Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 61/PMK.04/2018
TENTANG
PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 51/PMK.04/2008 TENTANG TATA CARA PENETAPAN TARIF,
NILAI PABEAN, DAN SANKSI ADMINISTRASI, SERTA PENETAPAN
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI ATAU PEJABAT BEA DAN CUKAI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. | bahwa ketentuan mengenai tata cara penetapan tarif, nilai pabean, dan sanksi administrasi, serta penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat bea dan cukai telah diatur dalam PeraturanMenteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai; |
b. | bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum atas hasil penelitian dan penetapan tarif dan nilai pabean oleh pejabat bea dan cukai serta hasil pelaksanaan penelitian ulang terhadap tarif dan nilai pabean oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat bea dan cukai yang ditunjuk, dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis, perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai tata cara penetapan tarif, nilai pabean, dan sanksi administrasi, serta penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat bea dan cukai sebagaimana dimaksud dalam huruf a; |
c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (6) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai; |
Mengingat :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 463);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 51/PMK.04/2008 TENTANG TATA CARA PENETAPAN TARIF, NILAI PABEAN, DAN SANKSI ADMINISTRASI, SERTA PENETAPAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI ATAU PEJABAT BEA DAN CUKAI.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan:
a. | Nomor 147/PMK.04/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 286); dan |
b. | Nomor 122/PMK.04/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 463), |
diubah sebagai berikut:
1. | Ketentuan Pasal 2 diubah, dan ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (5), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: |
(1) | Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan Tarif atas barang impor yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean impor. | |
(1a) | Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam bentuk tertulis hanya dalam hal Tarif yang diberitahukan berbeda dengan hasil penelitian dan mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor. | |
(2) | Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean impor. | |
(3) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pejabat Bea dan Cukai tidak menerbitkan penetapan secara tertulis, Tarif yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean impor diterima dan dianggap telah dilakukan penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai. | |
(4) | Dalam hal penetapan Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, Importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, tanpa dikenakan Sanksi Administrasi Berupa Denda. | |
(5) | Dalam hal penetapan Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kelebihan pembayaran bea masuk, pengembalian bea masuk dibayar sebesar kelebihannya. |
2. | Ketentuan Pasal 3 diubah, dan ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (5), sehingga Pasal 3 berbunyisebagai berikut: |
(1) | Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan Nilai Pabean atas barang impor yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean impor. | |
(1a) | Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam bentuk tertulis hanya dalam hal Nilai Pabean yang diberitahukan berbeda dengan hasil penelitian. | |
(2) | Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean impor. | |
(3) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pejabat Bea dan Cukai tidak menerbitkan penetapan secara tertulis, Nilai Pabean yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean impor diterima dan dianggap telah dilakukan penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai. | |
(4) | Dalam hal penetapan Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, Importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, serta dikenakan Sanksi Administrasi Berupa Denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar. | |
(5) | Dalam hal penetapan Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kelebihan pembayaran bea masuk, pengembalian bea masuk dibayar sebesar kelebihannya. |
3. | Ketentuan Pasal 4 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: |
Pasal 4
(1) | Untuk kepentingan penetapan Tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan/atau penetapan Nilai Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik atas barang impor setelah Pemberitahuan Pabean impor disampaikan. | |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya perbedaan jenis dan/atau jumlah barang dengan jenis dan/atau jumlah barang yang tercantum dalam Pemberitahuan Pabean impor, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik. | |
(3) | Dalam hal penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean sebagai akibat perbedaan jenis dan/atau jumlah barang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, Importir wajib melunasi kekurangan pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor, serta dikenakan Sanksi Administrasi Berupa Denda paling sedikit 100% (seratus persen) dari bea masuk yang kurang dibayar dan paling banyak 1.000% (seribu persen) dari bea masuk yang kurang dibayar. |
4. | Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: |
(1) | Penetapan Tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, penetapan Nilai Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dan penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, yang mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor dituangkan dalam Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP). | |||||||
(2) | Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berfungsi sebagai: | |||||||
|
5. | Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (2a), dan ayat (4) Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut: |
Pasal 6
(1) | Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan Tarif dan/atau Nilai Pabean selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4. | |||||||
(2) | Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8A ayat (2), Pasal 10A ayat (3), Pasal 43 ayat (3), Pasal 45 ayat (4), dan Pasal 86A Undang-Undang Kepabeanan. | |||||||
(2a) | Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan untuk pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (5) Undang-Undang Kepabeanan, dilaksanakan dalam hal penetapan dilakukan lebih dari 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean impor. | |||||||
(3) | Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Surat Penetapan Pabean (SPP). | |||||||
(4) | Surat Penetapan Pabean (SPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berfungsi sebagai: | |||||||
|
6. | Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: |
Pasal 8
(1) | Pejabat Bea dan Cukai menetapkan pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda atas pelanggaran yang hanya mengakibatkan kewajiban membayar sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan Pasal 7A ayat (7), Pasal 7A ayat (8), Pasal 8A ayat (3), Pasal 8C ayat (3), Pasal 8C ayat (4), Pasal 9A ayat (3), Pasal 10A ayat (4), Pasal 10A ayat (8), Pasal 10B ayat (6), Pasal 10D ayat (5), Pasal 10D ayat (6), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), Pasal 81 ayat (3), Pasal 82 ayat (3) huruf b, Pasal 86 ayat (2), Pasal 89 ayat (4), Pasal 90 ayat (4), dan Pasal 91 ayat (4) Undang-Undang Kepabeanan. | |||||||
(2) | Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA). | |||||||
(3) | Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berfungsi sebagai: | |||||||
|
7. | Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: |
Pasal 10
(1) | Direktur Jenderal dapat melakukan penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean impor. | |||||||
(1a) | Penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan. | |||||||
(2) | Penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam hal hasil dari Penelitian Ulang atau pelaksanaan Audit Kepabeanan ditemukan adanya kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor yang disebabkan oleh kesalahan Tarif dan/atau Nilai Pabean. | |||||||
(3) | Dalam hal penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor sebagai akibat dari kesalahan nilai transaksi yang diberitahukan, berlaku ketentuan sebagai berikut: | |||||||
| ||||||||
(4) | Penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor, dituangkan dalam Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP). | |||||||
(4a) | Jangka waktu 2 (dua) tahun untuk melakukan penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung sejak tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean impor sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP). | |||||||
(5) | Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) sebagaimana dimaksud padaayat (4) berfungsi sebagai: | |||||||
| ||||||||
(6) | Direktur Jenderal dapat melimpahkan kewenangan untuk melakukan penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. |
8. | Ketentuan Pasal 10B ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) diubah, sehingga Pasal 10B berbunyi sebagai berikut: |
Pasal 10B
(1) | Hasil dari Penelitian Ulang dapat berupa: | |||||
| ||||||
(2) | Hasil dari Penelitian Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Nota Hasil Penelitian Ulang. | |||||
(3) | Terhadap hasil Penelitian Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk membuat Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4). | |||||
(4) | Terhadap hasil Penelitian Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atas penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk tidak menerbitkan penetapan kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean secara tertulis. | |||||
(5) | Dalam hal Penelitian Ulang dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) Pemberitahuan Pabean impor dengan hasil Penelitian Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) dapat diterbitkan untuk setiap Pemberitahuan Pabean impor secara parsial. |
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Juni 2018 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 Juni 2018
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 776