Pemberian Fasilitas Pajak Terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019
(1) | Insentif PPN diberikan kepada Pihak Tertentu atas impor atau perolehan Barang Kena Pajak, perolehan Jasa Kena Pajak, dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dalam Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020. |
(2) | Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Barang Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
|
(4) | Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
|
(5) | PPN yang terutang atas:
|
(6) | Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, termasuk juga penyerahan berupa pemberian cuma-cuma. |
(7) | Dalam hal Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan impor Barang Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, impor Barang Kena Pajak tersebut tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sepanjang Pihak Tertentu dimaksud memiliki SKJLN sebelum melakukan impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat keterangan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2020”. |
(3) | Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b:
|
(4) | Pihak Tertentu yang melakukan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf c:
|
(5) | Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan ayat (4) huruf b dibuat untuk periode:
|
(6) | Laporan Realisasi Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah dan Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), disampaikan ke KPP tempat Pengusaha Kena Pajak paling lama:
|
(1) | PPh Pasal 22 Impor dipungut oleh Bank Devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang. |
(2) | PPh Pasal 22 dipungut oleh:
|
(3) | Besarnya tarif PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. |
(4) | Pihak Tertentu yang melakukan impor dan/atau pembelian barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dan/atau PPh Pasal 22 dalam Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020. |
(5) | Pihak Ketiga yang melakukan penjualan barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) kepada Pihak Tertentu diberikan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 dalam Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020. |
(6) | Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) meliputi:
|
(7) | Barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), meliputi:
|
(8) | Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tanpa Surat Keterangan Bebas Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor. |
(9) | Pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22. |
(1) | Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (9), Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) harus mengajukan permohonan secara tertulis sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (9), Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) harus mengajukan permohonan secara tertulis sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Kepala KPP tempat Pihak Tertentu atau Pihak Ketiga terdaftar melalui Saluran Tertentu. |
(4) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala KPP memberikan keputusan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap, dengan menerbitkan:
|
(5) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala KPP belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima. |
(6) | Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala KPP wajib menerbitkan Surat Keterangan Bebas dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terlewati. |
(7) | Pembebasan dari pemungutan terhadap:
|
(8) | Pihak Tertentu yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (8) atau PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (9) harus menyampaikan:
|
(9) | Pihak Ketiga yang telah memperoleh pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (9) harus menyampaikan Laporan Realisasi Pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 22 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf F, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, kepada Kepala KPP tempat Pihak Ketiga terdaftar. |
(10) | Laporan Realisasi Pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor atau Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9) wajib disampaikan dengan waktu:
|
(1) | Penghasilan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, berupa imbalan dengan nama dan bentuk apapun, dipotong PPh Pasal 21, selain penghasilan atas jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh. |
(2) | Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu atas jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 dalam Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020. |
(3) | Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
(4) | Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan tanpa melalui Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh Pasal 21. |
(1) | Penghasilan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU PPh, yang dilakukan oleh Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, berupa imbalan dengan nama dan bentuk apapun, dipotong PPh Pasal 23. |
(2) | Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh imbalan dari Pihak Tertentu atas jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), diberikan pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 dalam Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak September 2020. |
(3) | Pihak Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
(4) | Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan melalui Surat Keterangan Bebas Pemotongan PPh Pasal 23. |
(1) | Untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap, mengajukan permohonan secara tertulis sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dan menyampaikan kepada Kepala KPP dimana SPT Tahunan PPh Wajib Pajak melalui Saluran Tertentu. |
(2) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP memberikan keputusan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap dengan menerbitkan:
|
(3) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP belum memberikan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima. |
(4) | Dalam hal permohonan Wajib Pajak dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala KPP harus menerbitkan Surat Keterangan Bebas dalam jangka waktu 2 (dua) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlewati. |
(5) | Pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 8 ayat (2) berlaku sejak tanggal Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai dengan tanggal 30 September 2020. |
(6) | Wajib Pajak yang telah memperoleh pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus membuat Laporan Realisasi Pembebasan dari Pemotongan PPh Pasal 23 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(7) | Laporan Realisasi Pembebasan dari pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib disampaikan dengan waktu:
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 April 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |