Mekanisme Pengawasan Terhadap Pemotongan/Pemungutan dan Penyetoran Pajak Atas Belanja yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Menimbang :
Mengingat :
Menetapkan :
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
(1) | Dalam melaksanakan anggaran Belanja Daerah di setiap SKPD, Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau PPTK mengajukan permintaan pembayaran atas transaksi pengeluaran kepada PA/KPA melalui Pejabat Penatausahaan Keuangan. |
(2) | Pengajuan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan atau mekanisme Pembayaran Langsung. |
(3) | Berdasarkan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA/KPA mengajukan perintah membayar kepada Kuasa BUD. |
(4) | Berdasarkan perintah membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kuasa BUD menerbitkan perintah pencairan dana. |
(1) | Bendahara Pengeluaran SKPD menghitung dan memotong/memungut Pajak atas pembayaran dari dana Uang Persediaan yang dikelolanya. |
(2) | PA/KPA SKPD menghitung dan memotong/memungut Pajak atas transaksi pengeluaran yang dibayarkan dengan mekanisme Pembayaran Langsung. |
(3) | Dalam memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Bendahara Pengeluaran SKPD dan PA/KPA SKPD melakukan konfirmasi kebenaran NPWP melalui sarana yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD menyetorkan hasil pemotongan/pemungutan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ke Kas Negara. |
(2) | Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan per transaksi pengeluaran sesuai dengan ketentuan penyetoran Pajak yang berlaku, kecuali pengeluaran untuk belanja pegawai. |
(3) | Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dan penyetoran pajak. |
(1) | Penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan ke Kas Negara melalui Bank/Pos Persepsi atau sarana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembayaran pajak secara elektronik dengan mencantumkan Kode Billing. |
(2) | Untuk mendapatkan Kode Billing:
|
(3) | Perekaman data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
|
(4) | Atas penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Bendahara Pengeluaran SKPD/Kuasa BUD menerima bukti setoran berupa BPN. |
(5) | BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperlakukan sebagai Bukti Pemotongan atau Bukti Pemungutan. |
(1) | Direktorat Jenderal Pajak melakukan sosialisasi kepada Bendahara Pengeluaran SKPD, PA/KPA SKPD, dan Kuasa BUD mengenai pengawasan pemotongan/pemungutan dan penyetoran Pajak yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau PA/KPA SKPD. |
(2) | Dalam melakukan sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Pajak dapat melibatkan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. |
(1) | DTH harus dibuat oleh:
|
(2) | DTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk informasi pada tabel data SIKD yang digunakan sebagai dasar penyusunan DTH. |
(3) | DTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | DTH yang dibuat oleh Bendahara Pengeluaran SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a disampaikan kepada Kuasa BUD. |
(2) | Penyampaian DTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama tanggal 10 setelah bulan yang bersangkutan berakhir. |
(3) | Dalam hal tanggal 10 setelah bulan yang bersangkutan berakhir jatuh pada hari libur atau hari kerja yang diliburkan, penyampaian DTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. |
(1) | Berdasarkan DTH yang disampaikan oleh Bendahara Pengeluaran SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan DTH yang dibuat oleh Kuasa BUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, Kuasa BUD membuat RTH. |
(2) | RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Kuasa BUD menyampaikan DTH dan RTH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) serta informasi pada tabel data SIKD yang digunakan sebagai dasar penyusunan DTH kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melalui SIKD secara bulanan paling lama tanggal 20 setelah bulan yang bersangkutan berakhir. |
(2) | Dalam hal tanggal 20 setelah bulan yang bersangkutan berakhir jatuh pada hari libur atau hari kerja yang diliburkan, penyampaian DTH dan RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. |
(3) | Dalam hal Kuasa BUD tidak menyampaikan DTH dan RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran DBH atau DAU untuk periode bulan atau tahap berikutnya. |
(4) | Penundaan penyaluran DBH atau DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. |
(5) | Penundaan penyaluran DBH atau DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari nilai DBH atau DAU tahap penyaluran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) | Dalam hal Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah menyampaikan DTH dan RTH, Menteri Keuangan menyalurkan kembali DBH atau DAU yang ditunda kepada Daerah yang bersangkutan. |
(7) | Penyaluran kembali DBH atau DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri Keuangan. |
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan:
kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Sistem Layanan Data Kementerian Keuangan.
(1) | KPP melakukan pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran Pajak berdasarkan:
|
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai perhitungan potensi Pajak atas Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan tata cara penyetoran Pajak secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(1) | Dalam hal hasil pengujian kebenaran perhitungan dan penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan/atau konfirmasi kebenaran perhitungan dan penyetoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 masih terdapat selisih kurang Pajak yang belum dipotong/dipungut dan/atau disetor oleh Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau PA/KPA SKPD, KPP dapat melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atau meneruskan dengan usulan pemeriksaan bukti permulaan. |
(1) | Dalam hal diterbitkan SKPKB atau SKPKBT berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau PA/KPA SKPD menyetor kewajiban Pajak terutang beserta sanksinya ke Kas Negara. |
(2) | Pelunasan dan penagihan atas kewajiban Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. |
(3) | Apabila Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau PA/KPA SKPD tidak menyetor kewajiban Pajak terutang beserta sanksinya ke Kas Negara dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPP menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Kepala Daerah. |
(4) | Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala KPP menyampaikan laporan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(5) | Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah meminta Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau PA/KPA SKPD untuk segera menyetor kewajiban Pajak terutang beserta sanksinya ke Kas Negara. |
(6) | Berdasarkan tembusan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan daftar Bendahara Pengeluaran SKPD dan/atau PA/KPA SKPD yang tidak menyetor kewajiban Pajak terutang beserta sanksinya ke Kas Negara kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dengan tembusan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri. |
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Mei 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA