Tata Cara Pemeriksaan Pajak Daerah
Menimbang :
Mengingat :
(1) | Gubernur berwenang melakukan Pemeriksaan Pajak Daerah. |
(2) | Pemeriksaan Pajak Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atau Pemeriksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, dilakukan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut :
|
(2) | Data konkret sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa :
|
(3) | Analisis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan mempertimbangkan perilaku dan kepatuhan Wajib Pajak atas:
|
(1) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan dan/atau Pemeriksaan Kantor. |
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor, dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran tersebut diajukan oleh Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan :
|
(3) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dilakukan dengan :
|
(4) | Data konkret sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan data riil sesuai fakta yang ada pada suatu waktu tertentu belum dilaporkan dalam mengandung pendapat. |
(5) | Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan huruf e, dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor. |
(6) | Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d, dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan. |
(7) | Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f, dapat dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor atau Lapangan. |
(1) | Standar Pemeriksaan digunakan sebagai ukuran mutu Pemeriksaan yang merupakan capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan Pemeriksaan. |
(2) | Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
|
(1) | Standar umum Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa. |
(2) | Persyaratan Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut :
|
a. | pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, yang paling sedikit memuat :
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. | Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan metode dan teknik Pemeriksaan sesuai dengan Program Pemeriksaan (audit program) yang telah disusun; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. | Temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
d. | Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa yang terdiri dari 1 (satu) orang Supervisor, 1 (satu) orang ketua tim dan 1 (satu) orang atau lebih anggota tim dan dalam keadaan tertentu ketua tim dapat merangkap sebagai anggota tim; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
e. | Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada huruf d, dapat dibantu oleh 1 (satu) orang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Pemerintah Daerah maupun yang berasal dari instansi di luar Pemerintah Daerah sebagai tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi dan pengacara; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
f. | Apabila diperlukan, Pemeriksaan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
g. | Pemeriksaan dapat dilaksanakan dengan Pemeriksaan Kantor dan/atau Pemeriksaan Lapangan; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
h. | Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja; dan | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
i. | Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP. |
(1) | KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf i disusun oleh Pemeriksa dan berfungsi sebagai :
|
(2) | KKP harus memberikan gambar mengenai :
|
(3) | KKP harus ditelaah Supervisor untuk meyakini bahwa :
|
(4) | KKP harus diparaf oleh pembuat dan Supervisor. |
(1) | Standar pelaporan hasil Pemeriksaan dituangkan dalam bentuk LHP, yang disusun secara ringkas dan jelas serta memuat :
|
(2) | LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
(3) | LHP disusun dan ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
(4) | LHP ditandatangani oleh Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk untuk mengetahui apakah :
|
(1) | Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, kewajiban Pemeriksa :
|
(2) | Pemeriksa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Kecuali telah melakukan pemeriksaan yang telah sesuai dengan standar Pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur ini dan dilaksanakan berdasarkan itikad baik serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan sanksi. |
(1) | Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, kewenangan Pemeriksa :
|
(2) | Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, kewenangan Pemeriksa :
|
(1) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, kewajiban Wajib Pajak :
|
(2) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, kewajiban Wajib Pajak :
|
(1) | Jangka waktu Pemeriksaan terdiri atas :
|
(2) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 3 (tiga) bulan, terhitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 3 (tiga) bulan, terhitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. |
(4) | Jangka waktu PAHP dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 1 (satu) bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai atau anggota yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP. |
(5) | Jangka waktu PAHP sampai dengan ditetapkan LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 1 (satu) bulan yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai atau anggota yang telah dewasa dari Wajib Pajak. |
(1) | Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. |
(2) | Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal :
|
(1) | Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. |
(2) | Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal :
|
(1) | Apabila jangka waktu perpanjangan pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) atau perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) telah berakhir, SPHP harus disampaikan kepada Wajib Pajak. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan karena Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak, jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak. |
a. | Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa :
|
b. | Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tersebut:
|
c. | Pemeriksaan Ulang yang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan Pajak sebelumnya; atau |
d. | terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. |
(1) | Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, dilakukan dalam hal :
|
(2) | Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang pengujiannya belum diselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus diselesaikan dengan menyampaikan SPHP dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya :
|
(3) | Apabila Wajib Pajak, wakil atau kuasa Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan atas keterangan lain berupa data konkret dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan, harus diselesaikan dengan menyampaikan SPHP dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. |
(1) | Pemeriksaan yang dihentikan dengan membuat LHP Sumir karena Wajib Pajak tidak ditemukan atau tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, dapat dilakukan Pemeriksaan kembali apabila di kemudian hari Wajib Pajak ditemukan. |
(2) | Pajak terutang atas hasil Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidak ditemukan atau tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c, ditetapkan secara jabatan. |
(1) | Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa berdasarkan SP2. |
(2) | SP2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak. |
(3) | Dalam hal susunan tim Pemeriksa diubah, Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk harus menerbitkan surat perubahan tim Pemeriksa. |
(4) | Dalam hal tim Pemeriksa dibantu oleh tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e, tenaga ahli tersebut bertugas berdasarkan surat tugas yang diterbitkan oleh Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. |
(1) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan Pemeriksaan Lapangan, kewajiban Pemeriksa memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor, kewajiban Pemeriksa memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Kantor dengan menyampaikan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor. |
(3) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan untuk jenis Pajak, Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam SP2. |
(1) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan atau disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(2) | Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Wajib Pajak tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dapat disampaikan kepada :
|
(3) | Dalam hal wakil atau kuasa dari Wajib Pajak atau pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat ditemui, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman dan surat pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dianggap telah disampaikan dan Pemeriksaan Lapangan telah dimulai. |
(4) | Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(1) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, kewajiban Pemeriksa melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d. |
(2) | Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan dengan wakil atau kuasa dari Wajib Pajak. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan Lapangan, pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan setelah Pemeriksa menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan. |
(4) | Dalam hal Pemeriksaan Kantor, pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan pada saat Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor. |
(5) | Setelah melakukan pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), kewajiban Pemeriksa membuat berita acara hasil pertemuan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak. |
(6) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemeriksa membuat catatan mengenai penolakan tersebut pada berita acara hasil pertemuan. |
(7) | Dalam hal Pemeriksa telah menandatangani berita acara hasil pertemuan dan membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (6), pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dianggap telah dilaksanakan. |
(1) | Pemeriksa dapat melakukan peminjaman Dokumen kepada Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan Lapangan dan/atau Pemeriksaan Kantor. |
(2) | Peminjaman dokumen untuk jenis Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Peminjaman dokumen untuk jenis Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), wajib harus diserahkan kepada Pemeriksa paling lama 7 (tujuh) hari kalender sejak surat permintaan peminjaman Dokumen disampaikan. |
(5) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotocopy dan/atau berupa data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak yang diperiksa harus membuat surat pernyataan bahwa fotocopy dan/atau data yang dikelola secara elekronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa adalah sesuai dengan aslinya. |
(6) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang dipinjam belum dipenuhi dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kalender sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pemeriksa dapat menyampaikan peringatan secara tertulis paling banyak 2 (dua) kali, yaitu :
|
(7) | Setiap surat peringatan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), harus dilampiri dengan daftar buku, catatan, dan dokumen yang belum dipinjamkan. |
(1) | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta oleh Pemeriksa tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Wajib Pajak, Wajib Pajak harus membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta oleh Pemeriksa tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Wajib Pajak. |
(2) | Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain perlu dilindungi kerahasiaannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar pelaksanaan Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat Wajib Pajak dengan menyediakan ruangan khusus. |
(1) | Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) terlampaui dan Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang di minta, Pemeriksa harus membuat berita acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen dengan dilampiri rincian daftar buku, catatan, dan/atau dokumen yang wajib dipinjamkan namun belum diserahkan oleh Wajib Pajak. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak telah meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa harus membuat berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan dan/atau dokumen. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta berdasarkan berita acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen atau Wajib Pajak telah memenuhi seluruhnya namun Pemeriksa masih meragukan kebenarannya, Pemeriksa dapat mencari data dengan cara melakukan :
| ||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta berdasarkan berita acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen serta hanya diperoleh dari sumber keterangan atau data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pemeriksa harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya pajak terutang berdasarkan bukti kompeten yang cukup sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan. | ||||||||||||||||||||||
(3) | Data yang diperoleh melalui cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipergunakan sebagai dasar melakukan penetapan Pajak secara jabatan dengan mempertimbangkan variabel, antara lain analisis biaya berdasarkan informasi yang diperoleh dari Pihak Ketiga, tingkat inflasi, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto dan/atau Growth Trend berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik. | ||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal Pemeriksa tidak dapat melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya pajak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pajak terutang dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan bidang perpajakan. |
(1) | Pemeriksa berwenang melakukan Penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan Dokumen dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar atau dipalsukan. |
(2) | Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila pada saat pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan :
|
(1) | Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dilakukan dengan menggunakan tanda segel. |
(2) | Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa dengan disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa. |
(3) | Dalam melakukan Penyegelan, Pemeriksa wajib membuat berita acara Penyegelan. |
(4) | Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dan ditandatangani oleh Pemeriksa dan 2 (dua) orang saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(5) | Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat 2 (dua) rangkap, 1 (satu) rangkap untuk Pemeriksa dan 1 (satu) rangkap untuk diserahkan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. |
(6) | Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak menandatangani berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemeriksa membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara Penyegelan. |
(7) | Dalam melaksanakan Penyegelan, Pemeriksa dapat berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Satuan Polisi Pamong Praja. |
(1) | Pembukaan segel dilakukan dalam hal :
|
(2) | Pembukaan segel harus dilakukan oleh Pemeriksa dengan disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa. |
(3) | Dalam keadaan tertentu, pembukaan segel dapat dibantu oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Satuan Polisi Pamong Praja. |
(4) | Dalam hal tanda segel yang digunakan untuk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, Pemeriksa harus membuat berita acara mengenai kerusakan atau kehilangan dan melaporkannya kepada Kepolisian Negara Repulik Indonesia. |
(5) | Dalam melakukan pembukaan segel, Pemeriksa membuat berita acara pembukaan segel yang ditandatangani oleh Pemeriksa dan saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(6) | Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak menandatangani berita acara pembukaan segel sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemeriksa membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara pembukaan segel. |
(7) | Berita acara pembukaan segel dibuat 2 (dua) rangkap, 1 (satu) rangkap untuk Pemeriksa dan 1 (satu) rangkap untuk diserahkan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. |
(1) | Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Penyegelan atau jangka waktu lain dengan mempertimbangkan tujuan Penyegelan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tetap tidak memberi izin kepada Pemeriksa untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak yang disegel, dan/atau tidak memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak wajib menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa membuat dan menandatangani berita acara mengenai penolakan tersebut. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak tidak ada di tempat, maka :
|
(4) | Untuk keperluan pengamanan Pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Pemeriksa dapat melakukan Penyegelan sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (1). |
(5) | Apabila setelah dilakukan Penyegelan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tetap tidak berada di tempat dan/atau tidak memberi izin kepada Pemeriksa untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak, dan/atau tidak memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa meminta kepada pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan. |
(6) | Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menolak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa meminta pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk menandatangani surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan. |
(7) | Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak menolak untuk menandatangani surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemeriksa membuat berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor namun menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
(3) | Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor disampaikan kepada Wajib Pajak dan surat panggilan tersebut tidak dikembalikan oleh pos atau jasa pengiriman lainnya dan Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa membuat berita acara tidak dipenuhinya panggilan Pemeriksaan oleh Wajib Pajak yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
(1) | Untuk memperoleh penjelasan lebih rinci, Pemeriksa melalui Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat memanggil Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak dengan penyampaian surat panggilan. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, penjelasan lebih rinci sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak. |
(3) | Penjelasan lebih rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) yang diberikan kepada Pemeriksa, dituangkan dalam berita acara mengenai pemberian penjelasan Wajib Pajak yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa dan Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa membuat catatan penolakan tersebut dalam berita acara dimaksud. |
(1) | Pemeriksa melalui Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk, dapat meminta keterangan dan/atau bukti kepada Pihak Ketiga secara tertulis. |
(2) | Surat permintaan keterangan dan/atau bukti oleh Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat :
|
(3) | Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan keterangan dan/atau bukti paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya surat permintaan keterangan dan/atau bukti. |
(4) | Dalam hal Pihak Ketiga memerlukan izin dari pihak yang berwenang, jangka waktu pemberian keterangan dan/atau bukti paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya surat izin dari pihak yang berwenang. |
(5) | Dalam hal permintaan keterangan dan/atau bukti tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) Pemeriksa segera menyampaikan surat peringatan. |
(6) | Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan keterangan atau bukti paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya surat peringatan. |
(7) | Dalam hal permintaan dalam surat peringatan tidak dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemeriksa membuat berita acara tidak dipenuhi permintaan keterangan dan/atau bukti dari Pihak Ketiga. |
(1) | Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan daftar temuan hasil Pemeriksaan. |
(2) | SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pemeriksa secara langsung atau melalui faksimili, surat elektronik, pos atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(3) | Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menerima SPHP, Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima SPHP. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pemeriksa membuat berita acara penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
(5) | Dalam hal Pemeriksaan atas keterangan lain berupa data konkret dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a, penyampaian SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan penyampaian undangan tertulis untuk menghadiri PAHP. |
(1) | Wajib Pajak memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dalam bentuk :
|
(2) | Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP oleh Wajib Pajak. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui temuan hasil pemeriksaan, tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus dilampirkan bukti pendukung. |
(4) | Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir. |
(5) | Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir. |
(6) | Dalam hal Pemeriksaan atas keterangan lain berupa data konkret dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a, tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama pada saat Wajib Pajak harus memenuhi undangan tertulis untuk menghadiri PAHP dan Wajib Pajak tidak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis. |
(7) | Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Wajib Pajak secara langsung atau melalui faksimili, surat elektronik, pos atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(8) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa membuat berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
(1) | Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang tercantum dalam SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) kepada Wajib Pajak harus diberikan hak hadir dalam PAHP. |
(2) | Hak hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan melalui penyampaian undangan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya PAHP. |
(3) | Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak :
|
(4) | Apabila Pemeriksaan atas keterangan lain berupa data konkret dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a, undangan tertulis untuk menghadiri PAHP disampaikan bersamaan dengan penyampaian SPHP. |
(5) | Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan oleh Pemeriksa secara langsung atau melalui faksimili, surat elektronik, pos atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(1) | Pemeriksa membuat risalah pembahasan dengan mendasarkan pada lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan dan membuat berita acara PAHP yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa dan Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak :
|
(2) | Pemeriksa membuat risalah pembahasan berdasarkan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan, berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam PAHP dan berita acara PAHP yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa dalam hal Wajib Pajak:
|
(3) | Pemeriksa harus melakukan PAHP dengan Wajib Pajak dengan mendasarkan pada surat sanggahan dan menuangkan hasil pembahasan tersebut dalam risalah pembahasan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa dan Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak :
|
(4) | Pemeriksa membuat risalah pembahasan berdasarkan surat sanggahan, berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam PAHP dan berita acara PAHP yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa dalam hal Wajib Pajak :
|
(5) | Pemeriksa tetap melakukan PAHP dengan Wajib Pajak dan menuangkan hasil pembahasan tersebut dalam risalah pembahasan, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa dan Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak :
|
(1) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dan tidak hadir dalam PAHP pada hari dan tanggal sesuai undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), PAHP dianggap telah dilakukan. |
(2) | Dalam hal PAHP dianggap telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berita acara PAHP yang dilampiri dengan ihtisar hasil pembahasan akhir ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
(1) | Dalam rangka menandatangani berita acara PAHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, Pemeriksa melalui Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk memanggil Wajib Pajak dengan mengirimkan surat panggilan untuk menandatangani berita acara PAHP. |
(2) | Surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung atau melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(3) | Dalam hal surat panggilan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak untuk menerima surat panggilan tersebut, Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima surat panggilan untuk menandatangani berita acara PAHP. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa membuat berita acara penolakan menerima surat panggilan untuk menandatangani berita acara PAHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
(1) | Wajib Pajak harus memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah surat panggilan untuk menandatangani berita acara PAHP diterima oleh Wajib Pajak. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), namun menolak menandatangani berita acara PAHP, Pemeriksa membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan pada berita acara PAHP. |
(3) | Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), Pemeriksa membuat catatan pada berita acara PAHP mengenai tidak dipenuhinya panggilan. |
(1) | LHP disusun berdasarkan KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1). |
(2) | Risalah pembahasan dan/atau berita acara PAHP, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Pemeriksa sebagai dasar untuk membuat nota penghitungan. |
(4) | Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan Pajak atau STPD. |
(5) | Pajak yang terutang dalam surat ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sesuai dengan PAHP, kecuali :
|
(1) | Surat ketetapan Pajak dari hasil Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa :
|
(2) | Dalam hal dilakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian SPHP dan/atau PAHP. |
(3) | Prosedur penyampaian SPHP dan/atau pelaksanaan PAHP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Gubernur ini. |
(4) | Dalam hal Pemeriksaan yang dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak, Pemeriksaan dilanjutkan dengan penerbitan :
|
(5) | Dalam hal susunan keanggotaan tim Pemeriksa untuk melanjutkan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbeda dengan susunan keanggotaan tim Pemeriksa sebelumnya, Pemeriksaan tersebut dilakukan setelah diterbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidakbenaran pengisian SPTPD yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sepanjang Pemeriksa belum menyampaikan SPHP. |
(2) | Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan ke Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. |
(3) | Laporan tersendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak dan dilampiri dengan :
|
(4) | Apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak, pengungkapan tersebut tidak perlu dilampiri dengan SSPD. |
(1) | Untuk membuktikan pengungkapan ketidakbenaran dalam laporan tersendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), Pemeriksaan tetap dilanjutkan dan atas hasil Pemeriksaan diterbitkan surat ketetapan Pajak dengan mempertimbangkan laporan tersendiri tersebut serta memperhitungkan pokok pajak yang telah dibayar. |
(2) | Dalam hal hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPTPD oleh Wajib Pajak tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, surat ketetapan Pajak diterbitkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. |
(3) | Dalam hal hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPTPD oleh Wajib Pajak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan pengungkapan Wajib Pajak. |
(1) | Pemeriksaan Ulang hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. |
(2) | Instruksi atau persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan apabila terdapat data baru termasuk data yang semula belum terungkap. |
(3) | Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah Pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan Pajak sebelumnya, Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. |
(4) | Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya, Pemeriksaan Ulang dihentikan dengan membuat LHP Sumir dan kepada Wajib Pajak diberitahukan mengenai penghentian tersebut. |
(1) | Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan. |
(2) | Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai ukuran mutu Pemeriksaan yang merupakan capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan Pemeriksaan. |
(3) | Standar Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
|
(1) | Dalam melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa berwenang :
|
(2) | Dalam melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa berwenang :
|
(1) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak :
|
(2) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan Jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak :
|
(1) | Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal LHP. |
(2) | Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal dalam LHP. |
(3) | Dalam hal jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) berakhir, Pemeriksaan harus diselesaikan. |
(4) | Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf b, jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (1) atau ayat (2) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku. |
(1) | Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa berdasarkan SP2. |
(2) | SP2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak. |
(3) | Dalam hal susunan tim Pemeriksa perlu diubah, Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk tidak perlu memperbarui SP2 tetapi harus menerbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa. |
(1) | Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, kewajiban Pemeriksa memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, kewajiban Pemeriksa memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Kantor dengan menyampaikan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor. |
(3) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam SP2. |
(1) | Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan atau disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(2) | Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dapat disampaikan kepada :
|
(3) | Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam pasal 72 ayat (2) dapat disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman. |
(4) | Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat ditemui, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui pos atau jasa pengiriman lainnya dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dianggap telah disampaikan. |
(1) | Dokumen yang dipinjam harus disesuaikan dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59. |
(2) | Peminjaman Dokumen dan keterangan lain harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 32. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat penolakan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
(1) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Kantor untuk tujuan lain memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor namun menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa. |
(1) | Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dan Pasal 76, Wajib Pajak diberi Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan. |
(2) | Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dan Pasal 76, permohonan Wajib Pajak tidak dikabulkan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak. |
(3) | Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dan Pasal 76, permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses atau tidak dapat dipertimbangkan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka Wajib Pajak mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59. |
(1) | Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain, melalui kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk, Pemeriksa juga dapat memanggil Wajib Pajak untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci atau meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan kepada Pihak Ketiga. |
(2) | Permintaan keterangan kepada Wajib Pajak atau kepada Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41. |
(1) | Dalam rangka meningkatkan kualitas dan akuntabilitas Pemeriksaan, Pemeriksa wajib menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang diperiksa. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, penyampaian Kuesioner Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat pertemuan dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. |
(3) | Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, penyampaian Kuesioner Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau pada saat Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor. |
(4) | Wajib Pajak dapat menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan yang telah diisi kepada Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2019 GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, ttd ANIES BASWEDAN |