Pembebasan Bea Masuk dan/atau Tidak Dipungut Pajak Dalam Rangka Impor Atas Impor Barang untuk Kegiatan Penyelenggaraan Panas Bumi
(1) | Atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi dapat diberikan pembebasan bea masuk. |
(2) | Kegiatan penyelenggaraan panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemanfaatan tidak langsung, yang meliputi:
|
(3) | Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk:
|
(4) | Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Terhadap barang impor yang telah diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan perlakuan perpajakan berupa:
|
(1) | Pembebasan bea masuk untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat diberikan kepada:
|
(2) | Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
|
(3) | Pelaksanaan impor barang yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilakukan oleh:
|
(1) | Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), KKOB atau Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Sistem INSW. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
|
(4) | Dalam hal permohonan melalui Sistem INSW belum dapat dilaksanakan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan melampirkan:
|
(5) | Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b, serta ayat (4) huruf b dapat dalam bentuk softcopy berupa hasil pindaian dari dokumen asli dalam media penyimpan data elektronik. |
(6) | rencana impor barang (RIB) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf c, merupakan dokumen yang telah disetujui oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang panas bumi dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4). |
(7) | Dalam hal Sistem INSW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, pengajuan permohonan dilakukan secara manual dan lampiran dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) huruf b dan huruf c disampaikan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). |
(8) | Dalam hal wilayah kerja panas bumi dari KKOB atau Badan Usaha terdiri atas lebih dari 1 (satu) wilayah kerja panas bumi, permohonan disampaikan kepada masing-masing Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang wilayah kerjanya meliputi wilayah kerja panas bumi sebagaimana tercantum dalam masing-masing rencana impor barang (RIB). |
(9) | Dalam hal proses impor akan dilakukan oleh Penyedia Barang (Vendor), permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan nama Penyedia Barang (Vendor) yang akan melakukan impor dan melampirkan bukti kontrak pengadaan barang antara KKOB atau Badan Usaha dengan Penyedia Barang (Vendor). |
(10) | Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (9) telah tersedia dalam Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, KKOB atau Badan Usaha tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi. |
(11) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(2) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Bidang pada Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan atas nama Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi. |
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(5) | Dalam hal tempat pemasukan barang impor keperluan KKOB atau Badan Usaha terdiri atas lebih dari 1 (satu) tempat pemasukan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menyampaikan salinan Keputusan Menteri Keuangan dimaksud kepada:
|
(6) | Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(7) | Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf B, Lampiran huruf C, dan Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) berlaku untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan. |
(2) | Dalam hal masa berlaku Kontrak Operasi Bersama atau Izin kurang dari 12 (dua belas) bulan, Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) berlaku sampai dengan akhir masa kontrak atau izin. |
(1) | Pemasukan barang impor untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilakukan melalui:
|
(2) | Tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang impor melalui pusat logistik berikat, kawasan berikat, atau gudang berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan kawasan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | KKOB, Badan Usaha, dan/atau Penyedia Barang (Vendor) harus mencantumkan kode fasilitas pertambangan pada saat mengajukan pemberitahuan pabean impor atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). |
(2) | Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan apabila terdapat kesesuaian antara uraian dan satuan barang serta Kantor Pabean yang membawahi pelabuhan pemasukan pada pemberitahuan pabean impor, dengan uraian dan satuan barang serta Kantor Pabean yang membawahi pelabuhan pemasukan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3). |
(3) | Terhadap impor barang yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan pemotongan kuota secara elektronik. |
(4) | Pemotongan kuota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan proses atau kegiatan mengurangkan jumlah atas jenis barang impor yang telah diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dengan realisasi impornya di Kantor Pabean tempat pemasukan barang. |
(5) | Dalam hal pemotongan kuota tidak dapat dilakukan secara elektronik, pejabat bea dan cukai melakukan penelitian dan pemotongan kuota secara manual. |
(1) | Dalam hal terdapat:
|
(2) | Pembebasan bea masuk yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), tidak berlaku apabila barang tersebut tidak diperuntukkan dalam rangka kegiatan penyelenggaraan panas bumi. |
(1) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dapat dilakukan perubahan sebelum realisasi impor. |
(2) | Realisasi impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni pada saat barang impor diajukan pemberitahuan pabean impor dan mendapatkan nomor pendaftaran. |
(3) | Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan sepanjang mengenai:
|
(4) | Untuk dapat melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), KKOB atau Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3). |
(5) | Permohonan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik melalui Sistem INSW. |
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilampiri dengan:
|
(7) | Dalam hal permohonan melalui Sistem INSW belum dapat dilaksanakan, permohonan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(8) | Dalam hal Sistem INSW sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (4) paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(2) | Dalam hal permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Bidang pada Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan atas nama Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) | Dalam hal permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi. |
(4) | Dalam hal permohonan pembahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan Surat Pemberitahuan Penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(5) | Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(6) | Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf E, Lampiran huruf F, dan Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Atas barang impor yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat dilakukan Pemindahtanganan. |
(2) | Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor. |
(3) | Ketentuan mengenai jangka waktu Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal:
|
(1) | Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri. |
(2) | Untuk dapat memperoleh izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KKOB atau Badan Usaha menyampaikan permohonan izin Pemindahtanganan dengan menyebutkan alasan dan tujuan pemindahtanganan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui Sistem INSW. |
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
|
(5) | Daftar barang yang akan dipindahtangankan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
(6) | Dalam hal permohonan melalui Sistem INSW belum dapat dilaksanakan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(7) | Dalam hal Sistem INSW sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara manual dalam bentuk dokumen salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). |
(8) | Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah tersedia dalam Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, KKOB atau Badan Usaha tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi. |
(1) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). |
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan pada Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi, menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan:
|
(4) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(5) | Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan izin pemindahtanganan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(6) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku selama 60 (enam puluh) hari sejak diterbitkannya keputusan tersebut. |
(7) | Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf H, Lampiran huruf I, Lampiran huruf J, dan Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Atas Pemindahtanganan barang impor yang mendapat pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). |
(2) | KKOB atau Badan Usaha yang telah melakukan Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan realisasi Pemindahtanganan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi. |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelaksanaan Pemindahtanganan. |
(4) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) terutang bea masuk dan pajak dalam rangka impor. |
(2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf a angka 2, merupakan dokumen dasar dalam pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1). |
(2) | Pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean berdasarkan pemberitahuan pabean impor pada saat pemasukan. |
(3) | Penyelesaian kewajiban kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi. |
(1) | KKOB atau Badan Usaha yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf a dan akan melaksanakan Pemindahtanganan barang, harus terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi. |
(2) | Terhadap Pemindahtanganan yang disertai dengan kewajiban pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan bukti pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor serta bukti-bukti lain untuk pelaksanaan Pemindahtanganan. |
(3) | Sebelum pelaksanaan Pemindahtanganan, pejabat bea dan cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dipindahtangankan dan membuat laporan hasil pemeriksaan fisik. |
(4) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyatakan:
|
(1) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan setelah mendapatkan izin Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri. |
(2) | Untuk dapat memperoleh izin Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KKOB atau Badan Usaha menyampaikan permohonan izin Pemusnahan dengan menyebutkan alasan Pemusnahan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui Sistem INSW. |
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
|
(5) | Daftar barang yang akan dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
(6) | Dalam hal permohonan melalui Sistem INSW belum dapat dilaksanakan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(7) | Dalam hal Sistem INSW sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). |
(8) | Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah tersedia dalam Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, KKOB atau Badan Usaha tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi. |
(1) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan izin Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2). |
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean atau Kepala Bidang yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan pada Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi, menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan:
|
(4) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(5) | Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan izin pemusnahan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(6) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berlaku selama 60 (enam puluh) hari sejak diterbitkannya keputusan tersebut. |
(7) | Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dan surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf H, Lampiran huruf N, dan Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Atas Pemusnahan barang impor yang mendapat pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1). |
(2) | KKOB atau Badan Usaha yang telah melakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan realisasi Pemusnahan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi. |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelaksanaan Pemusnahan. |
(4) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | KKOB atau Badan Usaha yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) huruf a dan akan melaksanakan Pemusnahan barang, harus terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi. |
(2) | Sebelum pelaksanaan Pemusnahan, pejabat bea dan cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dimusnahkan dan membuat laporan hasil pemeriksaan fisik. |
(3) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan:
|
(1) | Terhadap Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor. |
(2) | Pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, jika setelah dilakukan pemusnahan barang tersebut masih mempunyai nilai ekonomis dan dilakukan penjualan. |
(3) | Atas penjualan barang yang masih mempunyai nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Penyelesaian kewajiban pabean atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 23 ayat (3) huruf a yang menjadi dokumen dasar pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang. |
(5) | Penyelesaian kewajiban pabean atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan di Kantor Pabean yang mengawasi wilayah kerja panas bumi paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pelaksanaan pemusnahan. |
(6) | Barang yang masih mempunyai nilai ekonomis dan dilakukan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | KKOB atau Badan Usaha wajib menyampaikan laporan realisasi impor atas barang yang diberikan pembebasan bea masuk kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3). |
(2) | Laporan realisasi impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas barang yang sudah maupun belum sampai di wilayah kerja panas bumi disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3). |
(3) | Dalam hal KKOB atau Badan Usaha tidak menyampaikan laporan realisasi impor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KKOB atau Badan Usaha dikenakan sanksi berupa penundaan pelayanan atas pengajuan permohonan pembebasan bea masuk sampai dengan diserahkannya laporan realisasi impor tersebut. |
(4) | Laporan realisasi impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Penyampaian:
|
(2) | Dalam hal Sistem INSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, penyampaian surat, salinan keputusan, atau laporan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) melakukan penelitian atas:
|
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara elektronik. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan pembebasan bea masuk yang telah diberikan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit atau penelitian lebih lanjut oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang pengawasan. |
(1) | Terhadap KKOB atau Badan Usaha yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan Penyedia Barang (Vendor) yang melakukan kegiatan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf c, dapat dilakukan audit. |
(2) | Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Dalam pelaksanaan kegiatan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KKOB, Badan Usaha, dan/atau Penyedia Barang (Vendor) wajib memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan. |
(4) | Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai audit. |
(1) | Agar pemberian pembebasan bea masuk lebih tepat sasaran, serta dalam rangka penyempurnaan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, dan harmonisasi kebijakan di bidang fasilitas pertambangan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi. |
(2) | Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada:
|
(3) | Untuk keperluan evaluasi dalam pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan penyelenggaraan panas bumi, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi melakukan monitoring dan evaluasi. |
(4) | Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap:
|
(5) | Dalam hal berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) ditemukan adanya indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan atas pembebasan bea masuk yang telah diberikan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dan/atau Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit atau penelitian lebih lanjut oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang pengawasan. |
(6) | Dalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), KKOB, Badan Usaha, dan/atau Penyedia Barang (Vendor) wajib memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan. |
(1) | Dalam hal Pemindahtanganan dan/atau Pemusnahan tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), Pasal 14 ayat (1), Pasal 22 ayat (1) dan/atau Pasal 26 ayat (5), KKOB atau Badan Usaha wajib membayar:
|
(2) | Pembayaran bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, menggunakan klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean berdasarkan pemberitahuan pabean impor pada saat pemasukan. |
(3) | Pengenaan kewajiban pembayaran pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(4) | Dalam hal berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, KKOB atau Badan Usaha didapati tidak menyampaikan:
|
(5) | Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
|
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), Pasal 5 ayat (4), Pasal 12 ayat (3), dan Pasal 12 ayat (4), dan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (3):
|
(2) | Dalam hal Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, atau Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau berhalangan tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk. |
(3) | Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |