Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Beasiswa yang Memenuhi Persyaratan Tertentu dan Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak Dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan
(1) | Biaya Beasiswa dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Penghasilan berupa Beasiswa dari subjek pajak dan/atau bukan subjek pajak yang memenuhi persyaratan tertentu dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan. |
(3) | Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Beasiswa yang diterima:
|
(4) | Pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. |
(5) | Pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. |
(6) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila:
|
(7) | Hubungan usaha, kepemilikan, atau penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a merupakan hubungan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Sisa lebih yang diterima atau diperoleh Badan atau Lembaga, dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan apabila sebesar jumlah sisa lebih digunakan untuk:
|
(2) | Sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih lebih dari penghitungan seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh selain penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan/atau bukan objek Pajak Penghasilan, dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut. |
(3) | Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk:
|
(4) | Bantuan, sumbangan, atau harta hibahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, sepanjang tidak ada hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, dengan pihak penerima. |
(5) | Tidak termasuk hubungan istimewa berupa hubungan kepemilikan dan penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) apabila pemberi dan penerima bantuan, sumbangan, atau harta hibahan merupakan Badan atau Lembaga. |
(1) | Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi:
| ||||||||||||||
(2) | Termasuk dalam pembangunan dan pengadaan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan penggunaan sisa lebih yang dialokasikan dalam bentuk Dana Abadi. | ||||||||||||||
(3) | Penggunaan sisa lebih dapat dialokasikan dalam bentuk Dana Abadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan syarat:
| ||||||||||||||
(4) | Penggunaan sisa lebih dalam bentuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain yang dialokasikan dalam bentuk Dana Abadi dapat diberikan kepada Badan atau Lembaga lain sepanjang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. | ||||||||||||||
(5) | Penggunaan sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto bagi Badan atau Lembaga pemberi. |
(1) | Badan atau Lembaga harus membuat laporan jumlah sisa lebih yang digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). |
(2) | Laporan jumlah sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar setiap tahun sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. |
(3) | Pelaporan jumlah sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan contoh yang tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) | Selain laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan atau Lembaga harus membuat catatan mengenai rincian penggunaan sisa lebih yang dilengkapi dengan bukti pendukung. |
(1) | Jumlah sisa lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diakui sebagai objek Pajak Penghasilan pada akhir Tahun Pajak setelah jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut berakhir. |
(2) | Jumlah sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan sebagai tambahan objek Pajak Penghasilan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak diakuinya sisa lebih tersebut sebagai koreksi fiskal. |
(3) | Penghitungan jumlah sisa lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan contoh yang tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dana Abadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dapat dikembangkan berdasarkan praktik bisnis yang sehat dan risiko yang terkelola, dengan memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Hasil pengembangan Dana Abadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(3) | Dalam hal penggunaan Dana Abadi yang berasal dari sisa lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) tidak sesuai ketentuan ayat (1), atas Dana Abadi tersebut menjadi objek Pajak Penghasilan pada Tahun Pajak ditemukan dan diperlakukan sebagai koreksi fiskal. |
(1) | Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi. |
(2) | Penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Juni 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |