Penggolongan Kualitas Piutang Pajak dan Tata Cara Penghitungan Penyisihan Piutang Pajak
(1) | Untuk tujuan penyusunan Laporan Keuangan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib melakukan penilaian atas Kualitas Piutang Pajak berdasarkan kondisi Piutang Pajak pada Tanggal Laporan Keuangan untuk membentuk Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih. |
(2) | Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memantau dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar hasil penagihan Piutang Pajak yang telah disisihkan senantiasa dapat direalisasikan. |
(3) | Penagihan Pajak tetap dapat dilakukan atas Piutang Pajak yang telah disisihkan sepanjang hak penagihannya belum daluwarsa. |
(1) | Kualitas Piutang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Meterai, dan pajak lainnya digolongkan menjadi kualitas lancar, kualitas kurang lancar, kualitas diragukan, dan kualitas macet berdasarkan umur atau kondisi Piutang Pajak pada tanggal Laporan Keuangan. | ||||||||||||||||
(2) | Piutang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Meterai, dan pajak lainnya digolongkan dalam:
|
(1) | Kualitas Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Sektor Lainnya digolongkan menjadi kualitas lancar, kualitas kurang lancar, kualitas diragukan, dan kualitas macet berdasarkan umur atau kondisi Piutang Pajak pada tanggal Laporan Keuangan. | ||||||||||||||||
(2) | Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Sektor Lainnya digolongkan dalam:
|
(1) | Dalam hal suatu Piutang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Sektor Lainnya berdasarkan Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STP PBB), Bea Meterai, dan pajak lainnya memenuhi kriteria penggolongan kualitas Piutang Pajak kurang lancar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, atas Piutang Pajak tersebut harus dilakukan Penagihan Pajak sekurang-kurangnya berupa penerbitan Surat Teguran atau Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. |
(2) | Dalam hal suatu Piutang Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi, Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Sektor Lainnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKP PBB) memenuhi kriteria penggolongan kualitas Piutang Pajak kurang lancar, atas Piutang Pajak tersebut harus segera dilakukan Penagihan Pajak dengan terlebih dahulu diterbitkan STP PBB. |
(1) | Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih ditetapkan sebesar:
|
(2) | Nilai Agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar:
|
(3) | Nilai Barang Sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar:
|
(4) | Dalam hal nilai Agunan atau Barang Sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) lebih besar dari nilai Piutang Pajak, maka nilai Agunan atau Barang Sitaan yang dapat diperhitungkan sebesar saldo Piutang Pajak. |
(5) | Agunan selain yang dimaksud pada ayat (2) dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. |
(6) | Barang Sitaan selain yang dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih. |
(7) | Dalam hal Piutang Pajak digolongkan dalam kualitas macet karena hak penagihannya telah daluwarsa atau ketetapan pajak sebagai dasar timbulnya Piutang Pajak diterbitkan melewati daluwarsa penetapan, Agunan atau Barang Sitaan tidak dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih atas Piutang Pajak tersebut. |
(1) | Nilai Agunan atau Barang Sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c dan huruf d serta ayat (3) huruf b dan huruf c bersumber dari nilai yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. |
(2) | Nilai yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Untuk memperoleh nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat membuat surat permintaan nilai jual objek pajak ke Pemerintah Daerah yang bersangkutan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(4) | Dalam hal nilai Agunan atau Barang Sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh, Agunan atau Barang Sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c dan huruf d serta ayat (3) huruf b dan huruf c tidak dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih. |
(1) | Nilai Agunan atau Barang Sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g dan ayat (3) huruf d bersumber dari nilai yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. |
(2) | Nilai yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Dalam hal nilai Agunan atau Barang Sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh, Agunan atau Barang Sitaan tidak dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih. |
(1) | Nilai Agunan atau Barang Sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) dikurangkan dari masing-masing dasar Penagihan Pajak secara proporsional. |
(2) | Penyisihan Piutang Pajak Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) disajikan per jenis pajak. |