Penatausahaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi
(1) | Objek pajak PBB Migas adalah bumi dan/atau bangunan, yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi. |
(2) | Objek pajak PBB Panas Bumi adalah bumi dan/atau bangunan, yang berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi. |
(3) | Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Wilayah Kerja atau wilayah sejenisnya dan wilayah di luar Wilayah Kerja atau wilayah sejenisnya yang merupakan satu kesatuan dan digunakan untuk kegiatan pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi. |
(4) | Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Wilayah Kerja atau wilayah sejenisnya dan wilayah di luar Wilayah Kerja atau wilayah sejenisnya yang merupakan satu kesatuan dan digunakan untuk kegiatan pertambangan Panas Bumi. |
(1) | Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. |
(2) | Permukaan bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi areal daratan (onshore) dan areal perairan lepas pantai (offshore), yang digunakan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. |
(3) | Tubuh bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian bumi yang berada di bawah permukaan bumi. |
(1) | Subjek Pajak PBB Migas adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Migas. |
(2) | Subjek Pajak PBB Panas Bumi adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Panas Bumi. |
(3) | Subjek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar PBB Migas menjadi Wajib Pajak PBB Migas. |
(4) | Subjek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dikenakan kewajiban membayar PBB Panas Bumi menjadi Wajib Pajak PBB Panas Bumi. |
(1) | Subjek Pajak atau Wajib Pajak melakukan pendaftaran objek pajak atau pemutakhiran data objek pajak PBB Migas dan PBB Panas Bumi dengan cara mengisi SPOP dan LSPOP, dengan jelas, benar, dan lengkap, serta dilampiri peta. |
(2) | LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP. |
(3) | Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus menandatangani SPOP, dan dalam hal bukan Subjek Pajak atau Wajib Pajak yang menandatangani SPOP, harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus. |
(4) | Subjek Pajak atau Wajib Pajak harus menyampaikan SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak. |
(1) | Tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) adalah :
|
(2) | Dalam hal tanggal diterima secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau tanggal stempel pos pengiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah tanggal sebelum 1 Januari Tahun Pajak, maka tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) adalah tanggal 1 Januari Tahun Pajak. |
(3) | Tanggal disampaikannya SPOP dan LSPOP kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) adalah :
|
(1) | Dalam hal Subjek Pajak atau Wajib Pajak:
|
(2) | Jumlah pajak yang terutang dalam SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak. |
(3) | Jumlah pajak yang terutang dalam SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terutang yang dihitung berdasarkan SPOP dan LSPOP ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari selisih pajak yang terutang. |
(1) | Kantor Pelayanan Pajak melakukan pengadministrasian data objek PBB Migas untuk areal daratan (onshore) dan PBB Panas Bumi berdasarkan wilayah kabupaten/kota atau wilayah DKI Jakarta, yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak atau Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk dalam hal terdapat lebih dari satu Kantor Pelayanan Pajak dalam satu kabupaten/kota. |
(2) | Kantor Pelayanan Pajak yang ditunjuk melakukan pengadministrasian data Objek PBB Migas untuk areal perairan lepas pantai (offshore) dan tubuh bumi. |
(3) | Penunjukan Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(1) | Dasar pengenaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi adalah NJOP. |
(2) | NJOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi untuk permukaan bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) ditentukan melalui harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar atau perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis. |
(3) | NJOP PBB Migas untuk tubuh bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) ditentukan melalui nilai jual pengganti yang dihitung berdasarkan:
|
(4) | NJOP PBB Panas Bumi untuk tubuh bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) ditentukan melalui nilai jual pengganti yang dihitung berdasarkan:
|
(5) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dikecualikan untuk penentuan NJOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi untuk tubuh bumi yang belum atau tidak mempunyai hasil produksi. |
(6) | Hasil produksi minyak bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan minyak bumi yang terjual (lifting) dalam satu tahun sebelum Tahun Pajak berjalan. |
(7) | Hasil produksi gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan gas bumi yang terjual dalam satu tahun sebelum Tahun Pajak berjalan. |
(8) | Hasil produksi uap dan/atau listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan uap dan/atau listrik yang terjual dalam satu tahun sebelum Tahun Pajak berjalan. |
(9) | NJOP PBB Migas dan PBB Panas Bumi untuk bangunan ditentukan melalui nilai perolehan baru sebesar biaya pembangunan baru setelah dikurangi penyusutan. |
(1) | Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, menetapkan besarnya pajak terutang atas PBB Migas atau PBB Panas Bumi menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari berdasarkan SPOP dan LSPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan menerbitkan SPPT. |
(2) | SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat akhir bulan April Tahun Pajak. |
(3) | Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan SPPT, salinan SPPT, dan rekapitulasi penerbitan SPPT kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat akhir bulan Mei Tahun Pajak. |
(1) | Pembayaran PBB Migas melalui pemindahbukuan berlaku untuk Wajib Pajak yang kontraknya ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakukan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. |
(2) | Pembayaran PBB Panas Bumi melalui pemindahbukuan berlaku untuk Wajib Pajak yang memiliki Kuasa, Izin Pengusahaan Panas Bumi untuk Pembangkitan Tenaga Listrik atau Kontrak Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, dan/atau Kontrak Beli Uap atau Tenaga Listrik sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. |
(3) | Direktur Jenderal Pajak mengajukan permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat minggu kedua bulan Juni. |
(4) | Besarnya permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi dihitung berdasarkan SPPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan/atau SKP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. |
(5) | Permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi atas SKP PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri dari pokok pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan/atau selisih pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3). |
(6) | Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) tidak dapat diajukan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) karena tidak termasuk dalam bagian pemerintah yang disetor oleh Wajib Pajak ke Rekening Migas dan Panas Bumi. |
(7) | Denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. |
(8) | Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan melalui pemindahbukuan dari rekening Migas dan rekening Panas Bumi ke rekening Bank Persepsi. |
(1) | Permintaan pembayaran PBB Migas dan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dilengkapi dengan dokumen :
|
(2) | Permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) ditembuskan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan tanpa dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilunasi paling lambat :
|
(1) | Direktur Jenderal Anggaran melakukan penelitian atas kelengkapan dokumen permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi berdasarkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1). |
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian atas dokumen permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi per Wajib Pajak yang :
|
(3) | Dalam hal Wajib Pajak sudah menyetorkan bagian pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, besarnya PBB Migas dan PBB Panas Bumi menjadi faktor pengurang dalam perhitungan DBH Sumber Daya Alam Migas dan DBH Sumber Daya Alam Panas Bumi. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak belum menyetorkan bagian pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, besarnya PBB Migas dan PBB Panas Bumi menjadi beban pemerintah pusat. |
(1) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Direktur Jenderal Anggaran mengajukan permintaan pemindahbukuan PBB Migas dan PBB Panas Bumi kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. |
(2) | Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan permintaan pemindahbukuan PBB Migas dan PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi dari Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Permintaan pemindahbukuan PBB Migas dan PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam 4 (empat) tahap. |
(4) | Dalam hal permintaan pemindahbukuan PBB Migas dan PBB Panas Bumi dilaksanakan secara bertahap, Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan besaran dan waktu pembayaran untuk setiap tahap kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(5) | Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilunasi paling lambat minggu kedua bulan Desember. |
(1) | Dalam hal dokumen permintaan pembayaran PBB Migas per Wajib Pajak dan PBB Panas Bumi per Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) tidak lengkap, Direktur Jenderal Anggaran mengembalikan Daftar Ketetapan PBB dan salinan SPPT dan/atau SKP PBB yang tidak lengkap kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya permintaan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi. |
(2) | Direktur Jenderal Pajak melengkapi Daftar Ketetapan PBB serta salinan SPPT dan/atau SKP PBB yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah diterimanya pengembalian dokumen dimaksud. |
(3) | Berdasarkan Daftar Ketetapan PBB serta salinan SPPT dan/atau SKP PBB yang telah dilengkapi oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan permintaan pemindahbukuan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lambat 5 (lima) hari kerja untuk tahap pertama setelah diterimanya Daftar Ketetapan PBB serta salinan SPPT dan/atau SKP PBB secara lengkap dari Direktur Jenderal Pajak dan sesuai tanggal pentahapan untuk tahap berikutnya. |
(1) | Berdasarkan permintaan pemindahbukuan pembayaran dari Direktur Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan meminta kepada Bank Indonesia untuk melakukan pemindahbukuan penerimaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi dari Rekening Migas Nomor 600.000411980 dan Panas Bumi Nomor 508.000084980 ke rekening Bank Persepsi yang ditunjuk. |
(2) | Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan permintaan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 4 (empat) hari kerja setelah Direktur Jenderal Perbendaharaan menerima permintaan pemindahbukuan pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi dari Direktur Jenderal Anggaran. |
(1) | Berdasarkan hasil pemeriksaan, jika terdapat kurang bayar PBB Migas dan PBB Panas Bumi, kurang bayar tersebut dapat dibayarkan dalam APBN Perubahan tahun berjalan atau APBN tahun berikutnya. |
(2) | Berdasarkan hasil pemeriksaan, jika terdapat lebih bayar PBB Migas dan PBB Panas Bumi, lebih bayar tersebut dapat diperhitungkan dalam pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi pada tahun berikutnya. |
(1) | Pembayaran PBB Migas yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak berlaku untuk Wajib Pajak yang kontraknya ditandatangani setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakukan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. |
(2) | Pembayaran PBB Panas Bumi yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak berlaku untuk Wajib Pajak yang memiliki izin pengusahaan Panas Bumi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. |
(3) | Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan oleh Wajib Pajak melalui Bank Persepsi yang ditunjuk. |
(4) | Bank Persepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib melimpahkan penerimaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi ke rekening SUBRKUN KPPN nomor 501.000xxxxxx pada Bank Indonesia pada akhir hari kerja bersangkutan. |
(5) | Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan Surat Setoran Pajak PBB. |
(1) | Bank Persepsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) dan pasal 23 ayat (3) ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa Bendahara Umum Negara. |
(2) | Pembayaran PBB Migas dan PBB Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) dicatat sebagai penerimaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi dengan kode akun PBB Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Energi Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai bagan akun standar. |
(1) | Tata cara penghitungan dan penetapan alokasi sementara dan alokasi definitif dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai mekanisme pengalokasian anggaran transfer ke daerah. |
(2) | Tata cara penyaluran DBH PBB Migas dan DBH PBB Panas Bumi dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran transfer ke daerah. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak menyampaikan rencana penerimaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi kepada Direktur Jenderal Anggaran untuk digunakan sebagai dasar perhitungan:
|
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian rencana penerimaan PBB Migas dan PBB Panas Bumi yang digunakan dalam perhitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Sumber Daya Alam dan perhitungan DBH Sumber Daya Alam dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai mekanisme pengalokasian anggaran transfer ke daerah. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 April 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO |