Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan Penerimaan Negara dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi dan Penghitungan Pajak Penghasilan untuk Keperluan Pembayaran Pajak Penghasilan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi Berupa Volume Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi
(1) | Penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi merupakan penerimaan yang berasal dari hasil Kontrak Kerja Sama dari Wilayah Kerja pertambangan minyak bumi dan/atau gas bumi, yang terdiri dari:
|
(2) | Minyak bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi. |
(3) | Gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas bumi. |
(1) | Bagian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a meliputi Lifting yang merupakan hak negara yang berasal dari total Lifting minyak bumi dan/atau gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. |
(2) | Total Lifting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jumlah keseluruhan minyak bumi dan/atau gas bumi yang terdiri dari jumlah Lifting dari suatu Wilayah Kerja yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor. |
(3) | Lifting yang merupakan hak negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi sejumlah minyak bumi dan/atau gas bumi bagian Badan Pelaksana sebagaimana diatur dalam Kontrak Kerja Sama. |
(1) | Atas Lifting minyak bumi dan/atau gas bumi dari suatu Wilayah Kerja harus dilakukan penjualan dan/atau pengiriman sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan/atau Kontrak Kerja Sama. |
(2) | Penjualan dan/atau pengiriman minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
(3) | Lifting yang merupakan hak negara dan/atau Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Lifting yang bersifat sementara. |
(4) | Kontraktor dan Badan Pelaksana melakukan perhitungan final Lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor dari masing-masing Wilayah Kerja pada akhir tahun. |
(5) | Hasil perhitungan final Lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa jumlah Overlifting atau Underlifting. |
(1) | Dalam hal Pemerintah membutuhkan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf c dapat berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari bagian Kontraktor. |
(2) | Penentuan kebutuhan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang digunakan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi dan Menteri Keuangan. |
(1) | Besarnya Pajak Penghasilan dalam bentuk volume minyak bumi dari bagian Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang harus diserahkan kepada Pemerintah dihitung dengan menggunakan ICP pada bulan saat Pajak Penghasilan tersebut terutang. |
(2) | Besarnya Pajak Penghasilan dalam bentuk volume gas bumi dari bagian Kontraktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang harus diserahkan kepada Pemerintah dihitung dengan menggunakan harga rata-rata tertimbang penjualan Kontraktor pada bulan saat Pajak Penghasilan tersebut terutang. |
(3) | Harga minyak bumi dan gas bumi yang digunakan untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. |
(1) | Hasil penjualan dan/atau pengiriman Lifting yang merupakan hak negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan huruf c, disetorkan sebagai bagian negara dalam jumlah penuh (full amount) sesuai Kontrak Kerja Sama dan/atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tanpa pengurangan biaya-biaya administrasi. |
(2) | Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibukukan oleh Badan Pelaksana ke dalam laporan yang dibuat per Wilayah Kerja untuk setiap bulan berdasarkan nilai tagihan atau dokumen yang terkait dengan penjualan dan/atau pengiriman Lifting yang merupakan hak negara. |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan ke Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya. |
(4) | Dalam hal hasil perhitungan final Lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor pada akhir tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) berupa Overlifting Kontraktor, Badan Pelaksana menagih Overlifting tersebut kepada Kontraktor. |
(5) | Dalam hal hasil perhitungan final Lifting yang merupakan hak negara dan hak Kontraktor pada akhir tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) berupa Underlifting Kontraktor, Badan Pelaksana menagih Underlifting tersebut kepada Pemerintah. |
(6) | Ketentuan mengenai tata cara penyetoran dan/atau pembayaran atas Overlifting Kontraktor dan Underlifting Kontraktor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur secara tersendiri dalam Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dalam bentuk tunai atau dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi setelah dihitung nilainya, dilakukan melalui rekening minyak dan gas bumi. |
(2) | Rekening minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rekening Departemen Keuangan k/Hasil Minyak Perjanjian Karya Production Sharing Nomor 600.000411980 pada Bank Indonesia dalam bentuk valuta USD untuk menampung seluruh penerimaan dan membayar pengeluaran terkait kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi di Bank Indonesia. |
(3) | Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf c, dalam bentuk tunai atau dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi, wajib dilakukan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. |
(4) | Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dan huruf d, wajib dilakukan paling lambat pada akhir bulan ke empat setelah akhir tahun pajak. |
(5) | Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) bertepatan dengan hari libur, jatuh tempo pembayaran Pajak Penghasilan jatuh pada hari kerja berikutnya. |
(6) | Dalam hal pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kontraktor dan Pemerintah yang diwakili oleh Badan Pelaksana melakukan serah terima volume minyak bumi dan/atau gas bumi yang dituangkan dalam berita acara serah terima yang ditandatangani oleh Kontraktor dan Pemerintah yang diwakili oleh Badan Pelaksana; |
(7) | Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit memuat informasi mengenai volume dan harga minyak bumi dan/atau gas bumi, dan nilai Pajak Penghasilan. |
(8) | Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan pada akhir tahun pajak, atas kelebihan pembayaran tersebut diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Kontraktor wajib membuat dan mengisi Surat Setoran Pajak per jenis Pajak Penghasilan atas pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaks ud dalam Pasal 9 ayat (1), sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Untuk pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan dalam bentuk volume minyak bumi dan/atau gas bumi, pembuatan dan pengisian Surat Setoran Pajak didasarkan pada berita acara serah terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6). |
(3) | Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebagai bukti pembayaran yang sah dalam hal telah divalidasi oleh pejabat Direktorat Jenderal Anggaran yang ditunjuk. |
(4) | Dalam validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dicantumkan tanggal diterimanya pembayaran tunai atau tanggal serah terima volume minyak bumi dan/atau gas bumi yang merupakan tanggal pembayaran Pajak Penghasilan. |
(1) | Kontraktor yang bertindak sebagai Operator maupun Partner dalam suatu Wilayah Kerja, dalam melaksanakan Kontrak Kerja Sama, wajib menyusun laporan penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi di Wilayah Kerja yang bersangkutan. |
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
|
(3) | Laporan sebagaimana pada ayat (1) memuat informasi mengenai bagian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. |
(4) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Partner berdasarkan data kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi dari Operator. |
(5) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan contoh format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Laporan secara bulanan dan secara tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 wajib disampaikan oleh Operator dan Partner kepada:
|
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
(1) | Penyampaian laporan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 11 dilakukan dalam batas waktu:
|
(2) | Dalam hal tanggal untuk batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (a) bertepatan dengan hari libur, laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya. |
(3) | Laporan secara bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak berfungsi sebagai Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan. |
(4) | Laporan secara tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Operator dan Partner terdaftar sebagai Wajib Pajak merupakan lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan. |
(1) | Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan surat permintaan pemindahbukuan penerimaan negara berupa Pajak Penghasilan dari rekening minyak dan gas bumi ke rekening kas umum negara kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagai pendapatan Pajak Penghasilan minyak bumi dan/atau pendapatan Pajak Penghasilan gas alam, paling lambat pada akhir bulan yang bersangkutan. |
(2) | Penerbitan surat permintaan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada Surat Setoran Pajak yang dibuat dan diisi sesuai format sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan telah divalidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3). |
(3) | Berdasarkan surat permintaan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Perbendaharaan menerbitkan surat perintah pemindahbukuan dari rekening minyak dan gas bumi ke rekening kas umum negara kepada Bank Indonesia, sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perbendaharaan. |
(1) | Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan laporan mengenai pembayaran Pajak Penghasilan minyak bumi dan/atau gas bumi yang telah dibayar oleh Kontraktor kepada Direktur Jenderal Pajak, paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal pemindahbukuan setiap bulan dengan tembusan kepada Badan Pelaksana. |
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan pemindahbukuan pembayaran Pajak Penghasilan minyak bumi dan/atau gas bumi dari rekening minyak dan gas bumi ke rekening kas umum negara, berita acara serah terima volume minyak bumi dan/atau gas bumi, Surat Setoran Pajak, dan laporan penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1). |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi mengenai pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan, jumlah Pajak Penghasilan yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak, tanggal valuta diterima di Bank Indonesia, dan jumlah Pajak Penghasilan yang dipindahbukukan. |
(1) | Dalam hal Kontraktor tidak memenuhi ketentuan mengenai pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10, Kontraktor dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Dalam hal Kontraktor tidak memenuhi ketentuan mengenai penyampaian laporan penerimaan negara dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 2012 MENTERI KEUANGAN, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO |