Tata Cara Pembayaran Perjanjian Dalam Valuta Asing Yang Dananya Bersumber Dari Rupiah Murni
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2024
TENTANG
TATA CARA PEMBAYARAN PERJANJIAN DALAM VALUTA ASING YANG DANANYA BERSUMBER DARI RUPIAH MURNI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN PERJANJIAN DALAM VALUTA ASING YANG DANANYA BERSUMBER DARI RUPIAH MURNI.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
BAB II
KOMITMEN DALAM VALUTA ASING
Bagian Kesatu
Pembuatan Komitmen
Pasal 2
(1) | Pengajuan tagihan kepada negara dalam bentuk Valas yang dananya bersumber dari Rupiah Murni dilakukan berdasarkan Komitmen. | ||||||||||
(2) | Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar timbulnya hak tagih kepada negara atas beban DIPA. | ||||||||||
(3) | Pembuatan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||||||
(4) | Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
| ||||||||||
(5) | Penetapan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dibuat oleh:
| ||||||||||
(6) | Penetapan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dapat berupa:
| ||||||||||
(7) | Penetapan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dibuat dalam Valas dengan ketentuan:
| ||||||||||
(8) | Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dapat berupa:
|
(1) | Komitmen berupa penetapan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a hanya dapat membebani 1 (satu) tahun anggaran. |
(2) | Komitmen berupa Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dapat berupa Kontrak tahun tunggal atau Kontrak tahun jamak. |
(3) | Ketentuan atas Kontrak tahun jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kontrak tahun jamak. |
Bagian Kedua
Pendaftaran dan Pengelolaan Data Kontrak dan Data Supplier dalam Valuta Asing
Pasal 4
(1) | PPK melakukan pendaftaran Data Kontrak dan Data Supplier pada Sistem Informasi. |
(2) | Pendaftaran Data Kontrak dan Data Supplier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Kontrak ditandatangani. |
(3) | Dalam hal terdapat perubahan/adendum atas Kontrak yang telah didaftarkan, PPK menyampaikan perubahan/adendum Data Kontrak ke Sistem Informasi paling lama 5 (lima) hari kerja setelah penandatanganan perubahan/adendum Kontrak. |
(4) | Ketentuan mengenai pendaftaran dan pengelolaan Data Kontrak dan Data Supplier mengacu pada Peraturan Menteri mengenai pelaksanaan sistem perbendaharaan dan anggaran negara dan Peraturan Menteri mengenai pelaksanaan sistem SAKTI. |
BAB III
ALOKASI ANGGARAN
Pasal 5
(1) | Alokasi anggaran Rupiah Murni untuk pembayaran tagihan atas Komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dialokasikan dalam DIPA dengan nilai ekuivalen Valas. |
(2) | Anggaran yang dialokasikan dalam DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan batas tertinggi pengeluaran negara yang tidak dapat dilampaui. |
(3) | Dalam hal alokasi anggaran dalam DIPA tidak mencukupi untuk membayar tagihan atas Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA melakukan revisi DIPA sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
KPA/PPK memperhatikan alokasi anggaran dalam DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dalam mata uang rupiah sebelum membuat Komitmen dengan pihak penyedia barang/jasa atau penerima pembayaran.
BAB IV
TATA CARA PEMBAYARAN TAGIHAN DALAM VALUTA ASING
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) | Pembayaran tagihan atas belanja negara dalam bentuk Valas yang dibebankan pada DIPA dilakukan berdasarkan pengajuan tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). |
(2) | Tata cara pengajuan tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
(1) | Pembayaran tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan dengan mekanisme:
| ||||
(2) | Pembayaran tagihan atas Komitmen yang dibebankan pada DIPA sumber dana badan layanan umum mengacu pada Peraturan Menteri mengenai pedoman pengelolaan keuangan badan layanan umum. | ||||
(3) | Pembayaran tagihan atas Komitmen yang dibebankan pada DIPA Bagian Anggaran BUN, mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pencairan APBN bagian atas beban anggaran BUN pada KPPN. |
Bagian Kedua
Mekanisme Non-L/C
Paragraf 1
Umum
Pasal 9
Pembayaran tagihan dengan mekanisme non-L/C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dapat dilakukan melalui:
a. | Pembayaran LS; dan/atau |
b. | UP/TUP. |
(1) | Pembayaran tagihan atas Komitmen berdasarkan penetapan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dilakukan dengan mekanisme non-L/C. | ||||
(2) | Pembayaran tagihan atas Komitmen berupa penetapan keputusan dengan mekanisme non-L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah:
|
(1) | Pembayaran tagihan atas Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dapat dilakukan melalui mekanisme non-L/C. |
(2) | Pembayaran tagihan atas Kontrak melalui mekanisme non-L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah barang/jasa diterima. |
(3) | Dalam hal Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mensyaratkan pembayaran dilakukan terlebih dahulu, pembayaran dapat dilakukan sebelum barang/jasa diterima. |
(4) | Pembayaran yang mensyaratkan pembayaran terlebih dahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah penyedia barang dan/atau jasa menyampaikan dokumen jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan. |
Tata cara pembayaran tagihan sebelum barang/jasa diterima untuk Kontrak yang dibuat di Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) huruf a mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pembayaran atas beban APBN sebelum barang/jasa diterima.
Dokumen jaminan untuk pembayaran tagihan sebelum barang/jasa diterima atas pembayaran Kontrak yang dibuat di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) huruf b berupa:
a. | surat jaminan; atau |
b. | SPKPBJ. |
(1) | Surat jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a diterbitkan oleh:
| ||||||||||||||||||||||||
(2) | Penerbit surat jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan dari penerbit surat jaminan di Dalam Negeri. | ||||||||||||||||||||||||
(3) | Bentuk, pengelolaan jaminan, dan tata cara klaim atas jaminan yang diterbitkan oleh penerbit surat jaminan di Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pembayaran atas beban APBN sebelum barang/jasa diterima. | ||||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal suratjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diterbitkan oleh penerbit surat jaminan di Dalam Negeri, surat jaminan diterbitkan oleh penerbit di Luar Negeri. | ||||||||||||||||||||||||
(5) | Surat jaminan yang diterbitkan oleh penerbit di Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||
(6) | Tata cara klaim atas surat jaminan yang diterbitkan oleh penerbit di Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengikuti praktik bisnis internasional yang lazim. |
(1) | Dalam hal surat jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a tidak dapat diperoleh, dokumen jaminan untuk pembayaran tagihan sebelum barang/jasa diterima menggunakan dokumen jaminan SPKPBJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b. | ||||||||||||||||||||||||||||
(2) | SPKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat informasi:
| ||||||||||||||||||||||||||||
(3) | SPKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
Dalam hal dokumen jaminan untuk Kontrak di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 tidak dapat diperoleh, pembayaran dapat dilakukan sebelum barang/jasa diterima sepanjang dipersyaratkan dalam Kontrak dengan melampirkan:
a. | surat persetujuan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang memuat persetujuan bahwa pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa hanya dapat dilakukan di Luar Negeri dan pembayarannya dilakukan sebelum barang/jasa diterima; dan |
b. | dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) huruf b dan huruf c. |
Paragraf 2
Mekanisme Non-L/C melalui Pembayaran Langsung dalam bentuk Valuta Asing
Pasal 17
(1) | Pembayaran tagihan melalui mekanisme non-L/C dapat dilakukan dengan Pembayaran LS dalam bentuk Valas ke rekening penerima pembayaran dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||
(2) | PPK wajib memastikan rekening penerima pembayaran yang didaftarkan sebagai Data Supplier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat menerima Valas sesuai dengan Komitmen. | ||||||||
(3) | Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diprioritaskan melalui BO Valas yang telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. | ||||||||
(4) | Dalam hal penyaluran dana melalui BO Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilakukan, penyaluran dana dilakukan melalui Bank Indonesia atau Bank Operasional yang telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. | ||||||||
(5) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, pembayaran tagihan atas Komitmen ke penerima pembayaran dapat dilakukan melalui UP/TUP. |
(1) | Pembayaran LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) diajukan oleh Satker melalui SPM-LS dalam bentuk Valas kepada KPPN. |
(2) | KPPN menerbitkan SP2D atas SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah terpenuhinya pengujian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
(3) | Nilai ekuivalen mata uang rupiah pada SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan nilai kurs pada Sistem Informasi. |
(4) | Satker membukukan transaksi Pembayaran LS dalam bentuk Valas berdasarkan nilai kurs yang digunakan dalam penerbitan SP2D oleh KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Pengenaan biaya SWIFT atas transaksi penyaluran SP2D Pembayaran LS dalam bentuk Valas dibebankan pada DIPA BUN sepanjang tidak diatur lain dalam perjanjian. |
Paragraf 3
Mekanisme Non-L/C melalui Uang Persediaan/Tambahan Uang Persediaan
Pasal 19
(1) | Pembayaran melalui mekanisme UP/TUP untuk pembayaran tagihan atas Komitmen dapat berupa:
| ||||||
(2) | UP dalam bentuk Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diberikan kepada:
| ||||||
(3) | TUP dalam bentuk Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diberikan kepada:
| ||||||
(4) | Mekanisme pemberian UP/TUP dalam bentuk Valas pada Satker perwakilan dan atase teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3) huruf a mengacu pada Peraturan Menteri mengenai tata cara pelaksanaan APBN pada perwakilan Indonesia di Luar Negeri. | ||||||
(5) | Pembayaran UP/TUP dalam bentuk Valas yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP kepada 1 (satu) penerima pembayaran di Luar Negeri tidak dibatasi besaran nilainya. | ||||||
(6) | Dalam hal dibutuhkan, Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c yang telah memiliki UP/TUP dalam mata uang rupiah dapat diberikan TUP dalam bentuk Valas secara terpisah. | ||||||
(7) | Biaya SWIFT atas penyaluran dana SP2D UP/TUP dalam bentuk Valas dari Kas Negara ke rekening Bendahara Pengeluaran dibebankan pada DIPA BUN sepanjang tidak diatur lain dalam perjanjian. | ||||||
(8) | Biaya SWIFT yang ditimbulkan dalam rangka pembayaran tagihan atas Komitmen melalui UP/TUP dari Bendahara Pengeluaran/BPP kepada rekening tujuan/penerima hak dibebankan kepada DIPA Satker sepanjang tidak diatur lain dalam perjanjian. |
(1) | Mekanisme pembayaran tagihan atas Komitmen melalui UP/TUP dalam mata uang rupiah yang ditukarkan oleh Satker ke Valas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran dengan cara:
| ||||
(2) | Transfer bank antar-valuta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan memperhatikan kemampuan bank tempat rekening Bendahara Pengeluaran/BPP dibuka. | ||||
(3) | Penukaran Valas secara tunai sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal:
| ||||
(4) | SPBy sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen tagihan yang mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. | ||||
(5) | Nilai kurs rupiah yang digunakan untuk pembayaran tagihan atas Komitmen melalui UP/TUP dalam mata uang rupiah yang ditukarkan sendiri oleh Satker ke Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kurs transaksi yang didapatkan pada saat pembelian/penukaran/transfer Valas. | ||||
(6) | Bukti pembelian/penukaran/transfer Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilampirkan sebagai dokumen pertanggungjawaban UP/TUP kepada PPK. |
(1) | UP/TUP dalam bentuk Valas diberikan kepada Satker dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||
(2) | Dalam hal penyaluran dana menggunakan BO Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dapat dilakukan, penyaluran dana dilakukan melalui Bank Indonesia atau Bank Operasional yang telah bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. | ||||
(3) | Dalam hal tidak terdapat Bank yang sama dengan BO Valas di negara tempat kedudukan Satker/unit teknis di Luar Negeri, rekening Bendahara Pengeluaran/BPP dibuka pada Bank lainnya yang mempunyai lokasi terdekat dengan kedudukan Satker/unit teknis di Luar Negeri yang dapat menerima penyaluran Valas dari Indonesia. | ||||
(4) | UP/TUP dalam bentuk Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki nilai ekuivalen dalam mata uang rupiah dan dicatat berdasarkan kurs pada Sistem Informasi. | ||||
(5) | Dalam hal Valuta Setempat berbeda dengan Valas UP/TUP, PPK dapat memerintahkan Bendahara Pengeluaran/BPP untuk melakukan transfer bank antar-valuta atau penukaran Valas UP/TUP ke dalam Valuta Setempat. | ||||
(6) | Ketentuan mengenai transfer/penukaran mata uang rupiah ke Valas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 berlaku mutatis mutandis terhadap ketentuan transfer bank antar-valuta atau penukaran dari Valas UP/TUP ke Valuta Setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(1) | Satker di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b dapat diberikan UP dalam bentuk Valas berdasarkan persetujuan Kepala KPPN. | ||||
(2) | UP dalam bentuk Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling tinggi sebesar:
| ||||
(3) | Besaran UP dalam bentuk Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk pagu yang masih diblokir dan/atau yang akan dibayar melalui mekanisme Pembayaran LS. | ||||
(4) | Besaran UP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk anggaran dengan sumber dana PNBP diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari maksimum pencairan PNBP yang telah disetujui. | ||||
(5) | Bendahara Pengeluaran melakukan penggantian UP yang telah digunakan sepanjang pagu DIPA tersedia. | ||||
(6) | Penggantian UP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan apabila UP telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk belanja barang dan modal. | ||||
(7) | Penggantian UP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) untuk belanja pegawai diajukan setiap bulan. | ||||
(8) | Penggantian UP yang bersumber dari dana PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan memperhatikan maksimum pencairan PNBP yang telah disetujui. |
(1) | KPA pada Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dapat mengajukan TUP dalam bentuk Valas kepada Kepala KPPN dalam hal sisa UP pada Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak atau tidak dapat ditunda. |
(2) | Untuk KPA pada Satker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf c dapat mengajukan TUP dalam bentuk Valas untuk pembayaran tagihan atas Komitmen pada unit teknis di Luar Negeri. |
(3) | TUP dalam bentuk Valas pada unit teknis di Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat digunakan untuk membayar tagihan dalam mata uang rupiah untuk Satker Dalam Negeri. |
(4) | TUP dalam bentuk Valas dipertanggungjawabkan dengan memperhitungkan kecukupan pagu dalam mata uang rupiah yang akan dikonversi ke dalam Valas. |
(5) | Pertanggungjawaban TUP dalam bentuk Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan setelah tanggal SP2D TUP dan dapat dilakukan secara bertahap. |
(6) | Sisa TUP dalam bentuk Valas yang tidak habis digunakan dalam 3 (tiga) bulan harus disetor ke Kas Negara. |
(1) | Kepala KPPN menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA, dalam hal:
| ||||
(2) | Berdasarkan surat pemberitahuan sebagaimana ayat (1), KPA Satker dapat mengajukan surat izin perpanjangan UP/TUP kepada Kepala KPPN. | ||||
(3) | Dalam hal setelah 1 (satu) bulan sejak disampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, belum dilakukan pengajuan penggantian UP/PTUP/surat izin perpanjangan UP/TUP, Kepala KPPN memotong besaran maksimum UP tunai rupiah murni Satker sebesar 25% (dua puluh lima persen) untuk periode paling singkat 1 (satu) tahun anggaran. | ||||
(4) | Kepala KPPN memotong besaran maksimum UP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan cara menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPA untuk memperhitungkan potongan UP dalam SPM dan/atau menyetorkan ke Kas Negara. | ||||
(5) | Penyampaian surat pemberitahuan kepada KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal pertanggungjawaban UP/TUP dengan sumber dana PNBP tidak dapat dilakukan akibat ketidakcukupan maksimum pencairan PNBP. |
(1) | Sisa UP/TUP dalam bentuk Valas disetorkan dalam mata uang yang sama dengan pada saat pencairan awal UP/TUP. | ||||
(2) | Dalam hal sisa UP/TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih berbentuk Valuta Setempat, PPK memerintahkan Bendahara Pengeluaran/BPP menukarkan kembali Valas dimaksud ke dalam Valas sesuai dengan UP/TUP awal. | ||||
(3) | Dalam hal terdapat selisih kurs pada ekuivalensi mata uang atas penukaran kembali Valuta Setempat ke Valas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selisih kurs dimaksud dicatat dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||
(4) | Dalam hal terdapat selisih kurs pada ekuivalen mata uang rupiah atas setoran sisa UP/TUP dalam Valas antara Satker dengan pembukuan KPPN, selisih kurs dicatat dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||
(5) | Pengalokasian akun belanja karena rugi selisih kurs UP Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan dengan mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
Bagian Ketiga
Mekanisme Pembayaran dengan L/C
Paragraf 1
Umum
Pasal 26
(1) | Pembayaran tagihan kepada negara dengan mekanisme L/C sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal penyedia barang/jasa mensyaratkan pembayaran dengan L/C dalam Kontrak. |
(2) | Satker melakukan pendaftaran atas Kontrak yang mensyaratkan pembayaran dengan L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPPN paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Kontrak ditandatangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. |
Paragraf 2
Pembukaan L/C
Pasal 27
(1) | Berdasarkan Data Kontrak dan Data Supplier yang telah terdaftar pada Sistem Informasi, Satker menyampaikan surat permintaan persetujuan pembukaan L/C kepada KPPN sebesar nilai Kontrak sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | Berdasarkan surat permintaan persetujuan pembukaan L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPPN melakukan pengujian atas ketersediaan pagu berdasarkan data Kontrak. |
(3) | Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah sesuai, KPPN menerbitkan SPP L/C sebesar nilai Kontrak kepada Satker dan Bank Indonesia. |
(4) | SPP L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Berdasarkan ringkasan pendaftaran Kontrak yang telah terdaftar di Sistem Informasi dan SPP L/C dari KPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), Satker menyampaikan surat permohonan penerbitan L/C kepada Bank Indonesia sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur mengenai transaksi L/C di Bank Indonesia. |
(2) | Dalam hal Bank Indonesia menyetujui surat permohonan penerbitan L/C yang diajukan Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia menyampaikan salinan L/C kepada KPPN dengan tembusan Satker. |
(3) | Dalam hal Bank Indonesia menolak surat permohonan penerbitan L/C yang diajukan Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia menyampaikan surat penolakan penerbitan L/C disertai dengan alasan penolakan kepada KPPN dan Satker. |
Paragraf 3
Pembayaran L/C
Pasal 29
(1) | Penyedia barang/jasa mengajukan tagihan kepada Beneficiary Bank beserta dokumen lain yang dipersyaratkan dalam L/C. | ||||
(2) | Beneficiary Bank mengirimkan tagihan beserta dokumen lain yang dipersyaratkan dalam L/C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bank Indonesia. | ||||
(3) | Berdasarkan dokumen yang diterima dari Beneficiary Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Indonesia melakukan pemeriksaan dokumen L/C sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam peraturan Anggota Dewan Gubernur mengenai transaksi L/C di Bank Indonesia. | ||||
(4) | Bank Indonesia menerbitkan dan menyampaikan pemberitahuan kepada KPA Satker dan KPPN paling lama 5 (lima) hari kerja setelah menerima dokumen tagihan dari Beneficiary Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||
(5) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa:
|
(1) | Berdasarkan pemberitahuan berupa konfirmasi tindak lanjut pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (5) huruf a, PPK melakukan pengujian secara materiil terhadap barang/jasa yang telah diterima. | ||||||||||
(2) | Pengujian secara materiil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. | ||||||||||
(3) | Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum sesuai, PPK menerbitkan surat penolakan pembayaran L/C kepada Bank Indonesia. | ||||||||||
(4) | Dalam hal pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah sesuai atau telah diterbitkan pemberitahuan berupa permintaan pengisian Rekening Obligo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (5) huruf b, PPK menerbitkan SPP-LS dengan memperhatikan kebenaran Rekening Obligo sebagai tujuan pembayaran. | ||||||||||
(5) | SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada PPSPM dilampiri dengan:
| ||||||||||
(6) | Berdasarkan surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia menyampaikan informasi penolakan kepada Beneficiary Bank. |
(1) | PPSPM melakukan pengujian formal atas SPP-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) beserta kelengkapannya. |
(2) | Dalam hal SPP-LS dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai, PPSPM menerbitkan SPM-LS kepada KPPN dilampiri dengan surat setoran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Penerbitan SPP-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) dan SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui Sistem Informasi. |
(1) | Berdasarkan SPM-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, KPPN melakukan penelitian dan pengujian sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, serta akuntansi dan pelaporan keuangan. |
(2) | Dalam hal hasil penelitian dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi persyaratan, KPPN menerbitkan dan mengirimkan data SP2D senilai tagihan atas beban rekening pengeluaran di Bank Indonesia ke Rekening Obligo paling lama 2 (dua) hari kerja sejak diterimanya SPM-LS. |
(3) | Bank Indonesia mentransfer dana dari Rekening Obligo ke Rekening Beneficiary Bank sebesar nilai tagihan atas beban rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam peraturan Anggota Dewan Gubernur mengenai transaksi L/C di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah menerima data SP2D dari KPPN. |
(4) | Berdasarkan transfer dana yang telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia menyampaikan Nodis kepada Satker dan KPPN. |
(5) | Berdasarkan Nodis sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Satker mencatat realisasi L/C pada Sistem Informasi. |
(1) | Satker melakukan pencocokan nilai SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan realisasi L/C pada Sistem Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5). |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil pencocokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat selisih, Satker memberitahukan KPPN dan Bank Indonesia untuk mendapatkan penyelesaian dan tindak lanjut. |
(1) | Selisih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) yang belum diselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran, harus dilakukan penyelesaian dan tindak lanjut paling lambat pada masa penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat unaudited tahun berkenaan. |
(2) | Penyelesaian dan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diungkapkan secara memadai di dalam catatan atas laporan keuangan pada laporan keuangan kementerian/lembaga dan laporan keuangan pemerintah pusat. |
(3) | Laporan keuangan kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan instansi. |
(4) | Laporan keuangan pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pusat. |
Segala biaya yang dikenakan atas pembukaan, perubahan, dan pembayaran L/C dibebankan pada DIPA Satker sepanjang tidak diatur lain dalam perjanjian.
Jangka waktu penyelesaian pembayaran tagihan mulai dari pemberitahuan dari Bank Indonesia berupa permintaan pengisian Rekening Obligo sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (5) huruf b sampai dengan ditransfernya dana ke rekening Beneficiary Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dilakukan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja.
(1) | Dalam hal terdapat keterlambatan pembayaran tagihan L/C sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang disebabkan oleh peristiwa di luar kuasa para pihak, seluruh biaya yang timbul berupa kerugian, klaim, penalti dan/atau bank charges dapat dibebankan pada DIPA Satker bersangkutan sepanjang tidak diatur lain dalam Kontrak. |
(2) | Keadaan di luar kuasa para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa keadaan kahar sebagaimana diatur dalam Kontrak dan/atau mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Dalam hal keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 disebabkan oleh kesalahan/kelalaian, seluruh biaya yang timbul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab pihak yang melakukan kesalahan/kelalaian dan diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tuntutan ganti kerugian negara. |
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Komitmen dalam bentuk Valas berupa Kontrak tahunan dan Kontrak tahun jamak atas beban DIPA mulai Tahun Anggaran 2024 yang ditetapkan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, pembayarannya dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 263/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pembayaran Perjanjian dalam Valuta Asing yang Dananya Bersumber dari Rupiah Murni (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2061), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2024
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Januari 2024
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 1