Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto
(1) | Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi:
|
(2) | Badan amil zakat atau lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah badan atau lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang yang mengatur tentang pengelolaan zakat dan perubahannya. |
(3) | Zakat atau sumbangan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa uang atau yang disetarakan dengan uang. |
(4) | Yang disetarakan dengan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah zakat atau sumbangan keagamaan yang diberikan dalam bentuk selain uang yang dinilai dengan harga pasar pada saat dibayarkan. |
(1) | Zakat atau sumbangan keagamaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yang bersangkutan. | ||||||||||||
(2) | Dalam hal zakat atau sumbangan keagamaan yang dibayarkan oleh:
|
(1) | Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaporkan dalam:
|
(2) | Apabila dalam tahun pajak dilaporkannya penghasilan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, zakat atau sumbangan keagamaan tersebut belum dibayar, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Zakat atau sumbangan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto oleh pemberi zakat atau sumbangan keagamaan harus didukung oleh bukti-bukti yang sah. |
(2) | Apabila pengeluaran untuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2010 MENTERI KEUANGAN, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO |