Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
(1) | Ruang lingkup Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini adalah transaksi yang dilakukan Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. |
(2) | Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat mengakibatkan pelaporan jumlah penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak tidak sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha meliputi antara lain :
|
(1) | Wajib Pajak dalam melakukan transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa wajib menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. |
(2) | Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
|
(3) | Transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai nilai penghasilan atau pengeluaran tidak melampaui Rp 10 .000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak diwajibkan memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), namun Wajib Pajak tetap diwajibkan memenuhi ketentuan Pasal 28 Undang-Undang KUP. |
(1) | Dalam melakukan Analisis Kesebandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
| ||||
(2) | Wajib Pajak wajib mendokumentasikan langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian dalam melakukan Analisis Kesebandingan dan penentuan pembanding, penggunaan Data Pembanding Internal dan/atau Data Pembanding Eksternal serta menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
(1) | Dalam melaksanakan Analisis Kesebandingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus dilakukan analisis atas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesebandingan antara lain:
|
(2) | Wajib Pajak wajib mendokumentasikan langkah-langkah, kajian, dan hasil kajian atas faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku . |
(1) | Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang/harta berwujud dan barang/harta tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, harus dilakukan analisis terhadap jenis barang atau jasa yang diperjualbelikan, dialihkan, atau diserahkan, baik oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa maupun oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa. |
(2) | Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dipertimbangkan antara lain :
|
(3) | Dalam menilai dan menganalisis karakteristik barang tidak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dipertimbangkan antara lain :
|
(4) | Dalam menilai dan menganalisis karakteristik jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dipertimbangkan antara lain :
|
(1) | Dalam melakukan penilaian dan analisis fungsi (functional analysis) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, harus dilakukan analisis dengan mengidentifikasi dan membandingkan kegiatan ekonomi yang signifikan dan tanggung jawab utama yang diambil atau akan diambil oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa. |
(2) | Kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap signifikan dalam hal kegiatan tersebut berpengaruh secara material pada harga yang ditetapkan dan/atau laba yang diperoleh dari transaksi yang dilakukan. |
(3) | Dalam melakukan penilaian dan analisis fungsi, harus dipertimbangkan antara lain :
|
(1) | Dalam penentuan metode harga wajar atau laba wajar wajib dilakukan kajian untuk menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang paling tepat. |
(2) | Metode Penentuan Harga Transfer yang dapat diterapkan adalah :
|
(3) | Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
|
(4) | Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP) adalah:
|
(5) | Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode penjualan kembali (resale price method/RPM) adalah :
|
(6) | Kondisi yang tepat dalam menerapkan metode biaya-plus (cost plus method/CPM) adalah:
|
(7) | Metode pembagian laba (profit split method/PSM) secara khusus hanya dapat diterapkan dalam kondisi sebagai berikut :
|
(8) | Penerapan metode Penentuan Harga Transfer secara hirarkis harus didasarkan pada kondisi yang tepat untuk setiap metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7). |
(9) | Wajib Pajak wajib mendokumentasikan kajian yang dilakukan dan menyimpan buku, dasar catatan, atau dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku. |
(1) | Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan metode-metode Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dapat ditentukan dalam bentuk harga atau laba tunggal (single price) atau dalam bentuk Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR). |
(2) | Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rentangan antara kuartil pertama dan ketiga yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
|
(3) | Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dipenuhi, maka Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar tidak dapat dipergunakan. |
(4) | Yang dimaksud dengan Rentang Harga Wajar atau Laba Wajar (arm's length range/ALR) adalah rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang merupakan hasil pengujian beberapa data pembanding dengan menggunakan metode Penentuan Harga Transfer yang sama. |
(1) | Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi jasa yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. |
(2) | Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan :
|
(3) | Transaksi jasa antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap tidak memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam hal transaksi jasa terjadi hanya karena terdapat kepemilikan perusahaan induk pada salah satu atau beberapa perusahaan yang berada dalam satu kelompok usaha. |
(4) | Transaksi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk biaya atau pengeluaran yang terjadi sehubungan dengan :
|
(1) | Dalam hal transaksi jasa dilakukan bersama-sama antara Wajib Pajak dan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dan tidak dapat dilakukan identifikasi atas transaksi jasa yang diserahkan kepada masing-masing pihak, maka beban jasa harus dialokasikan berdasarkan manfaat yang diterima oleh masing-masing pihak . |
(2) | Kriteria yang digunakan untuk mengalokasikan beban jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap memadai dalam hal menerapkan kriteria yang terukur dan dapat diandalkan berdasarkan :
|
(1) | Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha wajib diterapkan atas transaksi pemanfaatan dan pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. |
(2) | Transaksi pemanfaatan harta tidak berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan :
|
(3) | Transaksi pengalihan harta tidak berwujud yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan :
|
(4) | Dalam melakukan Analisis Kesebandingan untuk transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus dipertimbangkan antara lain :
|
(1) | Wajib Pajak wajib menyelenggarakan dan menyimpan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang KUP dan peraturan pelaksanaannya. |
(2) | Termasuk dalam pengertian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dokumen yang menjadi dasar penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha pada transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. |
(3) | Dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang harus disediakan oleh Wajib Pajak sekurang-kurangnya mencakup :
|
(4) | Wajib Pajak dapat menentukan sendiri jenis dan bentuk dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang harus diselenggarakan disesuaikan dengan bidang usahanya sepanjang dokumen tersebut mendukung penggunaan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dipilih. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak pada transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. |
(2) | Penghitungan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan metode dan dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang diterapkan oleh Wajib Pajak . |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai dan/atau menunjukkan dokumen pendukung penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini, maka Direktur Jenderal Pajak berwenang menetapkan Harga Wajar atau Laba Wajar berdasarkan data atau dokumen lain dan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dinilai tepat oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangan berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP. |
(4) | Kewenangan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa. |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki Hubungan Istimewa yang terindikasi sebagai tindak pidana di bidang perpajakan, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang KUP. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan penyesuaian (correlative adjustment) terhadap penghitungan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak sebagai tindak lanjut atas suatu penyesuaian (primary adjustment) yang dilakukan oleh :
|
(2) | Atas penyesuaian yang dilakukan oleh otoritas pajak negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Wajib Pajak tidak diperkenankan untuk melakukan sendiri penyesuaian penghitungan pajaknya. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebagai upaya menghindari permasalahan yang mungkin timbul dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. |
(2) | Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perjanjian tertulis antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak atau antara Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas perpajakan negara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang PPh. |