Bentuk Dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 2/PJ/2024
TENTANG
BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SERTA BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN BUKTI PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SERTA BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
(1) | Pemotong Pajak yang melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 harus:
| ||||||||||||||||
(2) | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini terdiri atas:
| ||||||||||||||||
(3) | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bulanan - (Formulir 1721-VIII) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi pegawai tetap atau pensiunan yang menerima uang terkait pensiun secara berkala atas penghasilan yang diterima atau diperoleh setiap masa pajak selain masa pajak terakhir. | ||||||||||||||||
(4) | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||
(5) | Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||
(6) | Tata cara pengisian Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 tercantum dalam Lampiran I huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak perlu dibuat dalam hal tidak terdapat pembayaran penghasilan. | ||||||||||||||
(2) | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tetap dibuat dalam hal:
|
(1) | Dalam pembuatan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26, Penerima Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 harus memberikan informasi identitas berupa:
| ||||
(2) | Dalam hal wajib pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menerapkan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda, wajib pajak luar negeri dimaksud harus memberikan surat keterangan domisili dan/atau tanda terima surat keterangan domisili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan kepada Pemotong Pajak. |
(1) | SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini terdiri atas:
| ||||||||||||||||||||||
(2) | SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal memuat:
| ||||||||||||||||||||||
(3) | Tata cara pengisian SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 tercantum dalam Lampiran II huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dibuat dan dilaporkan dalam bentuk:
| ||||||||
(2) | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 yang dibuat dalam bentuk:
| ||||||||
(3) | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam bentuk Dokumen Elektronik wajib digunakan oleh Pemotong Pajak yang:
| ||||||||
(4) | Pemotong Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menggunakan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas atau Dokumen Elektronik. | ||||||||
(5) | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas dibuat sesuai bentuk, isi, dan ukuran sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini dan tidak boleh diubah. | ||||||||
(6) | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam bentuk Dokumen Elektronik dibuat menggunakan Aplikasi e-Bupot 21/26 yang telah disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas yang telah ditandatangani oleh Pemotong Pajak dan dibubuhi cap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, disampaikan oleh Pemotong Pajak:
| ||||||
(2) | SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam bentuk Dokumen Elektronik yang telah ditandatangani secara elektronik dengan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b, disampaikan oleh Pemotong Pajak melalui:
|
SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas tidak perlu dilampiri dengan:
1. | Formulir 1721-I dalam hal tidak ada pembayaran atau pemberian penghasilan kepada pegawai tetap atau pensiunan yang menerima uang terkait pensiun secara berkala yang seharusnya dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan menggunakan Formulir 1721-VIII atau Formulir 1721-A1; |
2. | Formulir 1721-II dalam hal tidak ada pembayaran atau pemberian penghasilan kepada pegawai yang seharusnya dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang tidak bersifat final dan Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan menggunakan Formulir 1721-VI; |
3. | Formulir 1721-III dalam hal tidak ada pembayaran atau pemberian penghasilan kepada pegawai yang seharusnya dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final dengan menggunakan Formulir 1721-VII; |
4. | Formulir 1721-IV dalam hal tidak ada penyetoran dan pemindahbukuan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 26 dengan menggunakan surat setoran pajak dan bukti pemindahbukuan; |
5. | Formulir 1721-V dalam hal Pemotong Pajak wajib menyampaikan SPT Tahunan; |
6. | Formulir 1721-VI; |
7. | Formulir 1721-VII; |
8. | Formulir 1721-VIII; dan |
9. | Formulir 1721-A1. |
Pemotong Pajak yang telah menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam bentuk Dokumen Elektronik tidak diperbolehkan lagi menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas untuk masa-masa pajak berikutnya.
(1) | Pemotong Pajak dianggap tidak menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam hal Pemotong Pajak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), tetapi tidak menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam bentuk Dokumen Elektronik. |
(2) | Pemotong Pajak dianggap tidak menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 dalam hal tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9. |
(3) | Pemotong Pajak yang tidak menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Dalam hal Pemotong Pajak melakukan pembuatan, penyampaian, dan/atau pembetulan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 untuk masa pajak sampai dengan masa pajak Desember 2023, pembuatan, penyampaian, dan/atau pembetulan tersebut dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
Untuk masa pajak Januari 2024, Pemotong Pajak dapat memberikan:
a. | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Tidak Bersifat Final atau Pajak Penghasilan Pasal 26 - (Formulir 1721-VI); |
b. | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang Bersifat Final - (Formulir 1721-VII); dan |
c. | Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bulanan - (Formulir 1721-VIII), |
kepada Penerima Penghasilan paling lambat pada tanggal 31 Maret 2024.
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak masa pajak Januari 2024.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Januari 2024
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Ditandatangani secara elektronik
SURYO UTOMO