Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(1) | Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP. | ||||||
(2) | Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
| ||||||
(3) | Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang pribadi. | ||||||
(4) | Tempat tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya, yakni:
| ||||||
(5) | Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan. | ||||||
(6) | Tempat tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya, yakni:
| ||||||
(7) | Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Badan. | ||||||
(8) | Tempat kedudukan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya, yakni:
| ||||||
(9) | Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Instansi Pemerintah menurut keadaan yang sebenarnya. | ||||||
(10) | Tempat kedudukan Instansi Pemerintah menurut keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditentukan sebagai berikut:
|
(1) | Selain kewajiban mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Wajib Pajak juga wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan untuk memperoleh NPWP Cabang. |
(2) | Tempat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa lokasi usaha, kantor cabang perusahaan, kantor perwakilan, gudang, unit pemasaran, atau tempat kegiatan usaha sejenis, yang digunakan untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, atau manajemen. |
(3) | Wajib Pajak yang memiliki 2 (dua) atau lebih tempat kegiatan usaha yang berada pada wilayah kerja KPP yang sama, namun tempat kegiatan usaha tersebut berada pada wilayah kerja KPP yang berbeda dengan tempat tinggal atau tempat kedudukannya, dapat memilih salah satu tempat kegiatan usaha untuk didaftarkan dan diberikan 1 (satu) NPWP Cabang. |
(4) | Kewajiban mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha untuk memperoleh NPWP Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
|
(5) | Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan menggunakan NPWP Pusat. |
(1) | Termasuk tempat kegiatan usaha yang diberikan NPWP Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yaitu:
|
(2) | NPWP Cabang bagi tempat kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara jabatan oleh Kepala KPP tempat objek pajak PBB diadministrasikan, yaitu:
|
(3) | Terhadap Wajib Pajak yang memiliki objek pajak PBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan:
|
(4) | Dalam hal tidak terdapat kewajiban perpajakan selain PBB yang terutang di tempat kegiatan usaha, NPWP Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya digunakan sebagai sarana administrasi dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban PBB. |
(1) | Dalam hal:
|
(2) | Penentuan tempat pendaftaran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
(1) | NPWP merupakan nomor identitas yang digunakan Wajib Pajak dalam administrasi pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan. |
(2) | Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa administrasi:
|
(3) | Kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation), meliputi:
|
(4) | Kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Instansi Pemerintah, meliputi:
|
(1) | Terhadap wanita kawin yang telah memiliki NPWP, namun menghendaki pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabung dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami, atas NPWP wanita kawin tersebut dilakukan penghapusan NPWP. |
(2) | Dalam hal di kemudian hari suami dari wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia dan meninggalkan warisan yang belum terbagi, wanita kawin beserta anak yang belum dewasa menggunakan NPWP suami yang meninggalkan warisan sampai dengan warisan telah terbagi, kecuali wanita kawin tersebut memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi. |
(3) | Termasuk dalam pengertian memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yakni wanita tersebut menikah setelah suaminya meninggal. |
(4) | Dalam hal warisan telah terbagi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wanita dimaksud harus mendaftarkan dirinya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal wanita dimaksud untuk memperoleh NPWP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(5) | Dalam hal di kemudian hari wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Wanita kawin yang menghendaki pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan digabung dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami tidak dapat mendaftarkan dirinya untuk memperoleh NPWP atas nama dirinya sendiri. |
(2) | Anak yang belum dewasa yaitu anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, tidak dapat mendaftarkan dirinya untuk memperoleh NPWP atas nama dirinya sendiri. |
(3) | Dalam hal wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan anak yang belum dewasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan NPWP, penggunaan NPWP diatur sebagai berikut:
|
(4) | Wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan anak yang belum dewasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan permintaan pencetakan Kartu NPWP dengan menggunakan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mencantumkan nama dirinya sendiri. |
(1) | Pendaftaran Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Wajib Pajak orang pribadi dilampiri dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi dilampiri dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Wajib Pajak Badan dilampiri dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Instansi Pemerintah dilampiri dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal NIK yang tercantum pada KTP telah tervalidasi dengan basis data kependudukan, permohonan pendaftaran Wajib Pajak tidak perlu dilampiri fotokopi KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(1) | Permohonan pendaftaran Wajib Pajak secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dilakukan dengan:
| ||||||
(2) | Formulir Pendaftaran Wajib Pajak yang telah diisi dan disampaikan melalui Aplikasi Registrasi dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum. | ||||||
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah disampaikan, diberikan BPE. | ||||||
(4) | Berdasarkan permohonan yang telah diberikan BPE sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditindaklanjuti sebagai berikut:
| ||||||
(5) | Atas NPWP yang telah diterbitkan, Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melakukan penelitian atas kelengkapan dokumen persyaratan yang diunggah (upload) sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||
(6) | Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||
(7) | Klarifikasi kelengkapan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||
(8) | Kepala KPP mengirimkan dokumen berupa Kartu NPWP, SKT, EFIN, dan/atau Surat Pemberitahuan Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif kepada Wajib Pajak:
|
(1) | Permohonan pendaftaran secara tertulis dilakukan dengan:
|
(2) | Permohonan pendaftaran disampaikan:
|
(3) | Kepala KPP atau KP2KP:
|
(4) | Berdasarkan permohonan yang telah diberikan BPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Kepala KPP atau KP2KP menerbitkan Kartu NPWP, SKT, dan EFIN paling lama 1 (satu) hari kerja setelah BPS diterbitkan. |
(5) | Penyampaian Kartu NPWP, SKT, dan EFIN kepada Wajib Pajak dilakukan:
|
(1) | Dalam hal Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, Kepala KPP dapat memberikan NPWP secara jabatan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi, dan menyampaikan Kartu NPWP, SKT, dan EFIN kepada Wajib Pajak. |
(2) | Tanggal terdaftar yang tercantum dalam Kartu NPWP dan SKT yang diterbitkan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni sesuai dengan tanggal penerbitan Kartu NPWP dan SKT. |
(1) | Kepala KPP atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan perubahan data Wajib Pajak dalam hal:
| ||||||||||||
(2) | Termasuk dalam perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni:
| ||||||||||||
(3) | Permohonan perubahan data dapat dilakukan secara elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen pendukung yang menunjukkan adanya perubahan tersebut. | ||||||||||||
(4) | Termasuk dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yakni Dokumen Elektronik yang menunjukkan adanya perubahan data Wajib Pajak. | ||||||||||||
(5) | Permohonan perubahan data secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, berupa:
| ||||||||||||
(6) | Dalam hal perubahan data terkait perubahan Wajib Pajak orang pribadi menjadi Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 4, dokumen pendukung yang harus dilampirkan meliputi:
| ||||||||||||
(7) | Kepala KPP dapat melakukan perubahan data Wajib Pajak secara jabatan, dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya perubahan data Wajib Pajak, dan memberitahukan perubahan tersebut kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perubahan Data. | ||||||||||||
(8) | Berdasarkan pertimbangan kemudahan administratif, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan perubahan data Wajib Pajak dan/atau PKP secara jabatan, dalam hal data dan/atau informasi yang terdapat dalam administrasi perpajakan berbeda dengan keadaan yang sebenarnya, dan memberitahukan perubahan tersebut kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perubahan Data. |
(1) | Permohonan perubahan data Wajib Pajak secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) melalui:
| ||||
(2) | Formulir Perubahan Data Wajib Pajak yang telah diisi dan disampaikan melalui Aplikasi Registrasi dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum. | ||||
(3) | Dalam rangka proses pengajuan permohonan perubahan data Wajib Pajak melalui contact center dan/atau saluran tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Wajib Pajak harus memenuhi proses validasi identitas untuk membuktikan bahwa Wajib Pajak sendiri yang mengajukan permohonan dimaksud. | ||||
(4) | Permohonan perubahan data Wajib Pajak secara elektronik melalui contact center dan/atau saluran tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dinyatakan telah diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal Wajib Pajak telah menyatakan afirmasi atau pernyataan secara sungguh-sungguh atas permohonan perubahan data tersebut melalui layanan yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. | ||||
(5) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Permohonan perubahan data Wajib Pajak secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dilakukan dengan:
| ||||
(2) | Permohonan perubahan data Wajib Pajak disampaikan:
| ||||
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP atau KP2KP:
| ||||
(4) | Dalam hal permohonan perubahan data Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada KP2KP, Kepala KP2KP meneruskan permohonan tersebut ke KPP pada hari kerja yang sama dengan saat permohonan diterima. |
(1) | Kepala KPP atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak melakukan perubahan data Wajib Pajak paling lama 1 (satu) hari kerja setelah BPE diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) huruf a atau BPS disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf a, dan memberitahukan kepada Wajib Pajak dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perubahan Data. |
(2) | Dalam hal perubahan data Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebabkan perubahan informasi dalam Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP, Kepala KPP atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP. |
(3) | Kepala KPP atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Perubahan Data dan/atau Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Wajib Pajak:
|
(1) | Kepala KPP dapat melakukan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar, dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak pindah ke wilayah kerja KPP lain, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan. |
(2) | Pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar hanya dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak dengan NPWP Pusat. |
(3) | Permohonan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen pendukung. |
(4) | Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan dokumen yang menunjukkan bahwa tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak pindah ke wilayah kerja KPP lain. |
(5) | Wajib Pajak cabang yang tempat kegiatan usahanya pindah ke wilayah kerja KPP lain tidak dapat mengajukan permohonan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), namun harus:
|
(6) | Pendaftaran Wajib Pajak cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan tanpa menunggu penghapusan NPWP Cabang. |
(1) | Permohonan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) dilakukan dengan:
|
(2) | Formulir Pemindahan Wajib Pajak yang telah diisi dan disampaikan melalui Aplikasi Registrasi dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum. |
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Permohonan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) dilakukan dengan:
| ||||
(2) | Permohonan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan:
| ||||
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP Lama, KPP Baru, atau KP2KP Baru:
| ||||
(4) | Dalam hal permohonan diterima oleh KPP Baru atau KP2KP Baru, Kepala KPP Baru atau KP2KP Baru meneruskan permohonan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar ke KPP Lama pada hari kerja yang sama dengan saat permohonan diterima di KPP Baru atau KP2KP Baru. |
(1) | Berdasarkan permohonan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar yang telah diberikan BPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf a atau BPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf a, Kepala KPP Lama melakukan penelitian bahwa tempat tinggal atau tempat kedudukan menurut keadaan yang sebenarnya tidak berada lagi di wilayah kerja KPP Lama. |
(2) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP Lama memberikan keputusan berupa:
|
(3) | Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah:
|
(4) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terlampaui dan Kepala KPP Lama tidak menerbitkan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala KPP Lama harus menerbitkan Surat Pindah paling lama 1 (satu) hari kerja setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui. |
(5) | Kepala KPP Lama menyampaikan Surat Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke KPP Baru:
|
(1) | Kepala KPP Lama dapat melakukan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar secara jabatan dengan menerbitkan Surat Pindah berdasarkan penelitian KPP Lama atau KPP Baru bahwa tempat tinggal atau tempat kedudukan menurut keadaan yang sebenarnya tidak berada lagi di wilayah kerja KPP Lama. |
(2) | Kepala KPP Lama menyampaikan Surat Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wajib Pajak serta ditembuskan ke KPP Baru:
|
(1) | Berdasarkan tembusan Surat Pindah dari KPP Lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) dan Pasal 21 ayat (2), Kepala KPP Baru:
|
(2) | Kepala KPP Baru mengirimkan Kartu NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a kepada Wajib Pajak:
|
(3) | Atas pemindahan Wajib Pajak yang juga berstatus sebagai PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tidak dilakukan pencabutan pengukuhan PKP di KPP Lama. |
(4) | Tanggal pengukuhan PKP di KPP Baru sesuai dengan tanggal pengukuhan PKP di KPP Lama. |
(5) | Dalam hal berdasarkan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diketahui bahwa tempat kegiatan usaha tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, Kepala KPP Baru melakukan Pencabutan Pengukuhan PKP. |
a. | Wajib Pajak yang sedang dilakukan Pemeriksaan oleh KPP Lama, yang pemeriksaannya dimulai sebelum tanggal terdaftar di KPP Baru:
| ||||||||||||
b. | Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan oleh Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum, yang pemeriksaan bukti permulaannya dimulai sebelum tanggal terdaftar di KPP Baru, Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum tetap menyelesaikan pemeriksaan bukti permulaan tersebut; | ||||||||||||
c. | Wajib Pajak yang sedang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, yang proses penyidikannya dimulai sebelum tanggal terdaftar di KPP Baru:
| ||||||||||||
d. | Wajib Pajak yang memiliki utang pajak pada tanggal mulai terdaftar di KPP Baru, KPP Baru melakukan tindakan penagihan; | ||||||||||||
e. | Wajib Pajak yang sedang mengajukan permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang KUP dan pada saat tanggal mulai terdaftar di KPP Baru, KPP Lama atau Kanwil Lama belum menerbitkan keputusan:
| ||||||||||||
f. | Wajib Pajak yang sedang mengajukan permohonan keberatan dan pada saat tanggal mulai terdaftar di KPP Baru, Kanwil Lama belum menerbitkan keputusan:
| ||||||||||||
g. | Wajib Pajak yang sedang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP dan pada saat tanggal mulai terdaftar di KPP Baru, Kanwil Lama belum menerbitkan keputusan:
| ||||||||||||
h. | KPP Lama belum melaksanakan:
| ||||||||||||
i. | Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dan pada saat tanggal mulai terdaftar di KPP Baru, KPP Lama belum menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak:
| ||||||||||||
j. | Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dan pada saat tanggal mulai terdaftar di KPP Baru, KPP Lama belum menerbitkan keputusan:
| ||||||||||||
k. | Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-Undang KUP dan pada saat tanggal terdaftar pada KPP Baru, KPP Lama belum menerbitkan ketetapan pajak:
| ||||||||||||
l. | Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar oleh KPP Lama dan KPP Lama belum menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak pada saat tanggal mulai terdaftar di KPP Baru, KPP Baru menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak; | ||||||||||||
m. | Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan pemberian imbalan bunga dan KPP Lama belum menerbitkan Surat Keputusan Pembayaran Imbalan Bunga pada saat tanggal terdaftar di KPP Baru, KPP Baru menerbitkan Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga; | ||||||||||||
n. | Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m dan KPP Lama atau Kanwil Lama belum menerbitkan keputusan pada saat tanggal terdaftar di KPP Baru karena belum jatuh tempo:
|
(1) | Kepala KPP atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan Wajib Pajak Non-Efektif, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan. |
(2) | Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif dilakukan atas Wajib Pajak yang memenuhi kriteria:
|
(3) | Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif diajukan secara elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif dan dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Termasuk Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif dan dokumen yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yakni Dokumen Elektronik dan afirmasi atau pernyataan secara sungguh-sungguh atas permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif yang disampaikan melalui layanan yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(5) | Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui saluran tertentu yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, berupa:
|
(6) | Wajib Pajak dengan NPWP Pusat tidak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif, dalam hal masih memiliki NPWP Cabang yang berstatus aktif. |
(1) | Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) melalui:
| ||||||||
(2) | Formulir Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif yang telah diisi dan disampaikan melalui Aplikasi Registrasi dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum. | ||||||||
(3) | Dalam rangka proses pengajuan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif melalui contact center dan/atau saluran tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Wajib Pajak harus memenuhi proses validasi identitas untuk membuktikan bahwa Wajib Pajak sendiri yang mengajukan permohonan dimaksud. | ||||||||
(4) | Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif secara elektronik melalui contact center dan/atau saluran tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dinyatakan telah diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal Wajib Pajak telah menyatakan afirmasi atau pernyataan secara sungguh-sungguh atas permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif yang disampaikan melalui layanan yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||||
(5) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dilakukan Wajib Pajak dengan:
| ||||
(2) | Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan:
| ||||
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP atau KP2KP:
| ||||
(4) | Dalam hal permohonan diterima pada KP2KP, Kepala KP2KP meneruskan permohonan tersebut ke KPP pada hari kerja yang sama dengan saat permohonan diterima. |
(1) | Berdasarkan permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif yang telah diberikan BPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5) huruf a atau atau BPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a, Kepala KPP dan pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap kesesuaian permohonan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. |
(2) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan berupa:
|
(3) | Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Kepala KPP atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak:
|
(4) | Kepala KPP atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Wajib Pajak:
|
(1) | Kepala KPP secara jabatan dapat menetapkan Wajib Pajak Non-Efektif dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif, berdasarkan data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. |
(2) | Kepala KPP menyampaikan Surat Pemberitahuan Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Wajib Pajak:
|
(1) | Kepala KPP atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dapat mengaktifkan kembali Wajib Pajak Non-Efektif, dalam hal Wajib Pajak tersebut tidak lagi memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan. |
(2) | Permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif dapat dilakukan secara elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria Wajib Pajak Non-Efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. |
(3) | Termasuk dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yakni Dokumen Elektronik yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria Wajib Pajak Non-Efektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. |
(4) | Permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui saluran tertentu yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, berupa:
|
(5) | Tanggal pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif terhitung sejak tanggal Wajib Pajak tidak lagi memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. |
(1) | Permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dilakukan melalui:
| ||||
(2) | Formulir Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non-Efektif yang telah diisi dan disampaikan melalui Aplikasi Registrasi dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum. | ||||
(3) | Dalam rangka proses pengajuan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif melalui contact center dan/atau saluran tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Wajib Pajak harus memenuhi proses validasi identitas untuk membuktikan bahwa Wajib Pajak sendiri yang mengajukan permohonan dimaksud. | ||||
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dinyatakan telah diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal Wajib Pajak telah menyatakan afirmasi atau pernyataan secara sungguh-sungguh atas permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif yang disampaikan melalui layanan yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. | ||||
(5) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dilakukan dengan:
| ||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan:
| ||||
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP atau KP2KP:
| ||||
(4) | Dalam hal permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif diterima pada KP2KP, Kepala KP2KP meneruskan permohonan ke KPP pada hari kerja yang sama dengan saat permohonan diterima. |
(1) | Kepala KPP dapat melakukan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif secara jabatan dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non-Efektif, dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak lagi memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. |
(2) | Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(1) | Berdasarkan permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif yang telah diberikan BPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (5) huruf a atau BPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) huruf a, Kepala KPP dan pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap kesesuaian permohonan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. |
(2) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan berupa:
|
(3) | Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Kepala KPP atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak:
|
(4) | Kepala KPP atau pejabat yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Wajib Pajak:
|
(1) | Kepala KPP dapat melakukan penghapusan NPWP atas Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, berdasarkan permohonan atau secara jabatan. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara lain dalam hal:
| ||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Permohonan penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan, wakil, atau kuasa Wajib Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Termasuk pihak yang dapat mengajukan permohonan penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
| ||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Dalam hal Wajib Pajak memiliki NPWP Cabang, permohonan penghapusan NPWP Pusat juga merupakan permohonan penghapusan bagi seluruh NPWP Cabang. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Permohonan penghapusan NPWP dapat diajukan bersamaan atau setelah pengajuan permohonan pencabutan PKP. | ||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Permohonan penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen pendukung yang menunjukkan keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (7), yaitu:
|
(1) | Permohonan penghapusan NPWP secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (7) dilakukan dengan:
|
(2) | Formulir Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang telah diisi dan disampaikan melalui Aplikasi Registrasi dianggap telah ditandatangani secara elektronik atau digital dan mempunyai kekuatan hukum. |
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Permohonan penghapusan NPWP secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (7) dilakukan dengan:
| ||||
(2) | Permohonan penghapusan NPWP secara tertulis dapat disampaikan:
| ||||
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP atau KP2KP:
| ||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima di KP2KP, Kepala KP2KP meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a kepada Kepala KPP pada hari kerja yang sama dengan saat permohonan diterima. |
(1) | Berdasarkan permohonaan penghapusan NPWP yang telah diberikan BPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf a atau BPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) huruf a, Kepala KPP melakukan Pemeriksaan terhadap pemenuhan persyaratan subjektif dan/atau objektif Wajib Pajak. | ||||||||||||||||||||
(2) | Selain memperhatikan pemenuhan persyaratan subjektif dan/atau objektif, penghapusan NPWP dilakukan dalam hal Wajib Pajak:
| ||||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal penghapusan NPWP dilakukan terkait dengan wanita kawin yang memilih pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabung dengan suaminya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf e, maka:
| ||||||||||||||||||||
(4) | Terhadap penghapusan NPWP yang dilakukan karena penggabungan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf i, berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||
(5) | Berdasarkan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP memberikan keputusan berupa:
| ||||||||||||||||||||
(6) | Kepala KPP menerbitkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama:
| ||||||||||||||||||||
(7) | Apabila Kepala KPP tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), permohonan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Kepala KPP harus menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu penerbitan keputusan berakhir. | ||||||||||||||||||||
(8) | Kepala KPP menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Wajib Pajak:
| ||||||||||||||||||||
(9) | Wajib Pajak yang telah menerima Surat Penolakan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dapat mengajukan kembali permohonan penghapusan NPWP dan permohonan tersebut merupakan permohonan baru. | ||||||||||||||||||||
(10) | Kepala KPP dapat melakukan penghapusan NPWP bersamaan atau setelah pencabutan PKP. |
(1) | Kepala KPP dapat melakukan penghapusan NPWP atas Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan secara jabatan, berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, dan menyampaikan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada Wajib Pajak. | ||||||||||||||||||||||||
(2) | Penghapusan NPWP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan. | ||||||||||||||||||||||||
(3) | Selain dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan, Kepala KPP juga dapat melakukan penghapusan NPWP secara jabatan berdasarkan hasil penelitian administrasi terhadap:
|
(1) | Kepala KPP dapat membatalkan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (5) huruf a dengan menerbitkan Surat Pembatalan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak masih memenuhi persyaratan subjektif dan objektif pada saat diterbitkannya Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak. |
(2) | Kepala KPP dapat mengaktifkan kembali Wajib Pajak hapus menjadi Wajib Pajak aktif sementara agar Wajib Pajak dapat melaksanakan hak atau memenuhi kewajiban perpajakan setelah NPWP dihapus. |
(1) | Direktorat Jenderal Pajak dapat memberikan Sertifikat Elektronik kepada Wajib Pajak untuk memperoleh Layanan Perpajakan Secara Elektronik. |
(2) | Layanan Perpajakan Secara Elektronik dapat berupa:
|
(3) | Permohonan, permintaan, pengajuan, dan Dokumen Elektronik yang disampaikan melalui Layanan Perpajakan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap telah ditandatangani oleh Wajib Pajak dalam hal Tanda Tangan Elektronik yang dipergunakan oleh Wajib Pajak dapat diverifikasi dan diautentikasi oleh sistem Direktorat Jenderal Pajak. |
(4) | Setiap Wajib Pajak yang telah diberikan Sertifikat Elektronik dapat menggunakan Layanan Perpajakan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kecuali Layanan Perpajakan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b. |
(5) | Wajib Pajak yang telah diberikan Sertifikat Elektronik dapat menggunakan Layanan Perpajakan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, sepanjang Wajib Pajak:
|
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan Sertifikat Elektronik secara:
|
(2) | Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan:
|
(3) | Permintaan Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diajukan:
|
(1) | Permintaan Sertifikat Elektronik secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal saluran elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a dapat mengajukan permintaan Sertifikat Elektronik secara tertulis, dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 1, adalah sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal saluran elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, permintaan Sertifikat Elektronik secara tertulis oleh Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu:
| ||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal saluran elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, permintaan Sertifikat Elektronik secara tertulis oleh Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Berdasarkan permintaan Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Kepala KPP atau KP2KP melakukan:
|
(2) | Berdasarkan penelitian dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP atau KP2KP:
|
(1) | Masa berlaku Sertifikat Elektronik yaitu 2 (dua) tahun sejak tanggal Sertifikat Elektronik diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan Sertifikat Elektronik baru ke Direktorat Jenderal Pajak dengan alasan sebagai berikut:
|
(3) | Permintaan Sertifikat Elektronik baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mengisi, menandatangani, dan menyampaikan Formulir Permintaan Sertifikat Elektronik yang dilampiri dengan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42. |
(4) | Masa berlaku Sertifikat Elektronik yang telah diterbitkan Sertifikat Elektronik baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan berakhir saat Sertifikat Elektronik baru diterbitkan. |
(5) | Dalam hal terhadap Wajib Pajak dilakukan penghapusan NPWP baik berdasarkan permohonan atau secara jabatan, masa berlaku Sertifikat Elektronik Wajib Pajak berakhir bersamaan dengan dilakukannya penghapusan NPWP. |
(1) | Pengusaha yang melakukan penyerahan yang merupakan objek pajak sesuai Undang-Undang PPN, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pengusaha kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memilih untuk melaporkan usahanya guna dikukuhkan sebagai PKP. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Pengusaha yang sejak semula bermaksud melakukan penyerahan yang merupakan objek pajak sesuai Undang-Undang PPN dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Pengusaha melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dengan mengajukan permohonan secara elektronik atau tertulis, serta dilampiri dengan dokumen yang disyaratkan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri dokumen sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal Pengusaha menggunakan Kantor Virtual sebagai tempat kegiatan usaha atau tempat kedudukan, selain melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pengusaha juga harus melampirkan fotokopi:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c merupakan orang yang:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Pengukuhan PKP berdasarkan permohonan Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dapat diberikan sepanjang Pengusaha memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Permohonan pengukuhan PKP secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) dilakukan dengan:
|
(2) | Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang telah diisi dan disampaikan melalui Aplikasi Registrasi dianggap telah ditandatangani secara elektronik dan mempunyai kekuatan hukum. |
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Permohonan pengukuhan PKP secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) dilakukan oleh Pengusaha dengan:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
|
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP atau KP2KP:
|
(1) | Terhadap permohonan pengukuhan PKP yang telah diberikan BPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) huruf a atau BPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3) huruf a, Kepala KPP atau KP2KP melakukan penelitian administrasi atas:
|
(2) | Berdasarkan penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP atau KP2KP memberikan keputusan berupa:
|
(3) | Apabila Kepala KPP atau KP2KP tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan Pengusaha dianggap dikabulkan dan Kepala KPP atau KP2KP harus menerbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lama 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelah jangka waktu pemberian keputusan berakhir. |
(4) | Tanggal pengukuhan yang tercantum dalam Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu sesuai dengan tanggal seharusnya diterbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(1) | Kepala KPP dapat mengukuhkan PKP secara jabatan, dalam hal Pengusaha tidak melaksanakan kewajiban pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1). |
(2) | Pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan atau penelitian administrasi sesuai data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, termasuk data dan/atau informasi yang diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi. |
(3) | Berdasarkan hasil Pemeriksaan atau penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP atau KP2KP menerbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak terhadap PKP yang dikukuhkan secara jabatan. |
(4) | Tanggal pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yaitu sesuai dengan tanggal penerbitan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. |
(1) | PKP yang telah memiliki Sertifikat Elektronik dapat menggunakan Layanan Perpajakan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a dan huruf b, sepanjang memiliki akun PKP yang telah diaktivasi. | ||||
(2) | Untuk dapat memiliki akun PKP yang diaktivasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PKP harus menyampaikan permintaan aktivasi akun PKP. | ||||
(3) | Pengusaha mengajukan permintaan aktivasi akun PKP dengan mengisi Formulir Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak:
| ||||
(4) | Permintaan aktivasi akun PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan:
| ||||
(5) | Berdasarkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
| ||||
(6) | Dalam hal terdapat perbedaan data Wajib Pajak pada saat permintaan aktivasi akun PKP dengan data pada saat dikukuhkan sebagai PKP, PKP harus menyampaikan permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sebelum menyampaikan permintaan aktivasi akun PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(1) | Terhadap permintaan aktivasi akun PKP yang telah diterbitkan BPE atau BPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (5), Kepala KPP atau KP2KP melakukan penelitian lapangan untuk menguji kesesuaian informasi yang tercantum dalam:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Berdasarkan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP atau KP2KP memberikan keputusan berupa:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal Kepala KPP atau KP2KP memberikan keputusan berupa mengaktifkan akun PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Kepala KPP atau KP2KP meminta PKP untuk datang ke KPP atau KP2KP pada waktu yang ditentukan guna melakukan aktivasi akun PKP. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Aktivasi akun PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilakukan langsung oleh PKP, pengurus, pimpinan cabang, pejabat Instansi Pemerintah, atau wakil Warisan Belum Terbagi yang tercantum dalam Formulir Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Aktivasi akun PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Aktivasi akun PKP pada sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak dilakukan sepanjang:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Terhadap keputusan berupa pencabutan pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(9) | Kepala KPP menerbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak terhadap PKP yang pengukuhannya dilakukan berdasarkan permohonan, namun tidak menyampaikan permintaan aktivasi akun PKP paling lama 3 (tiga) bulan setelah dikukuhkan sebagai PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4) huruf b. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menonaktifkan sementara akun PKP terhadap PKP dengan kriteria sebagai berikut:
|
(2) | Terhadap PKP yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, Kepala KPP memberikan teguran secara elektronik atau tertulis kepada PKP untuk menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dimaksud, sebelum dilakukan penonaktifan sementara akun PKP. |
(3) | Direktur Jenderal Pajak menonaktifkan sementara akun PKP pada sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal PKP:
|
(4) | PKP yang telah dilakukan penonaktifan sementara akun PKP tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak sejak tanggal pemberitahuan penonaktifan sementara akun PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat menyampaikan klarifikasi secara tertulis berupa Surat Klarifikasi Penonaktifan Sementara Akun Pengusaha Kena Pajak, bahwa PKP tidak lagi memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Kepala KPP paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal disampaikannya pemberitahuan penonaktifan sementara akun PKP. |
(6) | Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan/atau Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP yang timbul karena PKP telah melaporkan SPT Masa PPN yang menjadi dasar penonaktifan sementara akun PKP, wajib dilunasi oleh PKP sebelum pengaktifan kembali akun PKP. |
(7) | Klarifikasi secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditandatangani dan disampaikan langsung ke KPP oleh:
|
(8) | Kepala KPP menerbitkan BPS kepada PKP atas penyampaian klarifikasi secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(9) | Terhadap PKP yang terindikasi menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan penonaktifan sementara akun PKP berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai perlakuan terhadap penerbitan dan/atau penggunaan Faktur Pajak tidak sah oleh Wajib Pajak. |
(1) | Berdasarkan klarifikasi penonaktifan sementara akun PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (5), Kepala KPP melakukan penelitian atas kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1). |
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a dan b, dilakukan untuk memastikan bahwa PKP telah melakukan:
|
(3) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf c, dilakukan untuk memastikan bahwa dokumen yang disyaratkan dalam permohonan pengukuhan PKP sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau dokumen tidak dipalsukan. |
(4) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Kepala KPP memberikan keputusan berupa:
|
(5) | Dalam hal PKP tidak menyampaikan klarifikasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (5), Kepala KPP menerbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan PKP terhadap Pengusaha yang tidak lagi memenuhi ketentuan sebagai PKP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Pertambahan Nilai, berdasarkan permohonan PKP atau secara jabatan. |
(2) | PKP dapat menyampaikan permohonan pencabutan pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke KPP atau KP2KP tempat PKP diadministrasikan. |
(3) | Permohonan pencabutan pengukuhan PKP dibuat secara elektronik atau tertulis, dilampiri dengan dokumen pendukung yang menunjukkan ketentuan sebagai PKP tidak lagi dipenuhi. |
(4) | Dalam hal PKP orang pribadi telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, permohonan pencabutan pengukuhan PKP diajukan oleh keluarga sedarah atau semenda. |
(1) | Permohonan pencabutan pengukuhan PKP secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) dilakukan dengan:
|
(2) | Formulir Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang telah diisi dan disampaikan melalui Aplikasi Registrasi dianggap telah ditandatangani secara elektronik dan mempunyai kekuatan hukum. |
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Permohonan pencabutan pengukuhan PKP secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) dilakukan dengan:
| ||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan:
| ||||
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP atau KP2KP:
| ||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima di KP2KP, Kepala KP2KP meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a kepada Kepala KPP pada hari kerja yang sama dengan saat permohonan diterima. |
(1) | Berdasarkan permohonan pencabutan pengukuhan PKP yang telah diberikan BPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf a atau BPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) huruf a, Kepala KPP melakukan Pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara Pemeriksaan. |
(2) | Berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP memberikan keputusan berupa:
|
(3) | Penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal BPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf a atau tanggal BPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) huruf a. |
(4) | Apabila Kepala KPP tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), permohonan PKP dianggap dikabulkan dan Kepala KPP harus menerbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu penerbitan keputusan berakhir. |
(5) | Tanggal pencabutan pengukuhan yang tercantum dalam Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yakni sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(1) | Kepala KPP melakukan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan berdasarkan:
|
(2) | Selain dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan, Kepala KPP juga dapat melakukan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan berdasarkan hasil penelitian administrasi terhadap:
|
(3) | Pencabutan pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerbitan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. |
(1) | Berdasarkan pertimbangan kemudahan administratif, Direktur Jenderal Pajak secara jabatan dapat melakukan pencabutan pengukuhan PKP terhadap PKP yang tidak lagi memenuhi ketentuan, persyaratan, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai PKP. |
(2) | Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil penelitian administrasi. |
(3) | Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan penelitian administrasi juga dilakukan terhadap PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan NPWP serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan PKP. |
(4) | Pencabutan pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan melalui keputusan Direktur Jenderal Pajak, yang dipelakukan sebagai Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. |
(1) | Berdasarkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (3) dan Pasal 59 ayat (4), PKP dapat menyampaikan klarifikasi secara tertulis terhadap pencabutan pengukuhan PKP dengan menyampaikan Surat Klarifikasi Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ke KPP tempat PKP diadministrasikan paling lama 1 (satu) bulan sejak Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dikirim. |
(2) | Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani dan disampaikan langsung oleh:
|
(3) | Klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan dokumen pendukung yang menyatakan bahwa PKP masih memenuhi ketentuan sebagai PKP. |
(4) | Berdasarkan klarifikasi yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP menerbitkan dan memberikan BPS kepada PKP. |
(5) | Berdasarkan klarifikasi yang diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala KPP melakukan penelitian administrasi atas pemenuhan ketentuan sebagai PKP. |
(6) | Berdasarkan hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala KPP memberikan keputusan berupa:
|
(7) | Terhadap PKP yang dilakukan pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan Pasal 58 ayat (2) huruf e dan huruf f, Kepala KPP menerima klarifikasi apabila berdasarkan hasil penelitian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), PKP telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) dan ayat (3). |
(8) | Dengan diterbitkannya Surat Pembatalan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a:
|
(9) | Selain pembatalan pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan klarifikasi Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembatalan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan berdasarkan data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki Direktorat Jenderal Pajak yang menunjukkan bahwa Pengusaha masih memenuhi ketentuan sebagai PKP. |
(1) | Dalam hal dokumen yang disyaratkan untuk:
|
(2) | Data elektronik pada basis data Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Direktorat Jenderal Pajak dari instansi yang berwenang, antara lain instansi yang terkait dengan kependudukan, keimigrasian, administrasi hukum umum, dan ketenagakerjaan. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan kembali atas Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP karena hilang, rusak, atau alasan lain dengan menyampaikan Formulir Permintaan Kembali pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha. |
(2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permintaan kembali atas Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP orang pribadi dapat diajukan di seluruh KPP atau KP2KP. |
(3) | Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan:
|
(4) | Berdasarkan permintaan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala KPP atau KP2KP memberikan kembali Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP kepada Wajib Pajak atau PKP. |
(5) | Dalam hal diperlukan, Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP juga dapat diberikan kepada Wajib Pajak atau PKP dalam bentuk Dokumen Elektronik. |
(1) | Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP dan telah memiliki Sertifikat Elektronik, dapat menggunakan Sertifikat Elektronik untuk memperoleh Layanan Perpajakan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2). |
(2) | Wajib Pajak yang telah memiliki Sertifikat Elektronik, yang kemudian dikukuhkan sebagai PKP, tidak perlu mengajukan permintaan Sertifikat Elektronik dalam rangka memperoleh Layanan Perpajakan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a dan huruf b, tetapi harus melakukan aktivasi akun PKP. |
(3) | Dalam hal terhadap PKP dilakukan penonaktifan sementara akun PKP atau pencabutan pengukuhan PKP, Sertifikat Elektronik tidak dapat dipergunakan untuk memperoleh Layanan Perpajakan Secara Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a dan huruf b. |
(1) | Wajib Pajak yang harus memiliki Sertifikat Elektronik untuk memperoleh Layanan Perpajakan Secara Elektronik sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Pajak tersendiri. |
(2) | Wajib Pajak yang harus memiliki Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk Wajib Pajak yang menggunakan jasa Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan. |
(1) | Dokumen berupa:
|
(2) | Dokumen berupa:
|
(3) | Dokumen berupa:
|
(1) | Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP. |
(2) | Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKP dan/atau STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak diberikan atau diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP, apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak. |
(3) | Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKP dan/atau STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah penghapusan NPWP atau pencabutan pengukuhan PKP, apabila setelah penghapusan NPWP atau pencabutan pengukuhan PKP, diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak. |
(4) | Berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKP dan/atau STP dalam hal terdapat kewajiban Pajak Pertambahan Nilai yang belum dipenuhi meskipun Pengusaha belum dikukuhkan sebagai PKP. |
(5) | Terhadap Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak perlu dikukuhkan sebagai PKP dalam rangka penerbitan SKP dan/atau STP dimaksud. |
(6) | Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP dimaksudkan untuk kepentingan administrasi perpajakan serta tidak menghilangkan hak dan kewajiban perpajakan yang harus dilaksanakan oleh Wajib Pajak dan/atau PKP yang bersangkutan. |