Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar Atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 161/PMK.04/2018
TENTANG
PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG
DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN
DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. | bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; |
b. | bahwa ketentuan mengenai pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor; |
c. | bahwa untuk melakukan deregulasi dan penyederhanaan peraturan, memperluas rantai pasok bahan sebagai substitusi barang impor, memperluas saluran ekspor hasil produksi, mengakomodasi perkembangan proses bisnis kegiatan usaha, serta penyempurnaan kebijakan di bidang fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor berupa pengembalian bea masuk agar dapat mendorong peningkatan daya saing perusahaan, investasi, dan ekspor nasional, perlu mengganti ketentuan mengenai pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor sebagaimana dimaksud dalam huruf b; |
d. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor; |
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGEMBALIAN BEA MASUK YANG TELAH DIBAYAR ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. | Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. | ||||
2. | Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. | ||||
3. | Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pengembalian, yang selanjutnya disebut KITE Pengembalian adalah pengembalian Bea Masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan Barang dan Bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. | ||||
4. | Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan, adalah pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan Barang dan Bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. | ||||
5. | Bea Masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. | ||||
6. | Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk antidumping, Bea Masuk imbalan, Bea Masuk tindakan pengamanan, dan Bea Masuk pembalasan. | ||||
7. | Perusahaan KITE Pengembalian adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pengembalian. | ||||
8. | Perusahaan KITE Pembebasan adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan. | ||||
9. | Barang dan Bahan adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:
| ||||
10. | Diolah adalah dilakukan pengolahan untuk menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. | ||||
11. | Dirakit adalah dilakukan perakitan dan/atau penyatuan sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. | ||||
12. | Dipasang adalah dilakukan pemasangan, pelekatan, dan/atau penggabungan dengan barang lain sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. | ||||
13. | Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan Bahan. | ||||
14. | Konversi adalah suatu pernyataan dari Perusahaan KITE Pengembalian mengenai komposisi pemakaian Barang dan Bahan untuk setiap satuan Hasil Produksi. | ||||
15. | Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. | ||||
16. | Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang- barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. | ||||
17. | Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna Diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai. | ||||
18. | Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan. | ||||
19. | Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. | ||||
20. | Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai. | ||||
21. | Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan. | ||||
22. | Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. | ||||
23. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. | ||||
24. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. | ||||
25. | Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. | ||||
26. | Kantor Pelayanan Utama yang selanjutnya disingkat KPU adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. | ||||
27. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. | ||||
28. | Sistem Komputer Pelayanan adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Wilayah, KPU, dan Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. |
RUANG LINGKUP
Pasal 2
(1) | Fasilitas KITE Pengembalian dapat diberikan kepada badan usaha yang telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. | ||||||
(2) | Terhadap impor dan/atau pemasukan yang dilakukan oleh Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan fasilitas KITE Pengembalian. | ||||||
(3) | Fasilitas KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pengembalian Bea Masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. | ||||||
(4) | Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk:
|
PEMBERIAN FASILITAS KITE PENGEMBALIAN
Pasal 3
(1) | Untuk dapat ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
| ||||||||||||||
(2) | Badan usaha yang akan ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian harus memenuhi persyaratan:
| ||||||||||||||
(3) | Untuk mendapatkan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, badan usaha harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha dengan mengisi daftar isian berupa:
| ||||||||||||||
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik melalui sistem Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission. | ||||||||||||||
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada:
yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha perusahaan. |
(1) | Dalam hal diperlukan, kepala Kantor Wilayah, kepala KPU, dan kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha dapat meminta dokumen asli pembuktian kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2). |
(2) | Dalam hal badan usaha memiliki lebih dari 1 (satu) lokasi pabrik, permohonan untuk mendapatkan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian diajukan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik dengan volume kegiatan impor Barang dan Bahan terbesar. |
(1) | Dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Sistem Komputer Pelayanan memberikan respon kepada kepala KPU atau kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha untuk:
| ||||||
(2) | Dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), kepala KPU atau kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha:
| ||||||
(3) | Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pernyataan kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan. | ||||||
(4) | Badan usaha yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, harus melakukan pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. | ||||||
(5) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan oleh wakil anggota direksi perusahaan. | ||||||
(6) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2). | ||||||
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atas nama Menteri memberikan:
| ||||||
(8) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah pemaparan selesai dilakukan. | ||||||
(9) | Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6), kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan penolakan dengan menerbitkan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. | ||||||
(10) | Keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian tidak dapat diberikan kepada badan usaha yang:
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama 10 (sepuluh) tahun sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit. |
Dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang didayagunakan Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d, wajib dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara daring.
Pasal 7
(1) | Badan usaha yang telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian wajib memasang papan nama yang paling kurang mencantumkan nama Perusahaan KITE Pengembalian dan status sebagai perusahaan penerima fasilitas KITE Pengembalian pada setiap lokasi pabrik, lokasi penimbunan, dan lokasi kegiatan usaha. | ||||
(2) | Perusahaan KITE Pengembalian wajib melakukan penatausahaan barang asal fasilitas KITE Pengembalian sehingga dalam pencatatan dan/atau pembukuan dapat dibedakan dengan barang yang bukan asal fasilitas KITE Pengembalian. | ||||
(3) | Perusahaan KITE Pengembalian wajib menyampaikan:
| ||||
(4) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian paling lambat pada bulan ke-4 (empat) setelah akhir tahun pajak. |
(1) | Dalam hal terdapat perubahan data dalam keputusan penerima fasilitas KITE Pengembalian, Perusahaan KITE Pengembalian harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian untuk diterbitkan perubahan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. | ||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan alasan perubahan dan melampirkan dokumen pendukung dalam bentuk salinan digital (soft copy). | ||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik. | ||||||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara dektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wliayah atau KPU. | ||||||||
(5) | Terhadap permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
| ||||||||
(6) | Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan sesuai, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan keputusan tentang perubahan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian dan melakukan pemutakhiran data. | ||||||||
(7) | Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak sesuai, kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. | ||||||||
(8) | Persetujuan atau penolakan perubahan data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (7) diberikan paling lama:
| ||||||||
(9) | Dalam hal terdapat perubahan data keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang elemen data perubahannya telah disetujui oleh instansi terkait, dan elemen data tersebut tersedia dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Perusahaan KITE Pengembalian menyampaikan pemberitahuan perubahan data dimaksud kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian untuk diterbitkan keputusan perubahan. |
BAB IV
IMPOR DAN/ATAU PEMASUKAN SERTA PENGOLAHAN,
PERAKITAN, DAN/ATAU PEMASANGAN
Bagian Pertama
Impor dan/atau Pemasukan
Pasal 9
(1) | Barang dan Bahan dapat diimpor dan/atau dimasukkan dari
| ||||||||||||||||
(2) | Impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai, Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah, dan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan dan/atau pembatasan impor. | ||||||||||||||||
(3) | Barang dan Bahan yang dimasukkan dari tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h, merupakan pemasukan dalam rangka impor untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. | ||||||||||||||||
(4) | Atas impor dan/atau pemasukan Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan diajukan permohonan pengembalian, Perusahaan KITE Pengembalian harus mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan. | ||||||||||||||||
(5) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian tidak mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), atas impor dan/atau pemasukan Barang dan Bahan yang terdapat pada pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan dimaksud tidak mendapat fasilitas KITE Pengembalian. |
Pasal 10
(1) | Perusahaan KITE Pengembalian wajib membongkar dan menimbun Barang dan Bahan serta Hasil Produksi di lokasi yang tercantum dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. | ||||
(2) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat melakukan pembongkaran dan penimbunan Barang dan Bahan serta Hasil Produksi di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
| ||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan secara elektronik. | ||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan atau pemberitahuan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. | ||||
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling lama:
| ||||
(6) | Persetujuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penimbunan. | ||||
(7) | Dalam hal lokasi pembongkaran dan/atau penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipergunakan secara tetap dan/atau berulang, Perusahaan KITE Pengembalian wajib melakukan perubahan data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. | ||||
(8) | Dalam hal Perusahaan membongkar dan/atau menimbun Barang dan Bahan, dan/atau Hasil Produksi selain di lokasi penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), fasilitas KITE Pengembalian dibekukan. |
Bagian Kedua
Pengolahan, Perakitan, dan/atau Pemasangan
Barang dan Bahan
Pasal 11
(1) | Barang dan Bahan wajib Diolah, Dirakit atau Dipasang pada barang lain untuk menghasilkan barang Hasil Produksi dengan tujuan diekspor. |
(2) | Terhadap Barang dan Bahan yang Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pengembalian wajib menyeretkan Konversi kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, sebelum proses produksi dimulai. |
(3) | Dalam hal terdapat perubahan Konversi atas Hasil Produksi sebelumnya, Perusahaan KITE Pengembalian harus mengajukan perubahan Konversi kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, dengan menyerahkan Konversi baru. |
(4) | Perubahan Konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilakukan paling lama sebelum tanggal pemberitahuan paben ekspor. |
(5) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat melakukan perubahan Konversi setelah tanggal pemberitahuan pabean ekspor dalam hal terdapat kesalahan penulisan kode satuan, kesalahan penulisan karakter pada kode barang, dan/atau kesalahan penulisan koefisien karena ekuivalensi, dengan melakukan penyesuaian pada Konversi yang telah diserahkan. |
(6) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian tidak menyampaikan Konversi, permohonan pengembalian Bea Masuk tidak diterima. |
(1) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Barang dan Bahan kepada penerima subkontrak yang tercantum dalam data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. | ||||||||
(2) | Atas pengeluaran Barang dan Bahan dalam rangka subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemasukan kembali hasil pekerjaan subkontrak ke Perusahaan, tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. | ||||||||
(3) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat mensubkontrakkan seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena keterbatasan kapasitas produksi kepada penerima subkontrak yang tercantum dalam data keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, dengan ketentuan:
dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. | ||||||||
(4) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian mensubkontrakkan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, Perusahaan KITE Pengembalian wajib:
| ||||||||
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b disampaikan secara elektronik. | ||||||||
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan atau pemberitahuan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. | ||||||||
(7) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
| ||||||||
(8) | Persetujuan kegiatan subkontrak kepada penerima subkontrak yang belum tercantum dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b hanya berlaku untuk 1 (satu) kali kontrak. | ||||||||
(9) | Dalam hal subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) akan dilakukan secara tetap dan/atau berulang, Perusahaan KITE Pengembalian harus mengajukan perubahan data penerima subkontrak dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
(1) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat mensubkontrakkan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean, dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. | ||||||
(2) | Kegiatan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam hal secara teknis pekerjaan subkontrak tersebut tidak dapat dikerjakan di dalam daerah pabean atau tidak dapat memenuhi standar mutu apabila dikerjakan di dalam daerah pabean, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari perusahaan. | ||||||
(3) | Atas impor kembali hasil pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
| ||||||
(4) | Ekspor untuk kegiatan subkontrak kepada penerima subkontrak di luar daerah pabean dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor. | ||||||
(5) | Impor kembali hasil pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai. |
EKSPOR
Pasal 14
(1) | Hasil Produksi yang akan dimintakan pengembalian Bea Masuk harus diekspor. | ||||||
(2) | Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan cara:
| ||||||
(3) | Ekspor barang gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
| ||||||
(4) | Atas ekspor melalui Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dimintakan pengembalian Bea Masuk dalam hal Hasil Produksi telah dikeluarkan dari Pusat Logistik Berikat ke pelabuhan muat untuk diekspor. | ||||||
(5) | Atas ekspor barang gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat dimintakan pengembalian Bea Masuk dalam hal terbukti, telah diekspor. | ||||||
(6) | Atas ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Perusahaan KITE Pengembalian wajib:
| ||||||
(7) | Atas ekspor melalui Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Perusahaan KITE Pengembalian harus mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor. | ||||||
(8) | Dalam hal dokumen pemberitahuan pabean ekspor tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (7), atas Hasil Produksi yang diekspor dimaksud tidak dapat dimintakan pengembalian Bea Masuk. | ||||||
(9) | Pelaksanaan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor, atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat. |
PENGEMBALIAN BEA MASUK
Bagian Pertama
Persyaratan Pengembalian Bea Masuk
Pasal 15
(1) | Pengembalian Bea Masuk dapat diberikan sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:
| ||||||||||
(2) | Pengembalian Bea Masuk diberikan sebesar Bea Masuk atas Barang dan Bahan yang terkandung dalam Hasil Produksi yang telah diekspor. | ||||||||||
(3) | Waktu ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diberikan perpanjangan waktu paling lama 12 (dua belas) bulan berdasarkan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, dalam hal:
| ||||||||||
(4) | Waktu ekspor yang telah diperpanjang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang kembali paling lama 12 (dua belas) bulan berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. | ||||||||||
(5) | Waktu ekspor yang telah diberikan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat diperpanjang kembali. | ||||||||||
(6) | Permohonan perpanjangan waktu ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diajukan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum waktu ekspor berakhir. | ||||||||||
(7) | Permohonan perpanjangan waktu ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diajukan kepada Direktur Jenderal melalui kepala Kantor Wilayah atau KPU sebelum waktu ekspor berakhir. |
Permohonan Pengembalian Bea Masuk
Pasal 16
(1) | Untuk mendapatkan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1), Perusahaan KITE Pengembalian harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian dengan melampirkan:
| ||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan menggunakan sistem pertukaran data elektronik. | ||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal laporan hasil penelitian realisasi ekspor. | ||||
(4) | Ketentuan penyerahan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan dan dokumen pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak berlaku bagi Perusahaan KITE Pengembalian yang melakukan impor dan/atau pemasukan dan ekspor yang pemberitahuan pabeannya diajukan di Kantor Pabean yang telah menerapkan Sistem Komputer Pelayanan. | ||||
(5) | Ketentuan penyerahan laporan hasil penelitian realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku dalam hal data hasil penelitian realisasi ekspor telah tersedia pada Sistem Komputer Pelayanan. |
(1) | Atas permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian. |
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. |
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagai dasar untuk penerbitan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM). |
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(1) | Lembar asli Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) disampaikan kepada Perusahaan KITE Pengembalian dan dibuat salinannya dengan peruntukan:
| ||||||||
(2) | Penyampaian salinan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan melalui Kantor Pabean atau KPU tempat pemenuhan kewajiban pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c untuk diajukan secara bersama pada saat pengajuan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM). | ||||||||
(3) | Berdasarkan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), Perusahaan KITE Pengembalian mengajukan permohonan pembayaran pengembalian Bea Masuk ke Kantor Pabean atau KPU tempat pemenuhan kewajiban pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. | ||||||||
(4) | Berdasarkan permohonan Perusahaan KITE Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor Pabean atau kepala KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan pengujian atas salinan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM). | ||||||||
(5) | Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah sesuai, kepala Kantor Pabean atau kepala KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak permohonan pembayaran Pengembalian Bea Masuk diterima secara lengkap. | ||||||||
(6) | Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat ketidaksesuaian, kepala Kantor Pabean atau KPU melakukan konfirmasi kepada kepala Kantor Wilayah atau kepala KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan pembayaran pengembalian Bea Masuk diterima secara lengkap. | ||||||||
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian menyampaikan jawaban atas konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak konfirmasi diterima. | ||||||||
(8) | Dalam hal jawaban atas konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menyatakan sesuai, kepala Kantor Pabean atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak jawaban konfirmasi diterima. | ||||||||
(9) | Dalam hal jawaban atas konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menyatakan tidak sesuai, kepala Kantor Pabean atau KPU menerbitkan surat pemberitahuan penolakan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak jawaban konfirmasi diterima. | ||||||||
(10) | Berdasarkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sebagaimana dimaksud ayat (5) atau ayat (8), kepala Kantor Pabean atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM) paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal Surat Permintaan Pembayaran (SPP) diterbitkan. | ||||||||
(11) | Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM) sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diterbitkan dalam 5 (lima) rangkap dengan peruntukan:
| ||||||||
(12) | Lembar ke-1 dan ke-2 Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM) sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf a disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara secara langsung oleh petugas yang ditunjuk, paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM) diterbitkan. | ||||||||
(13) | Berdasarkan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM), Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) berdasarkan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Penandatangan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM) tidak boleh dirangkap oleh 1 (satu) orang Pejabat Bea dan Cukai. |
(2) | Spesimen tanda tangan Pejabat Bea dan Cukai penandatangan Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dan Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM) disampaikan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setiap tahun atau setiap terdapat perubahan Pejabat Bea dan Cukai yang menandatangani Surat Ketetapan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SKP.FPBM) dan/ atau Surat Perintah Membayar Kembali Fasilitas Pengembalian Bea Masuk (SPMK.FPBM). |
(1) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) terdapat:
| ||||
(2) | Dalam hal hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan adanya kesalahan disebabkan kekhilafan yang nyata, seperti kesalahan pengetikan atau sejenisnya, Perusahaan KITE Pengembalian dapat melakukan pengajuan perbaikan atas permohonan pengembalian Bea Masuk yang telah diajukan sebelumnya. | ||||
(3) | Pengajuan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diajukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan. | ||||
(4) | Dalam hal pengajuan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melewati waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penelitian dilakukan berdasarkan data permohonan KITE Pengembalian yang dimintakan konfirmasi. |
Kelebihan Pembayaran Pengembalian Bea Masuk
Pasal 21
(1) | Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran pengembalian Bea Masuk, Perusahaan KITE Pengembalian wajib mengembalikan kelebihan pembayaran pengembalian Bea Masuk. |
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan kewajiban Perusahaan KITE Pengembalian mengembalikan kelebihan pembayaran pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Bagian Keempat
Kekurangan Pembayaran Pengembalian Bea Masuk
Pasal 22
Dalam hal terdapat kekurangan pembayaran pengembalian Bea Masuk, Perusahaan KITE Pengembalian dapat mengajukan permohonan atas kekurangan pembayaran pengembalian Bea Masuk.
BAB VII
MONITORING, EVALUASI, DAN AUDIT
Bagian Pertama
Monitoring dan Evaluasi
Pasal 23
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pengembalian secara periodik. | ||||||
(2) | Berdasarkan manajemen risiko, kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk sewaktu-waktu dapat melakukan monitoring dan/ atau evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pengembalian, selain kegiatan monitoring dan/ atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||
(3) | Dalam rangka evaluasi kebijakan fasilitas KITE Pengembalian, Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pengembalian. | ||||||
(4) | Perusahaan KITE Pengembalian wajib menyerahkan dokumen dan/atau data yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). | ||||||
(5) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian tidak menyerahkan dokumen dan/atau data sebagaimana dimaksud pada ayat (4), fasilitas KITE Pengembalian dibekukan. | ||||||
(6) | Hasil monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3):
| ||||||
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan kewajiban pengembalian atas kelebihan pembayaran pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c. |
Audit Kepabeanan
Pasal 24
(1) | Dalam rangka menguji kepatuhan Perusahaan KITE Pengembalian atas ketentuan penggunaan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilakukan audit kepabeanan. |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kelebihan pembayaran pengembalian Bea Masuk, Perusahaan KITE Pengembalian wajib mengembalikan kelebihan pembayaran pengembalian Bea Masuk. |
(3) | Hasil audit kepabeanan disampaikan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
(4) | Audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai audit kepabeanan. |
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN
Bagian Pertama
Pembekuan
Pasal 25
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan pembekuan terhadap fasilitas KITE Pengembalian dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian:
| ||||||||||||||||||||||||||
(2) | Selama periode pembekuan, Perusahaan KITE Pengembalian tidak dapat mengajukan permohonan pengembalian Bea Masuk. |
(1) | Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian telah mengajukan permohonan perubahan data secara lengkap, dan telah diberikan persetujuan oleh Kepala Kantor Wilayah atau KPU. | ||||||||||||||
(2) | Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf f, dapat diberlakukan kembali setelah waktu pembekuan berakhir. | ||||||||||||||
(3) | Fasilitas KITE Pengembalian yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a, dan huruf g sampai dengan huruf l, dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian:
|
Bagian Kedua
Pencabutan
Pasal 27
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan pencabutan fasilitas KITE Pengembalian dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian:
| ||||||||||||||||
(2) | Dalam rangka pencabutan fasilitas KITE Pengembalian, terhadap Perusahaan KITE Pengembalian dapat terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sederhana oleh kepala Kantor Wilayah atau KPU atau dilakukan audit kepabeanan. | ||||||||||||||||
(3) | Dalam hal fasilitas KITE Pengembalian dicabut, berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||
(4) | Dalam hal fasilitas KITE Pengembalian dicabut, badan usaha wajib melunasi seluruh pungutan negara untuk impor yang terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan. |
PERUBAHAN STATUS MENJADI PENGUSAHA KAWASAN
BERIKAT ATAU PENGUSAHA DI KAWASAN BERIKAT
Pasal 28
(1) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian akan berubah status menjadi pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat, Perusahaan KITE Pengembalian mengajukan permohonan izin Kawasan Berikat kepada Menteri Keuangan c.q. Kepala Kantor Wilayah atau KPU. | ||||
(2) | Dalam hal permohonan izin Kawasan Berikat disetujui kepala Kantor Wilayah atau KPU penerbit keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian membekukan fasilitas KITE Pengembalian yang diberikan. | ||||
(3) | Perusahaan KITE Pengembalian dapat mengajukan permohonan penetapan Barang dan Bahan asal fasilitas KITE Pengembalian menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat kepada Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. | ||||
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan sebelum kegiatan operasional Kawasan Berikat dimulai. | ||||
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik. | ||||
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. | ||||
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menindaklanjuti permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal surat permohonan diterima dengan melakukan pencacahan terhadap Barang dan Bahan asal fasilitas KITE Pengembalian. | ||||
(8) | Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat. | ||||
(9) | Hasil pencacahan dituangkan dalam berita acara pencacahan, dengan menyebutkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan asal Barang dan Bahan. | ||||
(10) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat keputusan tentang penetapan Barang dan Bahan yang menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat, berdasarkan berita acara pencacahan, paling lama:
| ||||
(11) | Atas Barang dan Bahan asal fasilitas KITE Pengembalian yang telah ditetapkan sebagai saldo awal persediaan Kawasan Berikat, diperlakukan sebagai barang asal tempat lain dalam daerah pabean, dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kawasan Berikat. | ||||
(12) | Atas Barang dan Bahan yang telah diekspor sampai dengan penetapan saldo awal persediaan Kawasan Berikat, Perusahaan KITE Pengembalian dapat mengajukan permohonan pengembalian Bea Masuk. | ||||
(13) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU mencabut keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian dalam hal permohonan pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (12) telah mendapatkan putusan. | ||||
(14) | Realisasi ekspor yang telah dilakukan oleh Perusahaan KITE Pengembalian dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan Hasil Produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean. |
IMPOR KEMBALI HASIL PRODUKSI
Pasal 29
(1) | Hasil Produksi yang telah diekspor dapat diimpor kembali karena alasan tertentu, dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. | ||||||
(2) | Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
| ||||||
(3) | Hasil Produksi yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diekspor kembali dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan pabean impor kembali dan dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 3 (tiga) bulan dengan persetujuan kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. |
Pasal 30
(1) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), Perusahaan KITE Pengembalian mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian. | ||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik. | ||||
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU. | ||||
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
| ||||
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat persetujuan impor kembali. | ||||
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan. | ||||
(7) | Dalam hal permohonan impor kembali atas Hasil Produksi yang belum diajukan permohonan pengembalian Bea Masuk disetujui, waktu permohonan pengembalian Bea Masuk diperpanjang paling lama sampai dengan berakhirnya batas waktu ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) ditambah 60 (enam puluh) hari. |
(1) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian telah mendapatkan pengembalian Bea Masuk, terhadap Hasil Produksi yang akan dilakukan impor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||
(2) | Dalam hal permohonan pengembalian Bea Masuk belum diajukan, terhadap Hasil Produksi yang akan dilakukan impor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) atas Hasil Produksi yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor. |
(2) | Perusahaan wajib mengisi kolom jenis ekspor pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor dengan jenis reekspor. |
(1) | Perusahaan KITE Pengembalian wajib menyampaikan laporan realisasi atas ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian, paling lama 30 (liga puluh) hari sejak batas waktu ekspor kembali berakhir dan disertai dokumen pendukung. | ||||
(2) | Atas laporan realisasi ekspor yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala Kantor Wilayah atau KPU melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak laporan realisasi ekspor diterima secara lengkap. | ||||
(3) | Laporan realisasi ekspor disetujui dalam hal dapat dibuktikan barang yang diekspor kembali merupakan Hasil Produksi yang diimpor kembali. | ||||
(4) | Dalam hal laporan realisasi ekspor disetujui, berlaku ketentuan:
| ||||
(5) | Dalam hal laporan realisasi ekspor ditolak, berlaku ketentuan:
| ||||
(6) | Dalam hal Perusahaan KITE Pengembalian tidak melakukan ekspor kembali sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) atau tidak menyampaikan laporan realisasi ekspor sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau KPU menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan ayat (6) huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan. | ||||
(8) | Pajak dalam rangka impor berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan ayat (6) huruf a tidak dapat dikreditkan. |
(1) | Terhadap Hasil Produksi yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) yang belum diajukan permohonan pengembalian Bea Masuk, Perusahaan KITE Pengembalian dapat mengajukan permohonan pengembalian Bea Masuk dimaksud setelah ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dilaksanakan. | ||||||
(2) | Permohonan pengembalian Bea Masuk diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dengan melampirkan dokumen pendukung tambahan berupa:
|
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 35
(1) | Atas impor Barang dan Bahan berupa barang kena cukai, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cukai. |
(2) | Atas ekspor Hasil Produksi yang dikenakan Bea Keluar, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan Bea Keluar. |
Sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pasal 37
Perusahaan KITE Pengembalian, dapat memanfaatkan fasilitas Kawasan Berikat, sepanjang lokasi pabrik yang ditetapkan sebagai Kawasan Berikat berbeda dengan lokasi pabrik yang memperoleh fasilitas KITE Pengembalian.
Pasal 38
(1) | Kegiatan pelayanan fasilitas KITE Pengembalian dilakukan menggunakan Sistem Komputer Pelayanan. |
(2) | Dalam hal Sistem Komputer Pelayanan mengalami gangguan atau tidak berfungsi, pelayanan fasilitas KITE Pengembalian dilakukan sccara manual. |
(1) | Pelayanan pemberian fasilitas KITE Pengem balian dilakukan oleh Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha Perusahaan KITE Pengembalian. | ||||
(2) | Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menentukan Kantor Wilayah atau KPU lain untuk melakukan pelayanan pemberian fasilitas KITE Pengembalian. | ||||
(3) | Pengawasan terhadap Perusahaan KITE Pengembalian dilakukan oleh:
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. | penerapan manajemen risiko dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif, dan penerapan manajemen risiko dalam rangka pemeriksaan lapangan; |
b. | tata cara pengajuan permohonan dan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian serta perubahan data pada keputusar. penerima fasilitas KITE Pengembalian; |
c. | tata cara pembekuan dan pencabutan fasilitas KITE Pengem balian; |
d. | tata cara permohonan atau pemberitahuan pembongkaran dan/atau penimbunan di lokasi selain yang tercantum dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian; |
e. | tata cara permohonan atau pemberitahuan subkontrak kepada penerima subkontrak selain yang yang tercantum dalam keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pengembalian; |
f. | tata cara permohonan subkontrak seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena keterbatasan kapasitas produksi; |
g. | tata cara permohonan perpanjangan waktu ekspor; |
h. | tata cara impor kembali untuk subkontrak di luar daerah pabean; |
i. | tata cara penyampaian permohonan pengembalian, penyusunan elemen data Konversi, dan format laporan; |
j. | tata cara penyerahan Hasil Produksi kepada Perusahaan KITE Pengembalian lain atau perusahaan yang memiliki fasilitas KITE Pembebasan, dalam rangka ekspor barang gabungan; |
k. | tata cara penagihan dan pembayaran atas kelebihan pembayaran pengembalian Bea Masuk; |
l. | tata cara monitoring dan evaluasi terhadap pemberian fasilitas KITE Pengembalian; |
m. | tata cara penentuan Kantor Wilayah atau KPU tempat pelayanan pemberian fasilitas KITE Pengembalian; dan |
n. | tata cara pelayanan terkait pemberian fasilitas KITE Pengembalian secara manual, |
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
a. | terhadap Perusahaan KITE Pengembalian yang telah memiliki NIPER Pengembalian berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, tetap diberikan fasilitas KITE Pengembalian berdasarkan Peraturan Menteri ini; |
b. | terhadap Perusahaan KITE Pengembalian yang telah memiliki NIPER Pengembalian berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, harus memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara daring, paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku; |
c. | terhadap impor yang dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Jmpor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor dan belum dimintakan pengembalian Bea Masuk, permohonan diajukan berdasarkan Peraturan Menteri ini; |
d. | terhadap ekspor Hasil Produksi yang berasal dari Barang dan Bahan yang diimpor berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, dan dari Barang dan Bahan yang diimpor berdasarkan Peraturan Menteri ini, permohonan pengembalian Bea Masuk diajukan berdasarkan Peraturan Menteri ini; |
e. | terhadap permohonan pengembalian Bea Masuk yang masih dalam proses pemeriksaan pada saat Peraturan Menteri ini diberlakukan, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor; dan |
f. | pemasukan Barang dan Bahan dari Pusat Logistik Berikat, Gudang Berikat, Kawasan Berikat, dan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat, Kawasan Bebas, kawasan ekonomi khusus, dan kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dapat dilaksanakan setelah Sistem Komputer Pelayanan terkait kegiatan tersebut di atas dan Sistem Komputer Pelayanan terkait KITE Pengembalian telah diterapkan. |
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 42
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk dan/atau Cukai atas Impor Kembali Barang yang telah Diekspor dinyatakan tidak berlaku terhadap barang yang pada saat impor awalnya telah memperoleh fasilitas KITE Pengembalian; dan |
b. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.04/2011 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Desember 2018 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Desember 2018
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 1670