Tata Cara Pemberian Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing Dan Badan Internasional Serta Pejabatnya
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 59 TAHUN 2024
TENTANG
TATA CARA PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING DAN BADAN INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PEMBEBASAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH KEPADA PERWAKILAN NEGARA ASING DAN BADAN INTERNASIONAL SERTA PEJABATNYA.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
(1) | Atas impor Barang Kena Pajak oleh:
| ||||
(2) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh pengusaha kena pajak kepada:
| ||||
(3) | Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diberikan oleh Menteri:
| ||||
(4) | Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dibebaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) telah dipungut, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tersebut dapat diajukan permohonan Pengembalian. | ||||
(5) | Menteri berwenang menerbitkan:
| ||||
(6) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor Barang Kena Pajak atau penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang sebelumnya telah diberikan Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) wajib dibayar kembali dalam hal:
|
(1) | Menteri melimpahkan kewenangan menerbitkan:
| ||||
(2) | Penerbitan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh kepala KPP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB II
SUBJEK DAN OBJEK
Bagian Kesatu
Pihak yang Dapat Diberikan Pembebasan
Pasal 4
(1) | Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan kepada:
| ||||||||||
(2) | Dalam hal Indonesia tidak memiliki kantor perwakilan di negara tertentu, Pembebasan kepada Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing di Indonesia dapat diberikan berdasarkan asas timbal balik selayaknya Indonesia telah memiliki kantor perwakilan di negara tersebut. | ||||||||||
(3) | Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan:
| ||||||||||
(4) | Dikecualikan dari pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dalam hal Perjanjian tidak mensyaratkan adanya pengesahan dalam pemberlakuan Perjanjian tersebut. | ||||||||||
(5) | Pembebasan bagi Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional di Indonesia diberikan berdasarkan kelaziman internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam hal:
| ||||||||||
(6) | Badan Internasional yang memperoleh Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara. | ||||||||||
(7) | Pejabat Perwakilan Negara Asing dan Pejabat Badan Internasional yang dapat diberikan Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
|
Bagian Kedua
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang Dapat Diberikan Pembebasan
Pasal 5
(1) | Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diberikan Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak digunakan untuk mendapatkan penghasilan di Indonesia dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. | ||||
(2) | Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
| ||||
(3) | Dikecualikan dari Barang Kena Pajak yang diberikan Pembebasan selain kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, berupa tanah dan/atau bangunan yang diperoleh Pejabat Perwakilan Negara Asing dan Pejabat Badan Internasional. | ||||
(4) | Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Jasa Kena Pajak yang diterima dan dimanfaatkan oleh Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya. |
(1) | Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berupa kendaraan bermotor roda empat. | ||||||
(2) | Dalam hal Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya membutuhkan kendaraan bermotor bukan roda empat, kendaraan bermotor bukan roda empat dapat diberikan Pembebasan setelah mendapat pertimbangan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara. | ||||||
(3) | Pembebasan atas kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) hanya dapat diberikan atas:
|
(1) | Batasan jumlah kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan jadi (completely built up) untuk Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing yang dapat diberikan Pembebasan yaitu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Perwakilan Negara Asing beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia. | ||||
(2) | Batasan jumlah kendaraan bermotor yang:
| ||||
(3) | Penerapan batasan jumlah kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri. | ||||
(4) | Dikecualikan dari batasan jumlah kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal kendaraan bermotor diperoleh Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing berdasarkan asas timbal balik. |
(1) | Batasan jumlah kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan jadi (completely built up) untuk Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional yang dapat diberikan Pembebasan yaitu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk atas impor barang untuk keperluan Badan Internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia. | ||||||||
(2) | Batasan jumlah kendaraan bermotor yang diperoleh dari produksi atau rakitan di dalam negeri dan kendaraan bermotor yang diperoleh di dalam negeri dalam keadaan jadi (completely built up) untuk Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional yang dapat diberikan Pembebasan yaitu:
| ||||||||
(3) | Penerapan batasan jumlah kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara. |
BAB III
PERSYARATAN PEMBEBASAN
Pasal 9
(1) | Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya untuk dapat diberikan Pembebasan dengan menggunakan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dan Pembebasan dengan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) harus memiliki nomor identitas perpajakan. |
(2) | Nomor identitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas dalam administrasi perpajakan. |
(3) | Tata cara pemberian nomor identitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan administrasi nomor pokok wajib pajak. |
(1) | Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dan ayat (4) bagi Perwakilan Negara Asing serta Pejabat Perwakilan Negara Asing diberikan untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak paling sedikit sebesar:
| ||||
(2) | Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dan ayat (4) kepada Badan Internasional serta Pejabat Badan Internasional diberikan dengan mempertimbangkan batas minimum pembelian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara atau pejabat yang ditunjuk. |
BAB IV
TATA CARA PEMBEBASAN DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KETERANGAN BEBAS
Bagian Kesatu
Penerbitan Surat Keterangan Bebas
Pasal 11
(1) | Untuk mendapatkan Surat Keterangan Bebas:
| ||||||||||
(2) | Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan surat rekomendasi dari:
| ||||||||||
(3) | Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan berdasarkan:
| ||||||||||
(4) | Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal berupa:
| ||||||||||
(5) | Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c angka 1 ditandatangani oleh:
| ||||||||||
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
| ||||||||||
(7) | Permohonan beserta surat rekomendasi dan bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan:
| ||||||||||
(8) | Dalam hal saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum tersedia atau tidak dapat diakses, permohonan Pembebasan disampaikan ke KPP:
| ||||||||||
(9) | Tata cara penyampaian permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. | ||||||||||
(10) | Ketentuan mengenai contoh format:
|
(1) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) kepala KPP melakukan penelitian atas kelengkapan dokumen permohonan. | ||||||
(2) | Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala KPP menerbitkan bukti penerimaan terhadap permohonan yang dinyatakan lengkap. | ||||||
(3) | Dalam hal permohonan disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, tanda bukti pengiriman dianggap sebagai bukti penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang permohonan dinyatakan lengkap. | ||||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, kepala KPP tidak memproses permohonan. | ||||||
(5) | Terhadap permohonan yang telah diberikan bukti penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala KPP menerbitkan Surat Keterangan Bebas:
| ||||||
(6) | Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh kepala KPP kepada:
| ||||||
(7) | Terhadap permohonan yang tidak diproses sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepala KPP menyampaikan pemberitahuan:
| ||||||
(8) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (7) huruf c telah terlampaui dan kepala KPP tidak:
| ||||||
(9) | Kepala KPP menerbitkan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (7) huruf c berakhir. | ||||||
(10) | Ketentuan mengenai contoh format:
|
(1) | Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional harus memiliki Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b sebelum:
| ||||||
(2) | Terhadap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diberikan Pembebasan dengan Surat Keterangan Bebas, pengusaha kena pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak harus membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||
(3) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat informasi:
| ||||||
(4) | Dalam hal Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional telah memiliki Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah telah dipungut oleh pengusaha kena pajak, pengusaha kena pajak harus membetulkan Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) serta mengembalikan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut kepada Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional. | ||||||
(5) | Pembebasan dengan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b tidak dapat diberikan untuk perolehan berdasarkan transaksi yang dilakukan melalui perdagangan melalui sistem elektronik. |
Bagian Kedua
Penggantian dan Pembatalan Surat Keterangan Bebas
Pasal 14
(1) | Dalam hal terdapat:
| ||||
(2) | Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan:
| ||||
(3) | Permohonan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disertai alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Ketentuan mengenai permohonan penerbitan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 selain ayat (10) berlaku secara mutatis mutandis terhadap penerbitan Surat Keterangan Bebas pengganti berdasarkan permohonan. | ||||||||||||
(2) | Terhadap permohonan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan secara lengkap diberikan bukti penerimaan. | ||||||||||||
(3) | Dalam hal permohonan disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, tanda bukti pengiriman dianggap sebagai bukti penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sepanjang permohonan dinyatakan lengkap. | ||||||||||||
(4) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala KPP melakukan penelitian dalam jangka waktu paling lama paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal bukti penerimaan dan menerbitkan:
| ||||||||||||
(5) | Surat Keterangan Bebas pengganti dan surat penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas pengganti disampaikan oleh kepala KPP kepada:
| ||||||||||||
(6) | Masa berlaku Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sama dengan masa berlaku Surat Keterangan Bebas yang dilakukan penggantian. | ||||||||||||
(7) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terlampaui dan kepala KPP tidak menerbitkan:
| ||||||||||||
(8) | Kepala KPP menerbitkan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berakhir. | ||||||||||||
(9) | Ketentuan mengenai contoh format:
| ||||||||||||
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Kepala KPP dapat menerbitkan Surat Keterangan Bebas pengganti secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b dengan didahului penelitian berdasarkan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). | ||||
(2) | Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh kepala KPP kepada:
|
(1) | Dalam hal setelah Surat Keterangan Bebas atau Surat Keterangan Bebas pengganti diterbitkan ditemukan data dan/atau keterangan yang menunjukkan:
| ||||||
(2) | Pembatalan Surat Keterangan Bebas atau Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan penelitian. | ||||||
(3) | Surat pembatalan Surat Keterangan Bebas atau surat pembatalan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh kepala KPP kepada:
| ||||||
(4) | Ketentuan mengenai contoh format surat pembatalan Surat Keterangan Bebas dan surat pembatalan Surat Keterangan Bebas pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB V
TATA CARA PEMBEBASAN DENGAN PENGEMBALIAN
Pasal 18
(1) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) namun telah dipungut, dapat diajukan permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) oleh Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional. | ||||
(2) | Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. | ||||
(3) | Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional dapat mengajukan permohonan Pengembalian paling lama 1 (satu) tahun sejak:
| ||||
(4) | Faktur Pajak atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah diberikan Pengembalian tidak dapat dilakukan pembetulan atau penggantian Faktur Pajak dan pembatalan Faktur Pajak. |
(1) | Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional mengajukan Pembebasan dengan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan menyampaikan permohonan Pengembalian kepada kepala KPP dengan disertai surat rekomendasi dan dilampiri bukti pendukung. | ||||||||||
(2) | Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan surat rekomendasi dari:
| ||||||||||
(3) | Surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan berdasarkan:
| ||||||||||
(4) | Permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan nomor rekening dan nama bank tujuan Pengembalian atas nama:
| ||||||||||
(5) | Rekening bank tujuan Pengembalian untuk Kerja Sama Teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dapat menggunakan rekening Perwakilan Negara Asing dengan syarat surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencantumkan rekening Perwakilan Negara Asing yang ditunjuk. | ||||||||||
(6) | Rekening bank tujuan Pengembalian untuk Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dapat berupa rekening bank luar negeri. | ||||||||||
(7) | Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal berupa:
| ||||||||||
(8) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a merupakan Faktur Pajak yang diisi secara benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||||||
(9) | Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a harus mencantumkan identitas pihak yang berhak memperoleh Pembebasan berupa:
| ||||||||||
(10) | Bukti dan/atau dokumen pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c dapat berupa kuitansi, cek, tagihan kartu kredit, bukti transfer, atau bukti pembayaran elektronik lainnya yang menunjukkan pembayaran atas nama:
| ||||||||||
(11) | Selain bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dalam hal perolehan kendaraan bermotor, harus dilengkapi dengan:
| ||||||||||
(12) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh:
| ||||||||||
(13) | Penyampaian permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan:
| ||||||||||
(14) | Dalam hal permohonan Pengembalian disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (13), surat rekomendasi dan bukti pendukung harus disampaikan dalam bentuk salinan digital. | ||||||||||
(15) | Dalam hal saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (13) belum tersedia atau tidak dapat diakses, permohonan Pengembalian disampaikan ke KPP:
| ||||||||||
(16) | Tata cara penyampaian permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (13) sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. | ||||||||||
(17) | Surat pernyataan rincian kepemilikan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) yang disampaikan secara lengkap diberikan bukti penerimaan. | ||||||||||
(2) | Berdasarkan permohonan Pengembalian yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala KPP melakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. | ||||||||||
(3) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas pemenuhan:
| ||||||||||
(4) | Dalam hal perlu dilakukan konfirmasi atas Faktur Pajak berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang belum terdapat dalam sistem Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelesaian permohonan Pengembalian dapat dilakukan tanpa menunggu jawaban konfirmasi Faktur Pajak diterima seluruhnya. | ||||||||||
(5) | Dalam hal jawaban konfirmasi atas Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum diterima seluruhnya, atas nilai yang dilakukan konfirmasi diberikan Pengembalian paling banyak sebesar nilai dalam jawaban konfirmasi Faktur Pajak yang telah diterima. | ||||||||||
(6) | Dalam hal jawaban konfirmasi atas Faktur Pajak belum diterima:
|
(1) | Berdasarkan permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, kepala KPP menerbitkan:
| ||||
(2) | Tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas SKPLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. | ||||
(3) | Dalam hal permohonan Pengembalian yang disampaikan oleh Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Badan Internasional mencantumkan rekening bank luar negeri sebagai rekening tujuan Pengembalian, surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak harus dilengkapi dengan rekening bank luar negeri. | ||||
(4) | Biaya yang timbul terkait transfer uang Pengembalian, dibebankan kepada Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional dengan mengurangi jumlah Pengembalian. | ||||
(5) | Dalam hal permohonan Pengembalian tidak dapat diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian. | ||||
(6) | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 20 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengajuan kembali permohonan Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(1) | Apabila kepala KPP tidak menerbitkan surat dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), permohonan Pengembalian dianggap dikabulkan. |
(2) | Atas permohonan Pengembalian yang dianggap dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala KPP menerbitkan SKPLB paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) berakhir. |
(1) | Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor kepada Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional, dapat mengajukan permohonan pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atau dipungut sebelumnya, sepanjang Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional yang menerima penyerahan kendaraan bermotor tersebut telah memiliki Surat Keterangan Bebas sebelum penyerahan. | ||||||||||
(2) | Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. | ||||||||||
(3) | Permohonan pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah disampaikan paling lama 1 (satu) tahun setelah tanggal Faktur Pajak atas penyerahan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||||
(4) | Permohonan pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat pengusaha kena pajak terdaftar dan dilengkapi dengan bukti pendukung. | ||||||||||
(5) | Bukti pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu:
|
(1) | Berdasarkan permohonan pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), kepala kantor pelayanan pajak tempat pengusaha kena pajak terdaftar melakukan penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. | ||||
(2) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala kantor pelayanan pajak tempat pengusaha kena pajak terdaftar menerbitkan:
| ||||
(3) | Dalam hal permohonan pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditolak, pengusaha kena pajak yang menyerahkan kendaraan bermotor dapat mengajukan permohonan kembali sepanjang permohonan tersebut disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3). |
BAB VI
PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH YANG SEBELUMNYA MEMANFAATKAN PEMBEBASAN
Pasal 25
(1) | Dalam hal terdapat Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang yang seharusnya tidak diberikan Pembebasan saat diterbitkannya:
| ||||
(2) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayar sebelum permohonan Pembebasan berikutnya, yang diajukan setelah penerbitan Surat Keterangan Bebas pengganti, surat pembatalan Surat Keterangan Bebas, atau surat pembatalan Surat Keterangan Bebas pengganti. | ||||
(3) | Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dilunasi, kepala KPP:
|
(1) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dibayar kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) terutang pada saat Barang Kena Pajak dipindahtangankan dan/atau Jasa Kena Pajak dialihmanfaatkan. | ||||
(2) | Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional wajib melakukan pembayaran kembali Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak saat dipindahtangankan dan/atau dialihmanfaatkan. | ||||
(3) | Dikecualikan dari kewajiban pembayaran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal pemindahtanganan Barang Kena Pajak dan/atau pengalihmanfaatan Jasa Kena Pajak dilakukan kepada:
| ||||
(4) | Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional yang melakukan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyampaikan berita acara pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan kepada kepala KPP paling lama 1 (satu) bulan sejak saat Barang Kena Pajak dipindahtangankan atau Jasa Kena Pajak dialihmanfaatkan. | ||||
(5) | Berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Apabila dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun:
| ||||||||
(2) | Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Barang Kena Pajak:
| ||||||||
(3) | Laporan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat keterangan bahwa Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dipindahtangankan atau dialihmanfaatkan kepada:
| ||||||||
(4) | Laporan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri:
| ||||||||
(5) | Laporan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 1 (satu) bulan sejak:
| ||||||||
(6) | Laporan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Penyampaian berita acara pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dan laporan pemindahtanganan dan/atau pengalihmanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dilakukan secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan:
| ||||
(2) | Berita acara dan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan berita acara dan laporan yang ditandatangani oleh:
| ||||
(3) | Dalam hal saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia atau tidak dapat diakses, berita acara dan laporan disampaikan ke KPP:
| ||||
(4) | Tata cara penyampaian berita acara dan laporan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. |
(1) | Kewajiban:
| ||||||||
(2) | Surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus:
| ||||||||
(3) | Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 1 tidak dapat dikreditkan. | ||||||||
(4) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah disetorkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat diajukan permohonan Pengembalian. |
(1) | Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dibayar kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) belum dilunasi oleh Perwakilan Negara Asing atau Pejabat Perwakilan Negara Asing atau Badan Internasional atau Pejabat Badan Internasional, pihak yang menerima Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang semula diberikan Pembebasan. | ||||||||
(2) | Pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke Kas Negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak berupa bukti penerimaan negara. | ||||||||
(3) | Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
| ||||||||
(4) | Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b angka 1 tidak dapat dikreditkan. | ||||||||
(5) | Kepala kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat domisili atau kedudukan pihak yang menerima Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak menagih Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dilakukan. |
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
(1) | Surat Keterangan Bebas yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini masih dapat dipergunakan sampai dengan tanggal 31 Desember 2024. | ||||
(2) | Terhadap permohonan Surat Keterangan Bebas dan Pengembalian yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, penyelesaian permohonan Pembebasan dilakukan berdasarkan:
| ||||
(3) | Faktur Pajak yang belum diajukan permohonan Pengembalian sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini:
| ||||
(4) | Kewajiban pembayaran kembali atas Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang diperoleh sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini namun dipindahtangankan atau dialihmanfaatkan setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, tata cara pembayaran kembali mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. |
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang Seharusnya Tidak Diberikan Pembebasan oleh Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1139); |
b. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pengembalian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang Telah Dipungut Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1140); dan |
c. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1141) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.03/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 440), |
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2024.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Agustus 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 September 2024
PLT. DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 516