Pembebasan Bea Masuk dan Cukai Atas Impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan
(1) | Atas impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan diberikan pembebasan bea masuk dan cukai. |
(2) | Pembebasan bea masuk dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat diberikan atas:
|
(3) | Impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
|
(4) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika impor barang yang dilakukan oleh Badan Usaha berupa peralatan dan/atau bahan untuk digunakan dalam proses produksi Badan Usaha. |
(1) | Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Perguruan Tinggi, Kementerian/Lembaga, atau Badan Usaha, mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan barang. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilampiri dengan:
|
(4) | Dokumen pembelian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 2 yang diajukan oleh Perguruan Tinggi negeri atau Kementerian/Lembaga harus dilengkapi dengan:
|
(5) | Contoh format permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Rekomendasi untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, paling sedikit memuat:
|
(2) | Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperuntukkan bagi Badan Usaha harus memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. |
(1) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk dan cukai. |
(2) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pembebasan bea masuk dan cukai atas impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan. |
(3) | Jangka waktu pengimporan atas impor barang yang diberikan pembebasan bea masuk dan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan. |
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(5) | Contoh format Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dapat dilakukan perubahan dalam hal:
|
(2) | Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan sepanjang:
|
(3) | Untuk dapat melakukan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Perguruan Tinggi, Kementerian/Lembaga, atau Badan Usaha mengajukan permohonan perubahan Keputusan Menteri Keuangan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai dengan menyebutkan alasan dilakukan perubahan dan melampirkan dokumen yang mendukung alasan perubahan. |
(4) | Atas permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk dapat melakukan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). |
(5) | Dalam hal permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). |
(6) | Dalam hal permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) | Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (3), serta hasil pindaian dari dokumen asli lampiran permohonan, disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Sistem Indonesia National Single Window. |
(2) | Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Sistem Indonesia National Single Window mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis disertai dengan:
|
(3) | Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (5), atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dan Pasal 7 ayat (6), dilakukan paling lama:
|
(1) | Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), dapat dikecualikan dari ketentuan mengenai pembatasan impor berdasarkan rekomendasi dari kementerian/lembaga terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Tata cara pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengeluaran barang dari tempat penimbunan berikat, kawasan ekonomi khusus, atau Kawasan Bebas. |
(3) | Tata cara pemindahtanganan barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemberian pembebasan bea masuk. |
(1) | Penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor dengan cara dipindahtangankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, dapat dilakukan dengan ketentuan:
|
(2) | Ketentuan mengenai jangka waktu pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak berlaku dalam hal:
|
(1) | Terhadap pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terutang bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor. |
(2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika:
|
(3) | Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) berupa kendaraan bermotor, pemindahtanganan yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang. |
(4) | Dalam hal barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) terjadi keadaan kahar (force majeure) namun barang masih memiliki nilai ekonomis, pemindahtanganan yang dilakukan sampai dengan 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang. |
(1) | Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a atas:
|
(2) | Untuk mendapatkan izin pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan Tinggi, Kementerian/Lembaga, atau Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Sistem Indonesia National Single Window. |
(4) | Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Sistem Indonesia National Single Window mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis dan disertai dengan:
|
(5) | Contoh format surat permohonan izin pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan permohonan pemindahtanganan. |
(2) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan:
|
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(4) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah permohonan pemindahtanganan diterima. |
(5) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan. |
(6) | Contoh format Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(7) | Contoh format Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a. |
(2) | Pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean dalam pemberitahuan pabean impor pada saat pemasukan. |
(3) | Pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk barang impor berupa kendaraan bermotor, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas barang impor yang mengalami keadaan kahar (force majeure), menggunakan tarif dan nilai pabean yang berlaku pada saat dipindahtangankan. |
(5) | Pemenuhan kewajiban kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan di kantor pabean tempat pemasukan barang. |
(1) | Penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor dengan cara ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ekspor. |
(2) | Perguruan Tinggi, Kementerian/Lembaga, atau Badan Usaha yang melakukan ekspor kembali barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), dibebaskan dari kewajiban untuk membayar bea masuk, cukai dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang. |
(1) | Penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor dengan cara pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, dapat dilakukan setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean. |
(2) | Ketentuan mengenai jangka waktu pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure). |
(3) | Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) yang telah dilakukan pemusnahan dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor. |
(1) | Pelaksanaan pemindahtanganan, ekspor kembali, dan pemusnahan Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan milik Perguruan Tinggi negeri, Perguruan Tinggi kedinasan, dan/atau Kementerian/Lembaga, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai barang milik negara. |
(2) | Pelaksanaan pemusnahan Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan milik Perguruan Tinggi swasta dan/atau Badan Usaha dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri. |
(1) | Untuk mendapatkan izin pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), Perguruan Tinggi swasta atau Badan Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Sistem Indonesia National Single Window. |
(3) | Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Sistem Indonesia National Single Window mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dan disertai dengan:
|
(4) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan permohonan izin pemusnahan. |
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri menerbitkan persetujuan pemusnahan. |
(6) | Persetujuan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku untuk jangka waktu pelaksanaan pemusnahan paling lama 1 (satu) tahun. |
(7) | Contoh format permohonan izin pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(8) | Contoh format persetujuan izin pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Berdasarkan persetujuan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5), dilakukan pemusnahan atas Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan oleh pihak yang ditunjuk oleh Perguruan Tinggi swasta atau Badan Usaha dengan disaksikan oleh:
|
(2) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara merusak Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan sehingga tidak dapat difungsikan dan diperbaiki kembali. |
(3) | Segala biaya yang timbul atas pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung oleh pihak Perguruan Tinggi swasta atau Badan Usaha. |
(4) | Contoh format berita acara pemusnahan tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Pasal 6 ayat (4), Pasal 7 ayat (5), Pasal 7 ayat (6), Pasal 17 ayat (2), Pasal 17 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (5):
|
(2) | Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk. |
(3) | Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |