Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor
(1) | Objek pajak PKB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. | ||||||||
(2) | Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
| ||||||||
(3) | Dikecualikan dari objek pajak kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah :
|
(1) | Subjek Pajak PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor. |
(2) | Wajib Pajak PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kewajiban perpajakan diwakili oleh pengurus atau kuasa Badan tersebut. |
(4) | Lembaga Pendanaan seperti Leasing atau Bank, dapat menjadi Wajib Pajak, apabila :
|
(1) | PKB yang terutang terjadi pada saat kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor. |
(2) | Saat kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
|
(1) | PKB dikenakan untuk masa pajak 12 (dua belas) bulan berturut-turut terhitung mulai saat pendaftaran kendaraan bermotor. |
(2) | PKB terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilunasi sekaligus dimuka. |
(1) | Dasar Pengenaan Pajak adalah NJKB yang dinyatakan dalam suatu tabel yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Keuangan. |
(2) | Dalam hal NJKB tidak tercantum dalam tabel yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka NJKB dapat ditetapkan oleh Gubernur. |
(3) | Penetapan NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), di usulkan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri sebagai bahan perhitungan penetapan NJKB tahun berikutnya. |
(1) | Penetapan NJKB oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan berdasarkan permohonan penetapan NJKB seperti dari ATPM, importir atau pabrikan/produsen Kendaraan Bermotor. |
(2) | Permohonan penetapan NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Pelayanan Pajak dan diajukan selambat-lambatnya 30 (tiga) puluh hari sebelum kendaraan bermotor yang diajukan penetapan NJKB di jual atau dipasarkan kepada masyarakat. |
(3) | Permohonan penetapan NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekurang-kurangnya menyebutkan:
|
(4) | Berdasarkan permohonan penetapan NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Dinas Pelayanan Pajak menetapkan NJKB dengan terlebih dahulu dilakukan pembahasan oleh Tim Penilaian dan Perhitungan NJKB yang dibentuk oleh Gubernur. |
(5) | Tim Penilaian dan Perhitungan NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pembahasan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu. |
(6) | Hasil pembahasan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebagai dasar penetapan NJKB oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(7) | Untuk percepatan dan efisiensi penerimaan PKB, maka penetapan NJKB sebagaimana tersebut pada ayat (6), dapat dijadikan pedoman perhitungan PKB dan BBN-KB yang terutang, dengan terlebih dahulu ditetapkan dalam Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(8) | Keputusan Penetapan NJKB oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7), merupakan dasar usulan penetapan NJKB oleh Gubernur. |
(9) | Usulan penetapan NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan kepada Gubernur dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan atau per semester. |
(10) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai tata cara perhitungan dan penetapan NJKB diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Pajak Progresif kendaraan bermotor dikenakan terhadap kendaraan bermotor kedua dan seterusnya yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh orang pribadi berdasarkan nama dan/atau alamat yang sama. |
(2) | Pajak Progresif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan untuk kendaraan bermotor yang sejenis. |
(3) | Dikecualikan dari pengenaan Pajak Progresif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
|
(1) | Besarnya pokok PKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. |
(2) | Besarnya tarif Pajak Progresif yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. |
(1) | Setiap orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor baru atau bukan baru (bekas pakai), wajib melakukan pendaftaran kendaraan bermotor pada Dinas Pelayanan Pajak dalam hal ini Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB pada Kantor Bersama Samsat (KB Samsat) dengan menggunakan SPOPD atau SPPKB atau SPPKB Pengesahan. | ||||||||
(2) | SPOPD atau SPPKB atau SPPKB Pengesahan harus diisi dengan jelas, lengkap dan benar serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. | ||||||||
(3) | Pendaftaran kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
| ||||||||
(4) | Pendaftaran kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak :
| ||||||||
(5) | Pendaftaran kendaraan bermotor bukan baru (bekas pakai) dilakukan selambat-lambatnya pada tanggal berakhirnya masa berlaku pajak atau pengesahan STNK. | ||||||||
(6) | Pendaftaran kendaraan bermotor terhadap perubahan TNKB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum dilakukan perubahan TNKB. | ||||||||
(7) | Pendaftaran kendaraan bermotor terhadap perubahan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan perubahan mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah perubahan bentuk atau mesin. |
a. | Kendaraan bermotor milik Orang pribadi, melampirkan :
|
b. | Kendaraan bermotor milik Badan, melampirkan :
|
c. | Kendaraan bermotor milik Pemerintah Pusat/Daerah/TNI/POLRI, melampirkan :
|
a. | Karena jual beli, menambahkan lampiran :
| ||||||||||||||||||||||||
b. | Karena hadiah, menambahkan lampiran :
| ||||||||||||||||||||||||
c. | Karena hibah/warisan, menambahkan lampiran :
| ||||||||||||||||||||||||
d. | Eks Kedutaan, Konsulat Jenderal, perwakilan negara asing dan eks Lembaga Internasional, menambahkan lampiran :
| ||||||||||||||||||||||||
e. | Eks penghapusan/dum, eks lelang negara (termasuk TNI/Polri) menambahkan lampiran :
| ||||||||||||||||||||||||
f. | Karena pindah/mutasi dari luar daerah :
| ||||||||||||||||||||||||
g. | Perubahan jenis, fungsi, dan mesin kendaraan bermotor :
|
(1) | Pendaftaran kendaraan bermotor bukan baru (bekas pakai) atau pendaftaran perpanjangan/daftar ulang kepemilikan dan/atau penguasaan :
| ||||
(2) | Pendaftaran kendaraan bermotor perpanjangan/daftar ulang milik Instansi Pemerintah, TNI dan POLRI, wajib melampirkan :
| ||||
(3) | Pendaftaran kendaraan bermotor perpanjangan/daftar ulang karena perubahan TNKB :
| ||||
(4) | Pendaftaran untuk perubahan bentuk dan/atau mesin :
| ||||
(5) | Terhadap pendaftaran perpanjangan/daftar ulang kendaraan bermotor bukan baru (bekas pakai) yang dilakukan setelah jatuh tempo masa pajak sebagaimana tercantum dalam SKPD atau STNK, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung sejak berakhirnya masa pajak. |
a. | Kepemilikan Orang pribadi, melampirkan :
|
b. | Kepemilikan Badan, melampirkan:
|
(1) | Setiap kendaraan bermotor yang telah terdaftar pada Kantor Bersama Samsat dan dilepas/diserahkan hak kepemilikan atau penguasaannya karena jual beli/hibah/waris/hadiah/penghapusan/dump kepada pihak lain, harus dilaporkan atas pelepasan/penyerahan hak dimaksud pada Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(2) | Pelaporan atas pelepasan/penyerahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan surat pemberitahuan atau surat keterangan pelepasan/penyerahan hak yang tersedia pada Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(3) | Pelaporan atas pelepasan/penyerahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya pelepasan/penyerahan hak. |
(4) | Surat pemberitahuan atau surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya memuat :
|
(5) | Penyampaian pelaporan atas pelepasan/penyerahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan pada Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dengan melampirkan :
|
(6) | Berdasarkan surat pemberitahuan atas pelepasan hak kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB melakukan pemblokiran kendaraan bermotor yang telah dilepas haknya atas penguasaannya |
(1) | Untuk menghindari pengenaan tarif pajak progresif, Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, yang belum atau tidak melaporkan pelepasan atau penyerahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dapat meminta informasi data kepemilikan kendaraan bermotor pada Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB di Kantor Bersama Samsat sebelum melakukan pendaftaran. |
(2) | Berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak mengisi dan menyampaikan surat pemberitahuan atau keterangan yang tersedia pada Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB di Kantor Bersama Samsat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), sebagai penyesuaian data urutan kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor yang dimiliki Wajib Pajak. |
(1) | Berdasarkan formulir SPOPD atau SPPKB atau SPPKB Pengesahan atau Surat Pendaftaran sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB melakukan penelitian dan perhitungan PKB yang terutang dengan menerbitkan SSPD atau SKKP atau dokumen lain yang dipersamakan. |
(2) | SSPD atau SKKP atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencantumkan jumlah PKB yang terutang, SWDKLLJ, biaya administrasi STNK, dan biaya administrasi TNKB, serta sanksi administrasi berupa bunga yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. |
(3) | PKB yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung sekaligus dimuka untuk masa 12 (dua belas) bulan. |
(4) | Berdasarkan bukti pembayaran PKB dalam SSPD atau SKKP atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), selanjutnya diterbitkan SKPD. |
(5) | Bentuk dan tata cara penerbitan SSPD atau SKKP atau dokumen lain yang dipersamakan dan SKPD ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Berdasarkan SSPD atau SKKP atau dokumen lain yang dipersamakan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), Wajib Pajak atau Penanggung Pajak membayar atau melunasi PKB yang terutang secara tunai pada Unit Pelayanan Kas BPKD yang berada di Kantor Samsat atau bank atau tempat lain yang ditunjuk Gubernur. |
(2) | Pembayaran PKB yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterbitkannya SSPD atau SKKP atau dokumen lain yang dipersamakan. |
(3) | Apabila jatuh tempo pembayaran PKB jatuh pada hari libur, maka pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya. |
(4) | Apabila pembayaran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) bulan sejak diterbitkannya SSPD atau SKKP atau dokumen lain yang dipersamakan dan ditagih dengan STPD. |
(1) | Pembayaran PKB dapat dilakukan dengan cash cheque atau giro bilyet pada :
| ||||
(2) | Pembayaran melalui cash cheque dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) hari atau melalui giro bilyet dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2). | ||||
(3) | Pembayaran melalui cash cheque atau giro bilyet sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||
(4) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai Tata cara pembayaran PKB melalui cash cheque dan giro bilyet diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran PKB terutang dalam SSPD atau SKKP atau dokumen lain yang dipersamakan kepada Kepala Unit PKB dan BBN-KB. |
(2) | Penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya diberikan dalam hal kendaraan bermotor yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat/Daerah, TNI dan Polri belum dianggarkan dalam APBN/APBD tahun berkenan. |
(3) | Penundaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) se bulan. |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan, persyaratan dan penerbitan keputusan penundaan pembayaran PKB, diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB menerbitkan STPD, apabila:
|
(2) | Jumlah kekurangan pajak terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan, sejak saat terutang pajak sampai dengan diterbitkan STPD. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai tata cara penerbitan STPD ditetapkan oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, melakukan penagihan pajak dengan menerbitkan Surat Peringatan atau Surat Teguran, atau surat sejenisnya apabila :
| ||||
(2) | Pelaksanaan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
| ||||
(3) | Dalam hal wajib pajak setelah diberikan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis melakukan pembayaran PKB yang terutang selanjutnya dilakukan pencatatan pembayaran dalam administrasi pembukuan penagihan pajak. | ||||
(4) | Apabila Wajib Pajak setelah diberikannya surat peringatan atau surat teguran atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak tidak melakukan pembayaran PKB yang terutang, maka kepada Wajib Pajak dilakukan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. | ||||
(5) | Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. | ||||
(6) | Bentuk dan tata cara penyampaian surat peringatan atau surat teguran, atau surat lain yang sejenis, diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Penagihan pajak dapat dilakukan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) atau tanggal berakhirnya jatuh tempo surat peringatan atau surat teguran atau surat lain yang sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, dengan terlebih dahulu menerbitkan dan menyampaikan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. | ||||||||||
(2) | Penagihan pajak seketika dan sekaligus dilakukan, apabila:
| ||||||||||
(3) | Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat :
| ||||||||||
(4) | Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan dan disampaikan kepada Wajib Pajak, sebelum penerbitan Surat Paksa. | ||||||||||
(5) | Dalam pelaksanaan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Petugas Dinas Pelayanan Pajak dapat menerima pembayaran jumlah PKB yang terutang berikut sanksi administrasi berupa bunga atau denda sebesar 2% (dua persen) dengan menerbitkan tanda terima pembayaran PKB. | ||||||||||
(6) | Pembayaran PKB terutang oleh petugas Dinas Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), wajib disetorkan ke Unit Pelayanan Kas Samsat yang berada di Kantor Samsat atau Bank DKI atau bank lain yang ditunjuk Gubernur, dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) x 24 (dua puluh empat) jam, dan apabila jangka waktu tersebut tidak memungkinkan karena telah melampaui jam kerja, maka penyetoran pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya. | ||||||||||
(7) | SKPD dan STNK harus diambil sendiri oleh Wajib Pajak atau kuasanya berdasarkan surat kuasa dari Wajib Pajak. | ||||||||||
(8) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penagihan seketika dan sekaligus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan Surat Paksa, apabila PKB yang terutang berdasarkan SSPD atau SKKP atau dokumen lain yang dipersamakan atau SKPD, Surat Keputusan Penundaan atau Angsuran Pembayaran, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Putusan Banding tidak dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. |
(2) | Penagihan pajak dengan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila kepada Wajib Pajak telah disampaikan :
|
(3) | Penagihan pajak dengan Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak surat peringatan atau surat teguran atau surat lain yang sejenisnya atau Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterima oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. |
(4) | Pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa dilakukan oleh Jurusita Pajak. |
(1) | Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
| ||||||||||||||||
(2) | Sebelum penerbitan Surat Paksa, Dinas Pelayanan Pajak sekurang-kurangnya telah melakukan kegiatan, antara lain:
| ||||||||||||||||
(3) | Pelaksanaan kegiatan penelitian, pemeriksaan dan pengawasan dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. | ||||||||||||||||
(4) | Dalam hal tertentu, pelaksanaan kegiatan penelitian, pemeriksaan dan pengawasan dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, dapat dilakukan oleh Jurusita Pajak berdasarkan penugasan dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak. | ||||||||||||||||
(5) | Untuk melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa dapat dibentuk Tim Pencairan Tunggakan PKB dan BBN-KB yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Penagihan pajak dengan Surat Paksa oleh Jurusita Pajak didasarkan pada surat tugas dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak. | ||||
(2) | Surat Paksa diberitahukan atau disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, dengan ketentuan sebagai berikut :
| ||||
(3) | Pemberitahuan atau penyampaian Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat :
| ||||
(4) | Pemberitahuan atau penyampaian Surat Paksa kepada orang pribadi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
| ||||
(5) | Surat Paksa terhadap Badan diberitahukan atau disampaikan Jurusita kepada :
| ||||
(6) | Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak menunjuk seorang kuasa melalui surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban PKB terutang, maka Surat Paksa diberitahukan atau disampaikan kepada penerima kuasa dimaksud. | ||||
(7) | Apabila pemberitahuan atau penyampaian surat paksa tidak dapat dilaksanakan karena sesuatu hal maka Surat Paksa dapat disampaikan melalui Camat/Lurah sesuai tempat kedudukan Wajib Pajak. | ||||
(8) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai pemberitahuan atau penyampaian Surat Paksa diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak atau pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, menolak untuk menerima Surat Paksa, maka Jurusita Pajak meninggalkan surat paksa dimaksud kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak atau pihak-pihak tersebut dan mencatatnya dalam berita acara bahwa Wajib Pajak atau Penanggung Pajak atau pihak-pihak tidak mau menerima surat paksa. |
(2) | Pemberitahuan atau penyampaian Surat Paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap telah diberitahukan atau disampaikan. |
(1) | Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat melunasi pembayaran PKB yang terutang dalam jangka waktu 3 (tiga) x 24 (dua puluh empat) jam, setelah Surat Paksa diberitahukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), dan kepadanya tidak dilakukan pelaksanaan penyitaan. |
(2) | Pelunasan pembayaran PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui :
|
(3) | Petugas Jurusita Pajak yang menerima pelunasan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, wajib menyetorkan pelunasan PKB tersebut ke Unit Pelayanan Kas Samsat dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) x 24 (dua puluh empat) jam. |
(1) | Apabila setelah diberitahukan Surat Paksa, Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak melunasi PKB yang terutang dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk selanjutnya menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP). |
(2) | Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Jurusita Pajak Daerah dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 2 (dua) x 24 (dua puluh empat) jam, dan dituangkan dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita dan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, serta sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. |
(3) | Penyitaan tetap dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan syarat salah seorang saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berasal dari pejabat Kelurahan setempat. |
(4) | Dalam hal pelaksanaan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak atau Penanggung Pajak melunasi PKB terutang, maka pelaksanaan penyitaan dapat dihentikan dengan menerbitkan Surat Pencabutan Sita oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk. |
(5) | Surat Pencabutan Sita sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disampaikan oleh Jurusita kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, apabila :
|
(1) | Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di pihak lain atau yang dijanjikan sebagai pelunasan PKB terutang yang dapat berupa :
|
(2) | Penyitaan terhadap Wajib Pajak berupa Badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan Badan, di tempat tinggal mereka, atau di tempat lainnya. |
(3) | Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita untuk melunasi PKB terutang dan biaya penagihan pajak. |
(1) | Apabila setelah dilakukan penyitaan terhadap barang milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak melunasi PKB yang terutang dan biaya penagihan pajak, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang melaksanakan penjualan barang-barang sitaan milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak secara lelang. |
(2) | Sebelum pelaksanaan penjualan barang-barang sitaan milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak secara lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau pejabat yang ditunjuk mengajukan permohonan atau permintaan lelang kepada Kantor Lelang. |
(3) | Penjualan barang-barang milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang disita secara lelang sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan paling lambat dalam waktu sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa. |
(4) | Pengumuman lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling lambat dalam waktu sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah penyitaan. |
(5) | Pelaksanaan penjualan secara lelang atas barang-barang milik Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, bertempat di Badan Lelang milik Pemerintah Pusat atau Swasta. |
(6) | Pelaksanaan lelang tetap dilakukan walaupun keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak belum memperoleh keputusan keberatan. |
(7) | Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. |
(8) | Lelang tidak dilaksanakan apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak atau berdasarkan putusan pengadilan, atau putusan pengadilan pajak, atau objek lelang musnah. |
(1) | Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa. |
(2) | Pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa tidak mengakibatkan penundaan hak Wajib Pajak mengajukan keberatan pajak. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai pelaksanaan penagihan pajak dengan surat paksa diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan keberatan PKB kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB atas suatu SKPD. |
(2) | Pengajuan permohonan keberatan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan formal sebagai berikut :
|
(3) | Permohonan keberatan PKB yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dianggap sebagai surat permohonan keberatan, sehingga tidak dapat dipertimbangkan. |
(4) | Terhadap surat permohonan keberatan yang tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dijawab melalui surat biasa. |
(5) | Permohonan pengajuan keberatan PKB, tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Permohonan pengajuan keberatan PKB selain memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), harus melampirkan persyaratan lainnya sekurang-kurangnya sebagai berikut :
| ||||||
(2) | Permohonan keberatan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan langsung ke Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB atau dapat melalui pos. | ||||||
(3) | Bukti tanda terima pengiriman permohonan keberatan PKB melalui pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan tanda terima bukti penerimaan keberatan. |
(1) | Berdasarkan permohonan keberatan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pajabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB menerima dan meneliti persyaratan permohonan keberatan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja. |
(2) | Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), maka permohonan ditolak dengan menerbitkan surat keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakan. |
(3) | Dalam hal permohonan memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dan persyaratan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), maka permohonan keberatan diproses. |
(4) | Penyelesaian permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dilakukan melalui Tim Pertimbangan Keberatan Pajak Daerah yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(5) | Tim pertimbangan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), hanya memberikan pertimbangan dari aspek dasar hukum, kemampuan Wajib Pajak, dan aspek lainnya sebagai bahan pertimbangan Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dalam mengambil keputusan. |
(1) | Dalam hal permohonan keberatan memerlukan pemeriksaan lapangan, maka Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dapat meminta kepada Petugas Pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan lapangan yang hasilnya dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Pajak Daerah (LPPD). |
(2) | Terhadap surat permohonan keberatan yang tidak memerlukan pemeriksaan lapangan, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dapat meminta penjelasan mengenai perhitungan pajak kepada pejabat yang menerbitkan surat ketetapan pajak dan hasilnya dituangkan dalam laporan penjelasan perhitungan pajak terutang. |
(3) | LPPD atau penjelasan perhitungan pajak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disampaikan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB paling lambat 2 (dua) bulan sejak pemeriksaan lapangan atau penjelasan perhitungan pajak yang terutang diterima. |
(1) | Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan atau penjelasan perhitungan pajak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB selanjutnya membuat surat uraian keberatan pajak. |
(2) | Berdasarkan surat uraian keberatan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB membuat petikan surat keputusan keberatan pajak. |
(3) | Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB melaporkan petikan surat keputusan keberatan pajak kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak secara periodik. |
(1) | Dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan diterima Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, harus memberi jawaban atas permohonan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak atau kuasanya, yang dituangkan dalam surat keputusan keberatan. |
(2) | Surat keputusan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa :
|
(3) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui, dan Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB tidak memberikan keputusan, maka permohonan keberatan dianggap dikabulkan. |
(4) | Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan surat keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan dan ditagih dengan STPD. |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding pada pengadilan pajak, maka sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dikenakan. |
(6) | STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak diterbitkan apabila Wajib Pajak yang mengajukan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (5), terlebih dahulu harus memberitahukan secara tertulis dengan meterai cukup paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat keputusan keberatan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(7) | Wajib Pajak yang mengajukan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (6), harus menyampaikan bukti tanda terima pendaftaran banding dari pengadilan pajak sebagai bukti pendukung surat pemberitahuan dimaksud. |
(8) | Dalam hal wajib pajak tidak menyampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan tanda bukti pendaftaran banding sebagaimana dimaksud pada ayat (7), atas sanksi denda sebesar 50% (lima puluh persen) tetap ditagih dengan STPD. |
(1) | Kepala Dinas Pelayanan Pajak dapat melimpahkan sebagian kewenangan penyelesaian permohonan keberatan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), kepada Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(2) | Batasan kewenangan penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak, atas keputusan keberatan pajak. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas, dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan keberatan diterima, dengan dilampirkan salinan dari surat keputusan tersebut. |
(3) | Terhadap per satu keputusan keberatan, diajukan per satu surat banding. |
(4) | Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. |
(5) | Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. |
(6) | Dalam hal pengajuan permohonan banding, dapat diajukan pernyataan pencabutan kepada pengadilan pajak. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PKB berdasarkan perhitungan Wajib Pajak secara tertulis, kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(2) | Apabila PKB yang telah dilunasi karena keadaan kahar (force majeure), masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan dapat dilakukan restitusi atau kompensasi atas pajak yang telah dibayar untuk sisa masa pajak yang belum dilalui/dimanfaatkan. |
(3) | Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya menyebutkan :
|
(4) | Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melampirkan :
|
(5) | Terhadap permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak untuk mengetahui atas kebenaran permohonan tersebut, kecuali pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang didasarkan pada keputusan banding majelis hakim pengadilan. |
(6) | Dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, harus memberikan keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan menerbitkan SKPDLB dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. |
(7) | Putusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat berupa restitusi atau kompensasi. |
(8) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), telah terlampaui dan Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB tidak memberikan keputusan, maka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. |
(9) | Apabila Wajib Pajak mempunyai utang Pajak Daerah, kelebihan pembayaran PKB, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Pajak Daerah tersebut. |
(10) | Pengembalian kelebihan pembayaran PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. |
(11) | Pengembalian kelebihan pembayaran PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (10), dilakukan oleh Kepala BPKD, berdasarkan permohonan permintaan dari Dinas Pelayanan Pajak. |
(12) | Apabila pengembalian kelebihan pembayaran PKB dilakukan setelah lewat jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), Kepala BPKD memberikan imbalan berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak yang dihitung sejak diterbitkannya SKPDLB. |
(13) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai pemberian imbalan berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (12), diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membetulkan SSPD dan/atau SKPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Daerah. | ||||
(2) | Dalam hal pembetulan SSPD dan/atau SKPD dilakukan atas permohonan Wajib Pajak, surat permohonan disampaikan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, dalam jangka waktu 4 (empat) bulan setelah surat ketetapan pajak atau SSPD diterima, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak. | ||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang baik, disertai alasan yang jelas, diberi tanggal, bulan, tahun, ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya di atas meterai, dengan melampirkan persyaratan :
| ||||
(4) | Penyelesaian permohonan pembetulan SSPD dan/atau SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya surat permohonan. |
(1) | Terhadap SSPD dan/atau SKPD yang akan dibetulkan baik karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak, terlebih dahulu dilakukan penelitian administrasi dan/atau peraturan perpajakan yang berlaku. |
(2) | Apabila dari hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ternyata terdapat kesalahan tulis, kesalahan, hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Daerah, maka SSPD dan/atau SKPD tersebut selanjutnya dilakukan pembetulan. |
(3) | Pembetulan SSPD dan/atau SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan menerbitkan SSPD dan/atau SKPD baru dan memberi tanda silang, paraf serta mencantumkan kata-kata "dibatalkan" pada SSPD dan/atau SKPD sebelumnya dan selanjutnya disimpan sebagai arsip dalam administrasi perpajakan. |
(4) | Penerbitan SSPD dan/atau SKPD baru didahului dengan menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan dari Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(1) | SSPD dan/atau SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3), harus disampaikan kepada Wajib Pajak paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya SSPD dan/atau SKPD tersebut. |
(2) | SSPD dan/atau SKPD pembetulan wajib dilunasi dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterbitkan. |
(1) | Dalam hal permohonan wajib Pajak ditolak maka Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB segera menerbitkan Surat Keputusan Penolakan Pembetulan Surat Ketetapan Pajak/SSPD. |
(2) | Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB melaporkan secara berkala kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atas pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dapat menghapuskan atau mengurangkan sanksi administrasi berupa bunga yang terutang sesuai ketentuan menurut Peraturan Daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. |
(2) | Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam hal sanksi administrasi dikenakan bukan karena kesalahan Wajib Pajak. |
(3) | Pengurangan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan terhadap kekhilafan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban PKB. |
(4) | Pengurangan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan terhadap :
|
(1) | Pengurangan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 51 ayat (3), dilakukan dengan mengajukan Permohonan secara tertulis disertai alasan yang jelas kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, dengan ketentuan sebagai berikut :
|
(1) | Berdasarkan permohonan penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan pengurangan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, melakukan penelitian surat permohonan beserta lampirannya. |
(2) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan, harus memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan. |
(3) | Dalam hal permohonan diterima, jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan maka dalam bentuk keputusan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi. |
(4) | Berdasarkan surat keputusan penghapusan dan pengurangan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), selanjutnya dilakukan pembetulan atau pembatalan SSPD atau SKPD yang telah diterbitkan, dengan cara :
|
(5) | Dalam hal permohonan ditolak, karena tidak atau belum terpenuhinya persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 53, maka Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB dalam jangka waktu 1 (satu) bulan harus menerbitkan surat penolakan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi. |
(6) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai persyaratan permohonan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi serta kemampuan membayar diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan dan pembatalan SKPD yang tidak benar dalam penerbitannya. | ||||||||||||
(2) | Pengurangan dan pembatalan SKPD yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan apabila terjadi :
| ||||||||||||
(3) | Pengurangan dan pembatalan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi jumlah pokok pajak beserta sanksi administrasi yang tercantum dalam SKPD. | ||||||||||||
(4) | Tata cara pengajuan permohonan pengurangan dan pembatalan SKPD diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
|
(1) | Gubernur karena jabatannya berwenang menghapuskan piutang Pajak Daerah yang sudah kadaluwarsa berdasarkan permohonan penghapusan piutang pajak dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak. | ||||||||||
(2) | Penghapusan piutang Pajak Daerah meliputi pokok pajak dan sanksi administrasi berupa kenaikan, bunga dan denda. | ||||||||||
(3) | Penghapusan piutang Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan terhadap piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun, terhitung sejak saat terutangnya Pajak Daerah. | ||||||||||
(4) | Permohonan penghapusan piutang Pajak Daerah sekurang-kurangnya memuat :
| ||||||||||
(5) | Gubernur dapat menghapuskan piutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan ketentuan sebagai berikut :
| ||||||||||
(6) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai Penghapusan Piutang Pajak diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Terhadap piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, akan tetapi belum Kedaluwarsa, dimasukan kedalam Daftar Cadangan Penghapusan Piutang Pajak Daerah, sampai terpenuhinya masa Kadaluwarsa. |
(2) | Piutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai :
|
(3) | Terhadap piutang pajak yang dicadangkan sebagai piutang pajak yang akan dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dilakukan lagi tindakan penagihan. |
(1) | Setiap awal tahun takwim, Kepala Dinas Pelayanan Pajak dapat mengajukan permohonan penghapusan piutang pajak untuk masa tahun pajak sebelumnya kepada Gubernur. |
(2) | Permohonan penghapusan piutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah Kepala Dinas Pelayanan Pajak memperoleh data Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak Daerah dan Daftar Cadangan Penghapusan Piutang Pajak Daerah dari Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB. |
(3) | Data Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak Daerah dan Daftar Cadangan Penghapusan Piutang Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya dilakukan penelitian oleh Kepala Bidang Pengendalian dan Pembinaan Pajak Daerah yang meliputi:
|
(1) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3), Kepala Bidang Pengendalian dan Pembinaan Pajak Daerah selanjutnya membuat :
| ||||||||||
(2) | Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sekurang-kurang memuat :
| ||||||||||
(3) | Daftar Cadangan Usulan Penghapusan Piutang Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sekurang-kurang memuat:
|
(1) | Berdasarkan Daftar sebagaimana dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a, Kepala Dinas Pelayanan Pajak selanjutnya menyampaikan permohonan penghapusan piutang Pajak Daerah kepada Gubernur. |
(2) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Gubernur menetapkan Penghapusan Piutang Pajak Daerah dengan Keputusan Gubernur. |
(3) | Berdasarkan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Dinas Pelayanan Pajak menerbitkan petikan Keputusan Gubernur tentang Penghapusan Piutang Pajak Daerah per SKPD. |
(4) | Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB selanjutnya mengadministrasikan dan menghapuskan piutang Pajak Daerah dari Daftar Piutang Pajak Daerah sesuai Petikan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Tindasan petikan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sekurang-kurangnya disampaikan kepada :
|
(1) | Dalam hal permohonan penghapusan piutang Pajak Daerah yang harus mendapat persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (5) huruf b, Gubernur selanjutnya menetapkan Penghapusan Piutang Pajak Daerah dengan Keputusan Gubernur. |
(2) | Berdasarkan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Pelayanan Pajak menerbitkan petikan Keputusan Gubernur tentang Penghapusan Piutang Pajak Daerah per SKPD. |
(3) | Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB selanjutnya mengadministrasikan dan menghapuskan piutang Pajak Daerah dari Daftar Piutang Pajak Daerah, sesuai Petikan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Tindasan petikan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sekurang-kurangnya disampaikan kepada :
|
(1) | Atas permohonan Wajib Pajak Gubernur melalui Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, dapat memberikan pengurangan PKB yang terutang setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen) dari pokok pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pengurangan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan terhadap kendaraan bermotor yang dipergunakan untuk kepentingan sosial dan keagamaan yang tidak bersifat komersil antara lain:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Permohonan diajukan secara tertulis yang dibuat dalam bahasa Indonesia, ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya dan diajukan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, dengan melampirkan :
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Pengajuan permohonan pengurangan pokok pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dimiliki atau dikuasai kendaraan bermotor, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Pengurangan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), tidak dapat dianggap sebagai pengajuan pengurangan, sehingga tidak dipertimbangkan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Terhadap pengajuan pengurangan yang tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dijawab dengan surat biasa. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Dalam hal pengajuan permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), masih dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali secara tertulis yang dibuat dalam bahasa Indonesia, ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya dan diajukan kepada kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, setelah melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Pengajuan pengurangan pajak tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(9) | Wajib Pajak yang telah mendapatkan pengurangan pajak tidak dapat mengajukan permohonan keringanan pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
10) | Berdasarkan persyaratan permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Kepala Dinas Pelayanan Pajak memberikan jawaban secara tertulis menolak atau menerima permohonan pengurangan pokok pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
11) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai tata cara pengurangan pajak diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Atas permohonan Wajib Pajak, Gubernur melalui Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Kepala Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB, dapat memberikan keringanan PKB yang terutang setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen) dari pokok pajak. |
(2) | Pemberian keringanan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan berdasarkan pertimbangan atau keadaan tertentu, seperti kondisi perekonomian sedang resesi atau bencana alam. |
(3) | Kondisi perekonomian sedang resesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinyatakan oleh Pemerintah dan dapat mempengaruhi perekonomian Daerah. |
(4) | Kendaraan bermotor yang dapat diberikan keringanan pada kondisi resesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), hanya diberikan untuk kendaraan angkutan penumpang orang dan barang yang berkaitan dengan usaha/perekonomian. |
(5) | Dalam rangka pemberian keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Gubernur dapat menerbitkan Keputusan Gubernur tentang kondisi dalam keadaan resesi. |
a. | Kendaraan yang terkena bencana alam :
| ||||||||||||||
b. | Kendaraan yang digunakan untuk keperluan bencana alam, mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak dengan disertai alasan yang jelas dan melampirkan sekurang-kurangnya :
|
(1) | Gubernur karena jabatannya dapat memberikan pembebasan PKB kepada Wajib Pajak atau terhadap objek pajak tertentu, berdasarkan azas keadilan dan azas timbal balik (reciprocitas). | ||||
(2) | Pemberian pembebasan pajak berdasarkan asas keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan sebagian atau seluruhnya dari PKB yang terutang, terhadap :
| ||||
(3) | Pemberian pembebasan pajak berdasarkan azas timbal balik (reciprocilas) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada Lembaga atau Organisasi Internasional/lembaga internasional lainnya yang bertempat kedudukan di Indonesia dalam rangka kerja sama dan/atau memberikan bantuan teknis di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan kepada Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. | ||||
(4) | Pemberian pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
| ||||
(5) | Kendaraan bermotor yang dapat diberikan pembebasan PKB kepada Badan/Lembaga/Organisasi Internasional atas pembelian kendaraan bermotor yang diproduksi di dalam negeri maupun dalam keadaan jadi (CBU) diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
| ||||
(6) | Pemberian pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diberikan untuk Pejabat dari kantor Badan/Lembaga/Organisasi Internasional yang bertugas di Indonesia dengan masa tugas minimal 1 (satu) tahun. | ||||
(7) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai pembebasan pajak kendaraan bermotor berdasarkan azas timbal balik (reciprocitas) diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(1) | Dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pembayaran PKB, dilakukan pemeriksaan oleh petugas pemeriksa Dinas Pelayanan Pajak. |
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan secara koordinatif dengan instansi terkait seperti Kepolisian dan Jasa Raharja. |
(3) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan berdasarkan Surat Tugas dari Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
(4) | Wajib Pajak yang diperiksa wajib :
|
(5) | Ketentuan lebih lanjut yang bersifat teknis mengenai pemeriksaan diatur dengan Peraturan Kepala Dinas Pelayanan Pajak. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 2012 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, ttd FAUZI BOWO |