikan penyelenggara pos yang bersangkutan. |
(4) | Terhadap Barang Kiriman dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas selain barang kena cukai sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan pembebasan bea masuk. |
(1) | Terhadap Barang Kiriman yang akan dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas, penyelenggara pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) menyampaikan kepada Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman pada Kantor Pabean tempat penyelesaian Kewajiban Pabean, dokumen pos berupa CN-22/CN-23 atau Dokumen Pengiriman Barang yang paling sedikit memuat elemen data:
|
(2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Barang Kiriman yang dikirim oleh penyelenggara pos yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3), berupa:
|
(3) | Atas Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang akan dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas, penyelenggara pos yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) harus menyampaikannya kepada Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman. |
(4) | Penyampaian dokumen pos berupa CN-22/CN-23 atau Dokumen Pengiriman Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebelum maupun sesudah Barang Kiriman ditimbun di TPS atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2). |
(5) | Dalam hal berdasarkan dokumen pos berupa CN-22/CN-23 atau Dokumen Pengiriman Barang yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Barang Kiriman merupakan barang:
|
(6) | Pengeluaran Barang Kiriman dari Kawasan Pabean untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan huruf b, dilaksanakan sesuai ketentuan pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean dari Kawasan Pabean untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas. |
(1) | Dalam hal berdasarkan dokumen pos berupa CN-22/CN-23 atau Dokumen Pengiriman Barang yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1), Barang Kiriman merupakan barang:
|
(2) | Pemeriksaan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pemeriksaan Fisik dan penelitian dokumen. |
(3) | Pemeriksaan Fisik atas Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal:
|
(4) | Pemeriksaan Fisik atas Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan:
|
(5) | Pemeriksaan Fisik oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan dalam hal:
|
(6) | Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan disaksikan oleh penyelenggara pos yang bersangkutan. |
(1) | Terhadap Barang Kiriman yang telah disampaikan kepada Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (3), dilakukan pemeriksaan melalui pemindai elektronik oleh Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman. |
(2) | Dalam hal berdasarkan tampilan pemindai elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terdapat dugaan kuat bahwa Barang Kiriman tersebut:
|
(3) | Dalam hal berdasarkan tampilan pemindai elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat dugaan kuat bahwa Barang Kiriman tersebut:
|
(1) | Dalam hal Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada Pasal 87 ayat (1) atau ayat (2):
|
(2) | Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman mencatat persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Buku Catatan Pabean dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pengeluaran Barang Kiriman asal tempat lain dalam Daerah Pabean dan Kawasan Bebas lainnya dari Kawasan Pabean untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas setelah mendapatkan persetujuan Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman dengan membubuhkan tanda/stempel pada kemasan Barang Kiriman. |
(2) | Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman mencatat persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam Buku Catatan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2). |
(3) | Dalam hal Barang Kiriman merupakan barang dengan nilai pabean melebihi FOB USD 1,500 (seribu lima ratus US Dollar), Barang Kiriman diselesaikan oleh penerima barang dengan menyampaikan:
|
(1) | Terhadap Barang Kiriman yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, diberikan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor dengan nilai pabean paling banyak FOB USD 50.00 (lima puluh US Dollar) untuk setiap orang per kiriman. |
(2) | Pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas Barang Kiriman yang melebihi batas nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai Barang Kiriman. |
(1) | Terhadap Barang Kiriman yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean melalui Penyelenggara Pos wajib diberitahukan oleh pengirim Barang Kiriman kepada Pejabat melalui penyenggara pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2). |
(2) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan:
|
(3) | Penyelesaian Barang Kiriman yang akan dikeluarkan dari Kawasan Pabean ke tempat lain dalam Daerah Pabean dengan menggunakan PPFTZ-01 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilaksanakan sesuai ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke ke tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(4) | Atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Pejabat melakukan pemeriksaan pabean. |
(5) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi Pemeriksaan Fisik dan penelitian dokumen. |
(6) | Pemeriksaan Fisik atas Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan:
|
(7) | Pemeriksaan Fisik oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dilakukan dalam hal:
|
(8) | Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan disaksikan oleh penyelenggara pos yang bersangkutan. |
(1) | Dalam hal Barang Kiriman yang telah disampaikan Dokumen Pengiriman Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf b:
|
(2) | Penetapan tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak (SPPBMCP). |
(3) | Terhadap SPPBMCP yang terbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang setelah:
|
(4) | Dalam hal Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) nilainya tidak melebihi nilai pabean yang mendapatkan pembebasan bea masuk, Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman memberikan persetujuan pengeluaran barang dengan membubuhkan tanda/stempel pada kemasan Barang Kiriman. |
(5) | Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman mencatat persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam Buku Catatan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2). |
(1) | Terhadap Barang Kiriman yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya wajib diberitahukan oleh pengirim Barang Kiriman kepada Pejabat melalui penyelenggara pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) dengan menggunakan Dokumen Pengiriman Barang, yang elemen datanya paling sedikit memuat:
|
(2) | Dokumen Pengiriman Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pemberitahuan Pabean. |
(3) | Berdasarkan Dokumen Pengiriman Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat melakukan pemeriksaan pabean. |
(4) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi Pemeriksaan Fisik dan penelitian dokumen. |
(5) | Pemeriksaan Fisik atas Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam hal:
|
(6) | Pemeriksaan Fisik atas Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan:
|
(7) | Pemeriksaan Fisik oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dilakukan dalam hal:
|
(8) | Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan disaksikan oleh penyelenggara pos yang bersangkutan. |
(1) | Dalam hal Barang Kiriman yang telah disampaikan Dokumen Pengiriman Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) melebihi nilai pabean FOB USD 1,500 (seribu lima ratus US Dollar), Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman memberitahukan kepada pengirim Barang Kiriman melalui penyelenggara pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) agar pengirim Barang Kiriman menyampaikan PPFTZ-02. |
(2) | Dalam hal Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) nilainya tidak melebihi nilai pabean FOB USD 1,500 (seribu lima ratus US Dollar), Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman memberikan persetujuan pengeluaran barang dengan membubuhkan tanda/stempel pada kemasan Barang Kiriman. |
(3) | Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman mencatat persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam Buku Catatan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2). |
(1) | Penyelesaian Barang Kiriman yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke TPB dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke TPB. |
(2) | Penyelesaian Barang Kiriman yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Ekonomi Khusus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke Kawasan Ekonomi Khusus. |
(1) | Terhadap Barang Kiriman yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean, pengirim Barang Kiriman wajib memberitahukan kepada Pejabat melalui penyelenggara pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) dengan menggunakan Dokumen Pengiriman Barang yang paling sedikit memuat elemen data:
|
(2) | Dokumen Pengiriman Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pemberitahuan Pabean. |
(3) | Berdasarkan Dokumen Pengiriman Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat melakukan pemeriksaan pabean. |
(4) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi Pemeriksaan Fisik dan penelitian dokumen. |
(5) | Pemeriksaan Fisik atas Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam hal:
|
(6) | Pemeriksaan Fisik atas Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan:
|
(7) | Pemeriksaan Fisik oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dilakukan dalam hal:
|
(8) | Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan disaksikan oleh penyelenggara pos yang bersangkutan. |
(1) | Dalam hal Barang Kiriman yang telah disampaikan Dokumen Pengiriman Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) melebihi nilai pabean FOB USD 1,500 (seribu lima ratus US Dollar), Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman memberitahukan kepada Pengirim Barang melalui penyelenggara pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) agar pengirim Barang Kiriman menyampaikan PPFTZ-01. |
(2) | Dalam hal Barang Kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) nilainya tidak melebihi nilai pabean FOB USD 1,500 (seribu lima ratus US Dollar), Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman memberikan persetujuan pengeluaran barang. |
(3) | Pejabat yang menangani pelayanan Barang Kiriman mencatat persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam Buku Catatan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2). |
(1) | Untuk dapat melakukan pemenuhan Kewajiban Pabean di Kawasan Bebas, Pengusaha wajib melakukan registrasi kepabeanan. |
(2) | Registrasi kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(3) | Tata cara registrasi kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pedoman Teknis Pelaksanaan Registrasi Kepabeanan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. |
(1) | Pemasukkan dan/atau pengeluaran pengemas yang dipakai berulang-ulang (returnable package) ke Kawasan Bebas dapat dilakukan oeh pengusaha setelah mendapat izin dari Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Terhadap pemasukan dan pengeluaran pengemas yang dipakai berulang-ulang (returnable package) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari ketentuan menyerahkan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 33. |
(3) | Tata cara pemasukan dan pengeluaran pengemas yang dipakai berulang-ulang (returnable package) ke dan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap barang kena cukai dari luar Daerah Pabean yang dimasukkan ke Kawasan Bebas sebagai barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Bebas, dapat diberikan pembebasan Cukai. |
(2) | Pemasukan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapatkan izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan dan memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai selaku importir. |
(3) | Pemasukan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk. |
(4) | Jumlah dan jenis barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimasukkan di Kawasan Bebas ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan. |
(1) | Terhadap barang kena cukai dari Pabrik di tempat lain dalam Daerah Pabean yang dimasukkan ke Kawasan Bebas sebagai barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Bebas, dapat diberikan pembebasan Cukai. |
(2) | Pemasukan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Pengusaha Pabrik di tempat lain dalam Daerah Pabean. |
(3) | Pemasukan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk. |
(4) | Jumlah dan jenis barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimasukkan di Kawasan Bebas ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan. |
(1) | Tehadap barang kena cukai produksi Pabrik di Kawasan Bebas yang digunakan untuk kebutuhan konsumsi penduduk di Kawasan Bebas yang bersangkutan, dapat diberikan pembebasan Cukai. |
(2) | Pengeluaran barang kena cukai dari Pabrik di Kawasan Bebas untuk kebutuhan konsumsi penduduk di Kawasan Bebas yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Pengusaha Pabrik yang bersangkutan. |
(3) | Jumlah dan jenis barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan. |
(1) | Untuk mendapatkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (4), Pasal 103 ayat (4), dan Pasal 104 ayat (3), pengusaha yang telah mendapatkan izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan dan memiliki Nomor Pokok Pengusaha barang kena cukai selaku importir, Pengusaha Pabrik di tempat lain dalam Daerah Pabean, dan Pengusaha Pabrik di Kawasan Bebas mengajukan permohonan secara tertulis untuk memperoleh penetapan jumlah dan jenis barang kena cukai kepada Badan Pengusahaan Kawasan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal. |
(2) | Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (4), Pasal 103 ayat (4), dan Pasal 104 ayat (3) dibuat dengan mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar dan ditetapkan dalam keputusan Badan Pengusahaan Kawasan, yang paling sedikit memuat elemen data:
|
(3) | Keputusan Badan Pengusahaan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat tembusan yang ditujukan kepada:
|
(1) | Terhadap barang kena cukai berupa hasil tembakau atau minuman mengandung etil alkohol yang merupakan barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, Pasal 103, dan Pasal 104, yang memenuhi kriteria:
|
(2) | Terhadap barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dicantumkan tulisan "Khusus Kawasan Bebas" pada kemasan penjualan ecerannya. |
(3) | Tulisan "Khusus Kawasan Bebas" sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam ukuran huruf yang terbaca dengan mudah, warna menyolok dan secara permanen menyatu dengan desain kemasan penjualan eceran Barang Kena Cukai yang bersangkutan. |
(4) | Kewajiban untuk mencantumkan tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi tanggung jawab:
|
(1) | Barang kena cukai hasil produksi Pabrik di Kawasan Bebas yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, wajib dilunasi Cukai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelunasan Cukai, kecuali terhadap barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas tidak dipungut Cukai atau pembebasan Cukai sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang Cukai. |
(2) | Pelunasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengusaha Pabrik yang bersangkutan. |
(1) | Tata cara penimbunan, pemasukan, pengeluaran dan pengangkutan barang kena cukai di Kawasan Bebas dilaksanakan sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Cukai. |
(2) | Dalam hal tertentu, pemasukan dan pengeluaran barang kena cukai ke dan dari Kawasan Bebas diberitahukan dengan menggunakan CK-FTZ. |
(3) | CK-FTZ digunakan untuk melindungi pengangkutan barang kena cukai berupa:
|
(4) | CK-FTZ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dokumen pelengkap untuk PPFTZ. |
(5) | Pengangkutan barang kena cukai berupa hasil tembakau yang sudah dilunasi cukainya dengan cara pelekatan pita Cukai, dikecualikan dari kewajiban dilindungi dengan CK-FTZ. |
(6) | Bentuk formulir, isi, dan petunjuk pengisian CK-FTZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(7) | Tata cara penyelesaian CK-FTZ dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXV merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Pabrik melakukan pemantauan atas realisasi pengeluaran barang kena cukaisesuai jumlah dan jenis yang ditetapkan Badan Pengusahaan Kawasan. |
(2) | Pengusaha yang telah mendapatkan izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan untuk memasukkan barang kena cukai asal luar Daerah Pabean dan Pengusaha Pabrik yang mendapatkan keputusan dari Badan Pengusahaan Kawasan, harus menyampaikan laporan secara tertulis kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur Cukai atas realisasi pemasukan barang kena cukai ke Kawasan Bebas dalam bentuk rekapitulasi CK-FTZ yang paling sedikit memuat elemen data:
|
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan setiap bulan paling lambat pada tanggal 10 pada bulan berikutnya. |
(1) | Pemasukan barang kena cukai yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas yang tidak melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk, dipungut cukainya. |
(2) | Pemasukan barang kena cukai ke Kawasan Bebas yang tidak sesuai dengan jumlah dan jenis yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan, terhadap barang kena cukai yang bersangkutan dimusnahkan. |
(3) | Pelanggaran atas ketentuan kewajiban pencantuman tulisan "Khusus Kawasan Bebas" pada kemasan penjualan eceran, terhadap barang kena cukai harus dilunasi cukainya sebelum dikeluarkan dari Kawasan Pabean. |
(1) | Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21:
|
(2) | Pengeluaran kembali atau pemusnahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c, dilakukan di bawah pengawasan Badan Pengusahaan Kawasan dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(1) | Dalam hal barang yang dimasukkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114, termasuk dalam kriteria:
|
(2) | Terhadap pemasukan sebagaimana dimaksud Pasal 114 yang merupakan barang kena cukai berupa minuman mengandung etil alkohol, konsentrat yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau, dilakukan pemusnahan. |
(1) | Dalam hal barang larangan dan pembatasan yang tidak dapat dimanfaatkan akan dikeluarkan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (1) huruf a, pengusaha atau Pengangkut yang bertanggung jawab atas barang tersebut mengajukan permohonan pengeluaran kembali ke luar Daerah Pabean kepada Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Tatacara penyelesaian barang yang akan dikeluarkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean. |
(1) | Barang larangan dan pembatasan yang masih dapat dimanfaatkan yang dihibahkan kepada negara sebagaimana dimksuad dalam Pasal 115 ayat (1) huruf b, ditetapkan sebagai Barang yang Menjadi Milik Negara oleh Kepala Kantor Pabean dan dibukukan dalam Buku Catatan Pabean Barang yang Menjadi Milik Negara. |
(2) | Barang yang Menjadi Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di TPP atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP |
(3) | Atas Barang yang Menjadi Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan kepada Menteri mengenai daftar Barang yang Menjadi Milik Negara disertai dengan usulan peruntukan untuk dilelang, dihibahkan, dihapuskan, dimusnahkan, atau ditetapkan status penggunaannya. |
(4) | Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menetapkan peruntukan Barang yang Menjadi Milik Negara dengan memperhatikan usulan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Barang yang Menjadi Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditetapkan status peruntukkannya merupakan kekayaan negara. |
(6) | Pengelolaan Barang yang Menjadi Milik Negara dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara. |
(1) | Pelaksanaan pemusnahan barang yang busuk atau rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (1) huruf c dilakukan dibawah pengawasan Kantor Pabean dan Badan Pengusahaan Kawasan. |
(2) | Atas pelaksanaan pemusnahan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan. |
(1) | PPFTZ-01, PPFTZ-02, dan/atau PPFTZ-03 yang diajukan di Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan hanya dapat dibatalkan dalam hal:
|
(2) | Pembatalan PPFTZ-01, PPFTZ-02, dan/atau PPFTZ-03 dilakukan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan permohonan pengusaha. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Maret 2012 MENTERI KEUANGAN, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO |