Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 160/PMK.04/2018 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diiolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor
1. | Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. |
2. | Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. |
3. | Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan, adalah pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan Barang dan Bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. |
4. | Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian, yang selanjutnya disebut KITE Pengembalian adalah pengembalian Bea Masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan Barang dan Bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. |
5. | Bea Masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor |
6. | Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk antidumping, Bea Masuk imbalan, Bea Masuk tindakan pengamanan, dan Bea Masuk pembalasan. |
7. | Perusahaan KITE Pembebasan adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan. |
8. | Perusahaan KITE Pengembalian adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pengembalian. |
9. | Barang dan Bahan adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:
|
10. | Barang dan Bahan Rusak adalah Barang dan Bahan yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan mutu dan tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan barang Hasil Produksi yang tidak memenuhi kualitas/standar. |
11. | Barang Contoh adalah barang yang digunakan sebagai contoh untuk menunjang kegiatan proses produksi yang barang Hasil Produksinya untuk tujuan diekspor. |
12. | Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan Bahan. |
13. | Hasil Produksi Rusak adalah Hasil Produksi yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan kualitas/standar mutu. |
14. | Diolah adalah dilakukan pengolahan untuk menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. |
15. | Dirakit adalah dilakukan perakitan dan/atau penyatuan sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. |
16. | Dipasang adalah dilakukan pemasangan, pelekatan dan/atau penggabungan dengan barang lain sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. |
17. | Konversi adalah suatu pernyataan dari Perusahaaan KITE Pembebasan mengenai komposisi pemakaian Barang dan Bahan untuk setiap satuan Hasil Produksi. |
18. | Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. |
19. | Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. |
20. | Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai. |
21. | Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam daerah pabean untuk dipamerkan. |
22. | Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. |
23. | Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai. |
24. | Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan. |
25. | Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. |
26. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
27. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. |
28. | Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
29. | Kantor Pelayanan Utama yang selanjutnya disingkat KPU adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
30. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan. |
31. | Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Wilayah, KPU, dan Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. |
(1) | Untuk mendapatkan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, badan usaha yang telah memenuhi kriteria dan persyaratan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha dengan mengisi daftar isian berupa:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui Sistem Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission. |
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada:
|
(1) | Dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), SKP melakukan validasi terhadap isian data yang diajukan oleh badan usaha. |
(2) | Dalam hal data tidak valid, SKP memberikan respon penolakan disertai dengan alasan penolakan. |
(3) | Dalam hal data valid, SKP memberikan respon kepada kepala KPU atau kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha untuk:
|
(4) | Dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), kepala KPU atau kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha:
|
(5) | Pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan ayat (4) huruf a meliputi:
|
(6) | Dalam hal diperlukan, kepala Kantor Wilayah, kepala KPU, dan kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha dapat meminta asli dokumen pembuktian kriteria dan persyaratan. |
(7) | Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah waktu kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan. |
(8) | Kepala Kantor Pabean menyampaikan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kepada kepala Kantor Wilayah. |
(1) | Badan usaha yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, harus melakukan pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria dan persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(2) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh wakil anggota direksi perusahaan. |
(3) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau ayat (4). |
(4) | Berdasarkan pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk membuat berita acara yang ditandatangani pihak badan usaha dan Kantor Wilayah atau KPU, yang paling kurang mencantumkan hasil pemaparan serta waktu selesai pemaparan sebagai dasar janji layanan penerbitan persetujuan atau penolakan atas permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. |
(5) | Dalam hal terdapat hal yang belum dipaparkan dan/atau hal yang perlu dilengkapi oleh badan usaha, pemaparan dinyatakan belum selesai dan dilakukan penjadwalan ulang. |
(6) | Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk membuat berita acara tentang tidak dilakukannya pemaparan sesuai waktu yang ditentukan. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri memberikan:
|
(2) | Dalam hal dilakukan pemaparan, Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah pemaparan selesai dilakukan. |
(3) | Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pada hari kerja berikutnya. |
(4) | Format dokumen yang digunakan oleh badan usaha dalam permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, serta format yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam proses penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang didayagunakan Perusahaan KITE Pembebasan, wajib dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara daring. |
(2) | Badan usaha yang telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan wajib memasang papan nama yang paling kurang mencantumkan nama Perusahaan KITE Pembebasan dan status sebagai perusahaan penerima fasilitas KITE Pembebasan pada setiap lokasi pabrik, lokasi penimbunan, dan lokasi kegiatan usaha. |
(3) | Perusahaan KITE Pembebasan wajib melakukan penatausahaan barang asal fasilitas KITE Pembebasan sehingga dalam pencatatan dan/atau pembukuan dapat dibedakan dengan barang yang bukan asal fasilitas KITE Pembebasan. |
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan pengawasan untuk memastikan dipenuhinya kewajiban pemenuhan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT inventory) yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara daring dan kewajiban pemasangan papan nama melalui mekanisme monitoring dan evaluasi. |
(5) | Kegiatan pengawasan untuk memastikan dipenuhinya kewajiban pemenuhan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT inventory) yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara daring dilakukan sesuai tata cara dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan wajib menyampaikan:
|
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan paling lambat pada akhir bulan ke-4 (empat) setelah akhir tahun pajak. |
(3) | Atas laporan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
|
(4) | Data keuangan dan data capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) Perusahaan KITE Pembebasan digunakan sebagai salah satu sumber data dalam pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pembebasan. |
(5) | Laporan mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE Pembebasan, capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) yang telah ditargetkan, serta target indikator kinerja utama (key performance indicator) periode berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) | Pencatatan data laporan keuangan, data mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE Pembebasan, dan laporan capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal terdapat perubahan data dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, Perusahaan KITE Pembebasan yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan untuk diterbitkan perubahan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. | ||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan alasan perubahan dan melampirkan dokumen pendukung dalam bentuk salinan digital (soft copy). | ||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik. | ||||||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. | ||||||||
(5) | Terhadap permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
| ||||||||
(6) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan koordinasi dengan Kepala Kantor Wilayah atau KPU lain, atau dengan Kepala Kantor Pabean terdekat dalam melakukan pemeriksaan lapangan. | ||||||||
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat meminta asli dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal terdapat dokumen dalam bentuk soft copy yang kurang jelas dan/atau memerlukan penjelasan lebih lanjut. | ||||||||
(8) | Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan sesuai, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan keputusan tentang perubahan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan dan melakukan pemutakhiran data. | ||||||||
(9) | Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak sesuai, kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. | ||||||||
(10) | Persetujuan atau penolakan perubahan data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan diberikan paling lama:
| ||||||||
(11) | Dalam hal terdapat perubahan data keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang elemen data perubahannya telah disetujui oleh instansi terkait, dan elemen data tersebut tersedia dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Perusahaan KITE Pembebasan menyampaikan pemberitahuan perubahan data dimaksud kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan untuk diterbitkan keputusan perubahan. | ||||||||
(12) | Keputusan tentang perubahan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||
(13) | Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Barang dan Bahan dan Barang Contoh dapat diimpor dan/atau dimasukkan dari:
|
(2) | Perusahaan KITE Pembebasan melakukan impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
|
(3) | Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(6) | Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Atas impor dan/atau pemasukan Barang dan Bahan dengan fasilitas KITE Pembebasan, Perusahaan KITE Pembebasan harus menyerahkan jaminan kepada:
|
(2) | Jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebesar Bea Masuk serta pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah atas Barang dan Bahan sebagaimana diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan. |
(3) | Jangka waktu jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling singkat selama penjumlahan waktu:
|
(4) | Dalam hal terdapat perpanjangan periode KITE Pembebasan, Perusahaan KITE Pembebasan wajib melakukan perpanjangan jangka waktu jaminan. |
(5) | Dalam hal jangka waktu jaminan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), laporan pertanggungjawaban tidak dapat diproses. |
(6) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk jaminan perusahaan (corporate guarantee) dengan ketentuan:
|
(7) | Bentuk, waktu, dan tata cara penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta penetapan Perusahaan untuk dapat menyerahkan jaminan dalam bentuk jaminan perusahaan (corporate guarantee) sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan dalam rangka kepabeanan. |
(1) | Terhadap jaminan yang diserahkan oleh Perusahaan KITE Pembebasan, selain jaminan dalam bentuk jaminan perusahaan (corporate guarantee), Pejabat Bea dan Cukai:
|
(2) | Dalam hal hasil penelitian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat ketidaksesuaian jaminan, Pejabat Bea dan Cukai menolak jaminan dengan menerbitkan surat penolakan jaminan. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kesesuaian jaminan, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ). |
(4) | Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean atas pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan yang menggunakan fasilitas KITE Pembebasan. |
(2) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(3) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang. |
(4) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang antara yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan dengan hasil pemeriksaan fisik barang, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kedapatan bahwa jumlah barang sesuai dan jenis barang yang diimpor sesuai dengan jenis barang yang tercantum dalam lampiran keputusan KITE Pembebasan, namun ditemukan adanya ketidaksesuaian tarif dan/atau nilai pabean antara yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan dengan hasil penelitian dokumen, sehingga nilai jaminan tidak mencukupi, Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penyesuaian jaminan. |
(6) | Untuk melakukan penyesuaian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menyampaikan nota pembetulan jaminan kepada:
|
(7) | Berdasarkan nota pembetulan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Perusahaan KITE Pembebasan menyerahkan jaminan pengganti. |
(8) | Atas jaminan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (7), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau kepala Kantor Pabean menerbitkan Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ). |
(1) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean atas kesesuaian jumlah dan jenis Barang Contoh yang diimpor berdasarkan surat persetujuan impor Barang Contoh dengan mendapatkan fasilitas pembebasan Bea Masuk serta pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah terutang tidak dipungut. |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis Barang Contoh, terhadap kelebihan jumlah dan/atau ketidaksesuaian jenis Barang Contoh tidak dapat diberikan fasilitas pembebasan Bea Masuk serta pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah terutang tidak dipungut. |
(3) | Terhadap hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan wajib membongkar dan menimbun Barang dan Bahan, Barang Contoh, serta Hasil Produksi di lokasi yang tercantum dalam lampiran keputusan KITE Pembebasan. |
(2) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat melakukan pembongkaran dan penimbunan Barang dan Bahan, Barang Contoh, serta Hasil Produksi di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan secara elektronik. |
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan atau pemberitahuan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling lama:
|
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan pembongkaran dan penimbunan Barang dan Bahan, Barang Contoh, dan/atau Hasil Produksi di lokasi selain yang tercantum dalam lampiran keputusan KITE Pembebasan. |
(7) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(8) | Persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penimbunan. |
(9) | Dalam hal lokasi pembongkaran dan/atau penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipergunakan secara tetap dan/atau berulang, Perusahaan KITE Pembebasan wajib melakukan perubahan data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. |
(10) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan membongkar dan/atau menimbun Barang dan Bahan, Barang Contoh, serta Hasil Produksi selain di lokasi penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), fasilitas KITE Pembebasan dibekukan. |
(11) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayal (2) huruf a, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(12) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(13) | Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Barang dan Bahan wajib Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain untuk menghasilkan barang Hasil Produksi dengan tujuan diekspor. |
(2) | Terhadap Barang dan Bahan yang Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan wajib menyerahkan Konversi kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan dalam hal Konversi belum direkam dalam SKP. |
(3) | Penyerahan konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sebelum proses produksi dimulai. |
(4) | Dalam hal terdapat perubahan Konversi atas Hasil Produksi sebelumnya, Perusahaan KITE Pembebasan harus mengajukan perubahan Konversi kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, dengan menyerahkan Konversi baru. |
(5) | Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus diajukan paling lama sebelum tanggal pemberitahuan pabean ekspor. |
(6) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan menyerahkan Konversi melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau mengajukan perubahan Konversi melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), laporan pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan yang merujuk pada Konversi tersebut ditolak. |
(7) | Perubahan Konversi setelah tanggal pemberitahuan pabean ekspor dapat dilakukan dalam hal:
|
(8) | Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan dengan menambahkan kode baru Hasil Produksi dan/atau kode Barang dan Bahan setelah seri terakhir kode Hasil Produksi dan/atau kode Barang dan Bahan pada nomor Konversi yang telah ada dalam database SKP fasilitas KITE Pembebasan. |
(9) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan tidak menyerahkan Konversi, laporan pertanggungjawaban tidak diterima. |
(1) | Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) atau perubahan Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) diserahkan dengan cara:
|
(2) | Terhadap Konversi dan perubahan Konversi yang diserahkan secara daring melalui pertukaran data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, proses penerimaan dan penyampaian tanda terima loading Konversi dilakukan menggunakan SKP fasilitas KITE Pembebasan. |
(3) | Terhadap Konversi dan perubahan Konversi yang diserahkan dengan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai:
|
(4) | Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(5) | Konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Barang dan Bahan kepada penerima subkontrak yang tercantum dalam data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. |
(2) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat mensubkontrakkan seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena keterbatasan kapasitas produksi kepada penerima subkontrak yang tercantum dalam data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, dengan ketentuan Perusahaan KITE Pembebasan:
|
(3) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU dilampiri dengan:
|
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik. |
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis. |
(6) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(7) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
|
(8) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan subkontrak seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena keterbatasan kapasitas produksi. |
(9) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(10) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(11) | Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan mensubkontrakkan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, Perusahaan KITE Pembebasan wajib:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara elektronik. |
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan atau pemberitahuan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(4) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
|
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan subkontrak kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam lampiran keputusan KITE Pembebasan. |
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(7) | Persetujuan kegiatan subkontrak kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya berlaku untuk 1 (satu) kali kegiatan subkontrak. |
(8) | Dalam hal subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilakukan secara tetap dan/atau berulang, Perusahaan KITE Pembebasan harus mengajukan perubahan data penerima subkontrak dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. |
(9) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(10) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(11) | Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat mensubkontrakkan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean, dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. |
(2) | Kegiatan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam hal secara teknis pekerjaan subkontrak tersebut tidak dapat dikerjakan di dalam daerah pabean atau tidak dapat memenuhi standar mutu dalam hal dikerjakan di dalam daerah pabean. |
(3) | Atas impor kembali hasil pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(4) | Ekspor untuk kegiatan subkontrak kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor. |
(5) | Impor kembali hasil pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai. |
(1) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU dilampiri dengan:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik. |
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis. |
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditujuk melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(5) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
|
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan subkontrak kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean. |
(7) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(8) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(9) | Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Periode KITE Pembebasan merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk melaksanakan realisasi ekspor terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan. |
(2) | Periode KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan:
|
(3) | Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan dilampiri dengan bukti yang mendukung pemenuhan persyaratan perpanjangan periode KITE Pembebasan. |
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan sebelum periode KITE Pembebasan berakhir. |
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik. |
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis. |
(7) | Atas permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
|
(8) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama:
|
(9) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
|
(10) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(11) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(12) | Surat persetujuan perpanjangan periode KITE Pembebasan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(13) | Surat penolakan atas permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat mengajukan permohonan perpanjangan kembali periode KITE Pembebasan yang telah diberikan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (9), dengan dilampiri bukti yang mendukung pemenuhan persyaratan perpanjangan periode KITE Pembebasan. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik. |
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal melalui kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(4) | Atas permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan, Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
|
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan rekomendasi kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan mengenai persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
|
(6) | Atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian kembali terhadap:
|
(7) | Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
|
(8) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan:
|
(9) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Direktur Fasilitas Kepabeanan menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(10) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(11) | Surat rekomendasi mengenai perpanjangan periode KITE Pembebasan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(12) | Surat persetujuan perpanjangan periode KITE Pembebasan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(13) | Surat penolakan atas permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan wajib melakukan ekspor terhadap seluruh Hasil Produksi. |
(2) | Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan cara:
|
(3) | Atas ekspor melalui Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan dalam hal Hasil Produksi telah dikeluarkan dari Pusat Logistik Berikat ke pelabuhan muat untuk diekspor. |
(4) | Ekspor barang gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan dalam hal telah diekspor; |
(5) | Ekspor barang gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(6) | Diekspor dalam satu kesatuan unit sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b merupakan Hasil Produksi Perusahaan KITE Pembebasan digabungkan menjadi satu kesatuan yang utuh dengan hasil produksi perusahaan lain namun masing-masing barang masih dapat dipisahkan. |
(1) | Atas ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a, Perusahaan KITE Pembebasan:
|
(2) | Atas ekspor melalui Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b, Perusahaan KITE Pembebasan mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor. |
(3) | Dalam hal dokumen pemberitahuan pabean ekspor tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), atas ekspor dimaksud tidak dapat digunakan sebagai penyelesaian Barang dan Bahan yang mendapat fasilitas KITE Pembebasan. |
(4) | Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor. |
(1) | Dalam keadaan tertentu, atas Barang dan Bahan dan/atau Barang Contoh yang periode KITE Pembebasan belum berakhir dan belum dipertanggungjawabkan, Perusahaan KITE Pembebasan dibebaskan dari kewajiban membayar:
|
(2) | Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Pembebasan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri. |
(4) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perusahaan KITE Pembebasan menyampaikan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU dengan melampirkan:
|
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik. |
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis. |
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditujuk melakukan penelitian:
|
(8) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri melakukan hal-hal sebagai berikut :
|
(9) | Surat keputusan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Barang dan Bahan yang diimpor dan/atau dimasukkan oleh Perusahaan KITE Pembebasan diselesaikan dengan cara Diolah, Dirakit, dan/atau Dipasang untuk diekspor. |
(2) | Barang dan Bahan Rusak, yang tidak dapat Diolah, Dirakit, atau Dipasang, diselesaikan dengan cara dimusnahkan, diekspor kembali, atau dikembalikan. |
(3) | Barang dalam proses (work in process) rusak sehingga tidak dapat Diolah, Dirakit, dan/atau Dipasang, diselesaikan dengan cara dimusnahkan. |
(4) | Hasil Produksi Rusak diselesaikan dengan cara dimusnahkan. |
(5) | Barang dan Bahan Rusak, yang karena sifat barang tersebut tidak dapat dimusnahkan, dan tidak dapat di ekspor kembali atau dikembalikan, diselesaikan dengan cara dirusak. |
(6) | Barang dalam proses (work in process) rusak dan Hasil Produksi Rusak, yang karena sifat barang tersebut tidak dapat dimusnahkan, diselesaikan dengan cara dirusak. |
(7) | Barang dan Bahan sisa atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan yang diimpor dari luar daerah pabean dapat diekspor kembali. |
(8) | Barang dan Bahan sisa atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan yang dimasukkan dari tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dapat dikembalikan dengan persetujuan kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat lokasi pengolahan atau pabrik. |
(9) | Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan sepanjang dilakukan dalam periode KITE Pembebasan. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring atas penyelesaian Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26. |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil monitoring kedapatan Barang dan Bahan tidak dilakukan penyelesaian, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat penetapan dan menyampaikan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk melunasi:
|
(3) | Pelaksanaan monitoring dan penerbitan surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan dengan menggunakan SKP fasilitas KITE Pembebasan. |
(1) | Sisa proses produksi (waste/scrap) dapat dimusnahkan atau dijual kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean. | ||||||||||||||
(2) | Dalam hal sisa proses produksi (waste/scrap) dijual kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean, Perusahaan KITE Pembebasan wajib:
| ||||||||||||||
(3) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi kegiatan usaha:
|
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi tempat pengolahan atau pabrik untuk dapat melakukan pemusnahan:
| ||||||||||||||
(2) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian:
| ||||||||||||||
(3) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian:
| ||||||||||||||
(4) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai, Pejabat Bea dan Cukai:
| ||||||||||||||
(5) | Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. | ||||||||||||||
(6) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdapat barang yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan pemusnahan, permohonan pemusnahan terhadap barang tersebut ditolak. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi tempat pengolahan atau pabrik untuk dapat melakukan penyelesaian dengan cara dirusak terhadap:
| ||||||||||||||||
(2) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian:
| ||||||||||||||||
(3) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian:
| ||||||||||||||||
(4) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdapat barang yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan penyelesaian dengan cara dirusak:
| ||||||||||||||||
(5) | Terhadap barang yang akan diselesaikan dengan cara dirusak berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai atau memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai:
| ||||||||||||||||
(6) | Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. | ||||||||||||||||
(7) | Berdasarkan berita acara penyelesaian dengan cara dirusak, Perusahaan KITE Pembebasan:
| ||||||||||||||||
(8) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi kegiatan usaha atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
|
(1) | Untuk dapat melakukan ekspor kembali Barang dan Bahan Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dan Barang dan Bahan sisa atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (7), Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Pabean pemuatan. |
(2) | Untuk dapat melakukan pengembalian Barang dan Bahan Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dan Barang dan Bahan sisa atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (8), Perusahaan KITE Pembebasan harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi tempat pengolahan atau pabrik. |
(3) | Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilampirkan pada saat pengajuan dokumen pemberitahuan ekspor kembali atau pengembalian. |
(4) | Ekspor kembali atau pengembalian Barang dan Bahan Rusak dan Barang dan Bahan sisa dilaksanakan sesuai dengan:
|
(5) | Perusahaan KITE Pembebasan meminta salinan dokumen pemberitahuan pabean pemasukan ke Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Ekonomi Khusus, atau Kawasan Bebas, atas pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk kelengkapan penyampaian laporan pertanggungjawaban. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas penyelesaian Barang dan Bahan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya periode KITE Pembebasan. |
(2) | Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam bentuk laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01). |
(3) | Laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan dengan cara:
|
(4) | Dalam hal tanggal jatuh tempo penyampaian laporan pertanggungjawaban jatuh pada hari libur nasional, laporan pertanggungjawaban disampaikan paling lama pada hari kerja berikutnya setelah tanggal jatuh tempo. |
(5) | Kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi dalam hal telah diterima dalam SKP, dengan mendapatkan register. |
(6) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring atas kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01). |
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan pemberitahuan pertama kepada Perusahaan KITE Pembebasan atas Barang dan Bahan yang belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya, 30 (tiga puluh) hari sebelum periode KITE Pembebasan berakhir. |
(8) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan pemberitahuan kedua kepada Perusahaan KITE Pembebasan atas Barang dan Bahan yang belum disampaikan laporan pertanggungjawaban, 30 (tiga puluh) hari sebelum batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban berakhir. |
(9) | Pemberitahuan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan pemberitahuan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat disampaikan menggunakan SKP. |
(10) | Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (4) laporan pertanggungjawaban tidak disampaikan, fasilitas KITE Pembebasan dibekukan. |
(11) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman atas pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dalam SKP. |
(12) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat menyampaikan laporan pertanggungjawaban paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dibekukan atas Barang dan Bahan yang belum disampaikan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (10) setelah melakukan perpanjangan jangka waktu jaminan, dalam hal Barang dan Bahan telah dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26. |
(13) | Dalam hal Perusahan KITE Pembebasan tidak dapat menyampaikan laporan pertanggungjawaban sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sejak fasilitas KITE Pembebasan dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan dan menyampaikan surat penetapan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk melunasi:
|
(14) | Surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (13) disampaikan kepada penjamin/surety dalam hal penyelesaian kewajiban pembayaran dilakukan melalui pencairan jaminan. |
(15) | Laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(16) | Register sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Penyampaian laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) dilampiri dengan:
|
(2) | Ketentuan penyerahan salinan cetak dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan serta dokumen pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 4 tidak berlaku bagi Perusahaan KITE Pembebasan yang melakukan impor dan/atau pemasukan serta ekspor yang pemberitahuan pabeannya diajukan di Kantor Pabean yang telah menerapkan SKP. |
(3) | Laporan hasil penelitian realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 merupakan laporan hasil rekonsiliasi terhadap dokumen pabean ekspor dan outward manifest dengan mencocokkan elemen data berupa nomor dan tanggal dokumen pabean ekspor dalam SKP. |
(4) | Dalam hal 7 (tujuh) hari setelah tanggal perkiraan ekspor hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kedapatan tidak sesuai, SKP memberitahukan ketidaksesuaian melalui notifikasi tidak rekon. |
(5) | Berdasarkan notifikasi tidak rekon sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Perusahaan KITE Pembebasan menginput data PEB pada SKP dan menyerahkan atau mengunggah dokumen:
|
(6) | Perusahaan KITE Pembebasan wajib mengunggah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam SKP atau menyerahkan ke Kantor Wilayah atau KPU dalam jangka waktu paling lambat sebelum periode KITE Pembebasan berakhir. |
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian atas dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya dokumen dengan lengkap dan sesuai dalam SKP. |
(8) | Ketentuan penyerahan salinan cetak bukti realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku dalam hal data telah tersedia pada SKP. |
(9) | Laporan hasil penelitian realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Terhadap laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) yang diserahkan dengan surat permohonan, Pejabat Bea dan Cukai:
|
(2) | Terhadap laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) yang disampaikan dengan cara sebagaimana dimaksud pada pasal 32 ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian:
|
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kedapatan sesuai, atas laporan pertanggungjawaban yang disampaikan diberikan register. |
(4) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kedapatan tidak sesuai, laporan pertanggungjawaban dikembalikan. |
(5) | Pemberitahuan pengembalian laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Terhadap laporan pertanggungjawaban yang telah mendapatkan register, kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1). |
(2) | Dalam hal perusahaan belum menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menyampaikan pemberitahuan kepada perusahaan. |
(3) | Perusahaan wajib menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Dalam hal perusahaan tidak menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), laporan pertanggungjawaban ditolak. |
(5) | Dalam hal perusahaan telah menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
|
(6) | Untuk melakukan penelitian terhadap kebenaran transaksi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menggunakan data:
|
(7) | Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b berupa:
|
(8) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) dapat dilakukan dengan menggunakan SKP. |
(9) | Pemberitahuan ketidaklengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (5) huruf a ditemukan tidak dipenuhi ketentuan atau tidak dapat dibuktikan kebenaran penyelesaian, Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
|
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (5) huruf b terdapat selisih, atas selisih tersebut kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penetapan sebagai dasar bagi Perusahaan KITE Pembebasan untuk melunasi:
|
(3) | Dalam hal selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki nilai Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan lebih dari atau sama dengan Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), sebelum dilakukan penetapan, kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan:
|
(4) | Atas konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Perusahaan KITE Pembebasan wajib menyampaikan tanggapan atau penjelasan mengenai penyebab terjadinya selisih disertai bukti pendukung paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan. |
(5) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian terhadap tanggapan dan bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibuktikan bahwa:
|
(6) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan tidak menyampaikan tanggapan atau penjelasan mengenai penyebab terjadinya selisih dan bukti pendukung dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), atas selisih tersebut kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penetapan sebagai dasar bagi Perusahaan KITE Pembebasan untuk melunasi;
|
(7) | Surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dan ayat (6) disampaikan kepada penjamin/surety dalam hal penyelesaian kewajiban pembayaran dilakukan melalui pencairan jaminan. |
(8) | Pemberitahuan dalam rangka konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian terhadap laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) terdapat:
|
(2) | Dalam hal hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(3) | Perbaikan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diajukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan. |
(4) | Dalam hal pengajuan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melewati waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penelitian dilakukan berdasarkan data laporan pertanggungjawaban yang dimintakan konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan Pasal 36. | ||||
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk harus memberikan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak laporan pertanggungjawaban mendapatkan register. | ||||
(3) | Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
| ||||
(4) | Terhadap Barang dan Bahan yang disetujui laporan pertanggung jawabannya:
| ||||
(5) | Terhadap Perusahaan KITE Pembebasan yang menggunakan jaminan selain corporate guarantee, jaminan dikembalikan dalam hal seluruh Barang dan Bahan telah selesai dipertanggungjawabkan. | ||||
(6) | Terhadap Barang dan Bahan yang ditolak laporan pertanggungjawabannya diterbitkan surat penolakan atas laporan pertanggungjawaban. | ||||
(7) | Terhadap Barang dan Bahan yang ditolak laporan pertanggungjawabannya namun periode KITE Pembebasannya belum berakhir, laporan pertanggungjawaban dapat disampaikan kembali. | ||||
(8) | Terhadap Barang dan Bahan yang ditolak laporan pertanggungjawabannya dan periode KITE Pembebasannya telah berakhir, berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||
(9) | Surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan kepada penjamin/surety dalam hal penyelesaian kewajiban pembayaran dilakukan melalui pencairan jaminan. | ||||
(10) | Surat persetujuan atas laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(11) | Surat Pemberitahuan Penyesuaian Jaminan (SPPJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(12) | Surat penolakan atas laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXXVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal nilai Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dilunasi sebagaimana dimaksud dalam:
|
(2) | Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, melakukan pencatatan atas ditemukannya kewajiban pembayaran dengan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada saat kegiatan monitoring dan penelitian laporan pertanggungjawaban, yang belum dilakukan penetapan. |
(3) | Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan menggunakan SKP. |
(1) | Hasil Produksi yang telah diekspor dapat diimpor kembali karena alasan tertentu, dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. |
(2) | Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
|
(3) | Hasil Produksi yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diekspor kembali dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan pabean impor kembali dan dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 3 (tiga) bulan dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. |
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan kegiatan monitoring atas realisasi ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(1) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, dengan menyebutkan alasan disertai bukti pendukung. |
(2) | Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik. |
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap permohonan dan bukti pendukung yang disampaikan. |
(6) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
|
(7) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan impor kembali dengan pembebasan dari kewajiban pembayaran Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor. |
(8) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan. |
(9) | Dalam hal permohonan impor kembali atas Hasil Produksi yang belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya, kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
|
(10) | Surat persetujuan impor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(11) | Surat penolakan impor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pada saat impor kembali atas Hasil Produksi yang laporan pertanggungjawabannya telah disetujui, Perusahaan KITE Pembebasan:
|
(2) | Pada saat impor kembali atas Hasil Produksi yang laporan pertanggungjawabannya belum disampaikan, Perusahaan KITE Pembebasan:
|
(3) | Tata cara impor kembali mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan pada saat pelaksanaan ekspor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali:
|
(2) | Tata cara ekspor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan wajib menyampaikan laporan realisasi atas ekspor kembali Hasil Produksi yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya batas waktu ekspor kembali disertai dokumen pendukung. |
(2) | Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap laporan realisasi ekspor kembali dan bukti pendukung yang disampaikan. |
(4) | Laporan realisasi ekspor disetujui dalam hal berdasarkan hasil penelitian dapat dibuktikan bahwa barang yang diimpor kembali telah diekspor kembali sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3). |
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak laporan realisasi ekspor diterima secara lengkap. |
(6) | Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
|
(7) | Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
|
(8) | Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
|
(9) | Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU:
|
(10) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan tidak melakukan ekspor kembali sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) atau tidak menyampaikan laporan realisasi ekspor sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan:
|
(11) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dan ayat (10) huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
(12) | Pajak dalam rangka impor berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dan ayat (10) huruf a tidak dapat dikreditkan. |
(13) | Laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XXXIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(14) | Surat persetujuan atas laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XL yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(15) | Surat penolakan atas laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XLI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Terhadap Hasil Produksi yang diimpor kembali yang belum disampaikan laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Perusahaan KITE Pembebasan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban dengan ketentuan:
|
(2) | Laporan pertanggungjawaban disampaikan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dengan melampirkan dokumen pendukung tambahan berupa:
|
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam melakukan penelitian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan putusan atas hasil penelitian laporan realisasi ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat melakukan impor dan/atau pemasukan Barang Contoh dengan fasilitas pembebasan Barang Contoh. |
(2) | Impor dan/atau pemasukan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berdasarkan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. |
(3) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, dilampiri dengan paparan mengenai keterkaitan Barang Contoh dengan Hasil Produksi. |
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik. |
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis. |
(6) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian mengenai:
|
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama:
|
(8) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan impor dan/atau pemasukan Barang Contoh. |
(9) | Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilampirkan pada saat pengajuan pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan. |
(10) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(11) | Surat persetujuan impor dan/atau pemasukan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penatausahaan atas penggunaan Barang Contoh untuk menunjang proses produksi. |
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring atas penggunaan Barang Contoh. |
(3) | Monitoring atas penggunaan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan:
|
(4) | Penatausahaan atas penggunaan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring terhadap pemberian fasilitas KITE Pembebasan. |
(2) | Kegiatan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan bersamaan dengan kegiatan pelayanan dan pengawasan terhadap perusahaan penerima fasilitas KITE Pembebasan. |
(3) | Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(4) | Tata cara monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal mengenai pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pembebasan secara periodik paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. |
(2) | Dalam rangka evaluasi kebijakan fasilitas KITE Pembebasan, Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pembebasan. |
(3) | Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2):
|
(4) | Tata cara evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal mengenai pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan. |
(1) | Dalam rangka menguji kepatuhan Perusahaan KITE Pembebasan atas ketentuan penggunaan fasilitas KITE Pembebasan, dilakukan audit kepabeanan. |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan Barang dan Bahan dan Barang Contoh yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau tidak memenuhi ketentuan pemberian fasilitas KITE Pembebasan, Perusahaan KITE Pembebasan wajib melunasi:
|
(3) | Hasil audit kepabeanan disampaikan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. |
(4) | Hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memuat rincian paling kurang:
|
(5) | Hasil audit kepabeanan dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas penyelesaian Barang dan Bahan. |
(6) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penyesuaian saldo Barang dan Bahan dalam SKP berdasarkan data hasil audit kepabeanan. |
(7) | Audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai audit kepabeanan. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan pembekuan terhadap fasilitas KITE Pembebasan dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan:
|
(2) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan memenuhi kriteria pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat pembekuan fasilitas KITE Pembebasan. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SKP. |
(4) | Dalam hal fasilitas KITE Pembebasan dibekukan, atas impor dan/atau pemasukan Barang dan Bahan dan/atau Barang Contoh tidak diberikan fasilitas KITE Pembebasan sejak tanggal pembekuan. |
(5) | Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan hak Perusahaan KITE Pembebasan untuk melakukan kegiatan kepabeanan lain. |
(6) | Surat pembekuan fasilitas KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberlakukan kembali fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah mengajukan permohonan perubahan data secara lengkap, dan telah diberikan persetujuan oleh kepala Kantor Wilayah atau KPU |
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberlakukan kembali fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf f, setelah waktu pembekuan berakhir. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberlakukan kembali fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a dan huruf g sampai dengan huruf l, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan:
|
(4) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pembebasan. |
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam SKP. |
(6) | Surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri melakukan pencabutan fasilitas KITE Pembebasan dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan:
|
(2) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan memenuhi kriteria pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan keputusan pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman keputusan pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SKP. |
(4) | Dalam hal fasilitas KITE Pembebasan dicabut dengan alasan selain karena berubah status menjadi pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan kepada Perusahaan KITE Pembebasan bahwa dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan, wajib:
|
(5) | Saldo Barang dan Bahan dan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c diselesaikan dengan cara:
|
(6) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan tidak melakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan, kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penagihan atas pembayaran Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. |
(7) | Dalam rangka pencabutan fasilitas KITE Pembebasan, terhadap Perusahaan KITE Pembebasan dapat terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sederhana oleh kepala Kantor Wilayah atau KPU atau dilakukan audit kepabeanan. |
(8) | Keputusan pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XLVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan akan berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat, Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan izin Kawasan Berikat kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(2) | Dalam hal permohonan izin Kawasan Berikat disetujui kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan menerbitkan surat pembekuan fasilitas KITE Pembebasan yang diberikan. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SKP. |
(4) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat mengajukan permohonan penetapan Barang dan Bahan yang masih dalam periode KITE Pembebasan namun belum diselesaikan serta Barang Contoh yang belum diselesaikan menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. |
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan sebelum kegiatan operasional Kawasan Berikat dimulai. |
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik. |
(7) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. |
(8) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menindaklanjuti permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal surat permohonan diterima dengan melakukan pencacahan terhadap Barang dan Bahan serta Barang Contoh yang belum diselesaikan. |
(9) | Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat. |
(10) | Hasil pencacahan dituangkan dalam berita acara pencacahan, dengan menyebutkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan asal Barang dan Bahan serta dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan Barang Contoh. |
(11) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat keputusan tentang penetapan Barang dan Bahan serta Barang Contoh yang menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat, berdasarkan berita acara pencacahan, paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal berita acara pencacahan. |
(12) | Atas Barang dan Bahan serta Barang Contoh yang telah ditetapkan sebagai saldo awal persediaan Kawasan Berikat, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(13) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU mengembalikan jaminan atas Barang dan Bahan yang telah ditetapkan sebagai saldo awal persediaan Kawasan Berikat. |
(14) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penyesuaian saldo Barang dan Bahan yang harus dipertanggungjawabkan pada SKP berdasarkan penetapan saldo awal persediaan Kawasan Berikat. |
(15) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menyampaikan pemberitahuan kepada Perusahaan KITE Pembebasan tentang kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan yang telah dilakukan penyelesaian tetapi belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya. |
(16) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan keputusan pencabutan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, dalam hal laporan pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (15) telah mendapatkan putusan. |
(17) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman keputusan pencabutan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (16) dalam SKP. |
(18) | Realisasi ekspor yang telah dilakukan oleh Perusahaan KITE Pembebasan dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan Hasil Produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean. |
(19) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penagihan Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta sanksi administrasi berupa denda dan sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal berdasarkan hasil pencacahan ditemukan Barang dan Bahan dan/atau Barang Contoh yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. |
(1) | Tata cara impor Barang dan Bahan dan Barang Contoh berupa barang kena cukai, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cukai. |
(2) | Tata cara ekspor Hasil Produksi yang dikenakan Bea Keluar, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan Bea Keluar. |
(3) | Tata cara penetapan atas kewajiban pembayaran Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta sanksi administrasi berupa denda dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan Pejabat Bea dan Cukai atas kewajiban pembayaran Bea Masuk, pajak dalam rangka impor, serta sanksi administrasi berupa denda. |
(1) | Sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Pelaksanaan pemberian akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan mengenai pengawasan bersama antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Direktorat Jenderal Pajak terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat mengajukan permohonan penyelesaian atas kewajiban pembayaran Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang serta sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan atas Barang dan Bahan dalam hal:
|
(2) | Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain:
|
(3) | Saldo Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah:
|
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penetapan sebagai dasar penagihan atas kewajiban pembayaran Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang serta sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan atas Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat memanfaatkan fasilitas Kawasan Berikat, sepanjang lokasi pabrik yang ditetapkan sebagai Kawasan Berikat berbeda dengan lokasi pabrik yang memperoleh fasilitas KITE Pembebasan. |
(2) | Lokasi yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipisahkan oleh batas yang permanen. |
(1) | Kegiatan pelayanan fasilitas KITE Pembebasan dilakukan menggunakan SKP. |
(2) | Dalam hal SKP belum tersedia atau tidak berfungsi, pelayanan fasilitas KITE Pembebasan dilaksanakan secara manual. |
(1) | Pelayanan pemberian fasilitas KITE Pembebasan dilakukan oleh Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha Perusahaan KITE Pembebasan. |
(2) | Badan usaha yang berlokasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi, Cikarang, Karawang, Purwakarta dan Sukabumi dapat dilayani pemberian fasilitas KITE Pembebasan di Kantor Wilayah DJBC Jakarta. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah DJBC Jakarta menyampaikan tembusan keputusan penetapan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau kegiatan usaha Perusahaan KITE Pembebasan yang berlokasi di luar wilayah pengawasan Kantor Wilayah DJBC Jakarta. |
(4) | Pengawasan terhadap Perusahaan KITE Pembebasan dilakukan oleh:
|