Penyusutan Harta Berwujud Dan/Atau Amortisasi Harta Tak Berwujud
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 72 TAHUN 2023
TENTANG
PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD DAN/ATAU
AMORTISASI HARTA TAK BERWUJUD
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD DAN/ATAU AMORTISASI HARTA TAK BERWUJUD.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
BAB II
PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
(1) | Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Untuk menghitung penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:
|
Bagian Kedua
Jenis Harta yang Termasuk dalam
Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan
untuk Keperluan Penyusutan
Pasal 3
(1) | Untuk keperluan penyusutan, masa manfaat harta berwujud bukan bangunan dikelompokkan menjadi kelompok 1 (satu), kelompok 2 (dua), kelompok 3 (tiga), dan kelompok 4 (empat). |
(2) | Jenis harta berwujud bukan bangunan pada kelompok 1 (satu), kelompok 2 (dua), kelompok 3 (tiga), dan kelompok 4 (empat) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam Lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), untuk keperluan penyusutan Wajib Pajak menggunakan masa manfaat dalam kelompok 3 (tiga) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3). |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan masa manfaat dalam kelompok 3 (tiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memperoleh penetapan masa manfaat dalam kelompok 1 (satu), kelompok 2 (dua), atau kelompok 4 (empat). |
(3) | Direktur Jenderal Pajak menetapkan masa manfaat yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan mempertimbangkan kelompok masa manfaat yang terdekat dari masa manfaat yang sebenarnya atas harta berwujud bukan bangunan. |
Bagian Ketiga
Saat Mulainya Penyusutan untuk Harta Berwujud
Pasal 5
(1) | Penyusutan atas harta berwujud dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud tersebut, kecuali:
|
(2) | Saat mulainya penyusutan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Saat mulai menghasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan saat mulai berproduksi tanpa mempertimbangkan saat diterima atau diperolehnya penghasilan. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak melakukan penyusutan yang dimulai pada bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memperoleh penetapan saat mulainya penyusutan. |
(5) | Direktur Jenderal Pajak menetapkan saat mulainya penyusutan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan mempertimbangkan bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. |
Bagian Keempat
Penyusutan Harta Berwujud Berupa Bangunan
Pasal 6
(1) | Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud berupa bangunan permanen dan bangunan tidak permanen, yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3). | ||||
(2) | Apabila bangunan permanen mempunyai masa manfaat melebihi 20 (dua puluh) tahun, penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bagian yang sama besar dengan masa manfaat:
| ||||
(3) | Wajib Pajak yang telah melakukan penyusutan atas bangunan permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
| ||||
(4) | Dalam hal Wajib Pajak memilih untuk melakukan penyusutan dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak dan belum menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak dapat menyampaikan pemberitahuan paling lambat 30 April 2024. | ||||
(5) | Bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), penghitungan penyusutan bangunan permanen mulai Tahun Pajak 2022 dilakukan dalam bagian yang sama besar selama sisa masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak berdasarkan nilai sisa buku fiskal pada akhir Tahun Pajak 2021. | ||||
(6) | Penghitungan penyusutan atas bangunan permanen sesuai masa manfaat sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan contoh penghitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Kelima
Penyusutan atas Biaya Perbaikan Harta Berwujud
Pasal 7
(1) | Biaya perbaikan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dibebankan melalui penyusutan. |
(2) | Biaya perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal harta berwujud tersebut. |
(3) | Dalam hal perbaikan tidak menambah masa manfaat harta berwujud, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud tersebut. |
(4) | Dalam hal perbaikan menambah masa manfaat harta berwujud, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan:
|
(5) | Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran untuk perbaikan harta berwujud tersebut, kecuali untuk harta berwujud yang masih dalam proses pengerjaan perbaikan, penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan perbaikan harta berwujud tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a. |
(6) | Penghitungan penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan sesuai dengan contoh penghitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Keenam
Penggantian Asuransi
Pasal 8
(1) | Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||
(2) | Nilai sisa buku fiskal harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan nilai sisa buku harta berwujud pada akhir bulan terjadinya peristiwa yang mendasari penggantian asuransi. | ||||
(3) | Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang dibebankan sebagai kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibukukan sebagai beban pada Tahun Pajak diterimanya hasil penggantian asuransi dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak. | ||||
(4) | Untuk memperoleh persetujuan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak. | ||||
(5) | Direktur Jenderal Pajak memberikan persetujuan atas permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan mempertimbangkan Tahun Pajak diterimanya penggantian asuransi. | ||||
(6) | Dalam hal atas harta yang dimintakan penggantian asuransi telah dijual atau dialihkan sebelum diterimanya penggantian asuransi, jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang dibebankan sebagai kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau ayat (3) diperhitungkan terlebih dahulu dengan harga jual atas pengalihan harta tersebut. | ||||
(7) | Penghitungan pembebanan kerugian dan pengakuan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan contoh penghitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB III
AMORTISASI HARTA TAK BERWUJUD
Bagian Kesatu
(1) | Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas. | ||||||||||||||||||||||
(2) | Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu. | ||||||||||||||||||||||
(3) | Untuk menghitung amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa manfaat dan tarif amortisasi harta tak berwujud ditetapkan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||
(4) | Apabila harta tak berwujud mempunyai masa manfaat melebihi 20 (dua puluh) tahun, amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan masa manfaat:
| ||||||||||||||||||||||
(5) | Wajib Pajak yang telah melakukan amortisasi harta tak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
| ||||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal Wajib Pajak memilih untuk melakukan amortisasi dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak dan belum menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Wajib Pajak dapat menyampaikan pemberitahuan paling lambat 30 April 2024. | ||||||||||||||||||||||
(7) | Bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), penghitungan amortisasi harta tak berwujud mulai Tahun Pajak 2022 dilakukan menggunakan metode garis lurus atau metode saldo menurun selama sisa masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak berdasarkan nilai sisa buku fiskal pada akhir Tahun Pajak 2021. | ||||||||||||||||||||||
(8) | Penghitungan amortisasi sesuai masa manfaat yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan sesuai dengan contoh penghitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Kedua
Pengeluaran Untuk Memperoleh Perangkat Lunak
Pasal 10
(1) | Pembebanan pengeluaran untuk memperoleh Perangkat Lunak berupa Program Aplikasi Khusus yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan melalui amortisasi harta tak berwujud dalam kelompok 1 (satu) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3). |
(2) | Program Aplikasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa program aplikasi di bidang perbankan, pasar modal, perhotelan, rumah sakit, atau penerbangan. |
(3) | Dalam hal dilakukan peningkatan kapasitas sumber daya terhadap Program Aplikasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Pengeluaran untuk memperoleh dan meningkatkan kapasitas sumber daya Perangkat Lunak berupa Program Aplikasi Umum yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, diakui sebagai pengeluaran atau biaya operasional rutin yang dibebankan sekaligus pada tahun bersangkutan. |
(2) | Dalam hal Program Aplikasi Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk dalam harga pembelian perangkat keras, pembebanan pengeluaran untuk memperoleh Program Aplikasi Umum dimaksud diperhitungkan dalam penyusutan perangkat keras tersebut. |
BAB IV
PENYUSUTAN HARTA BERWUJUD DAN/ATAU AMORTISASI
HARTA TAK BERWUJUD YANG DIMILIKI DAN DIGUNAKAN
DALAM BIDANG USAHA TERTENTU
Bagian Kesatu
Bidang Usaha Tertentu
Pasal 12
Bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dan Pasal 9 ayat (2) terdiri atas:
Bagian Kedua
Penyusutan Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan
dalam Bidang Usaha Tertentu yang Baru Menghasilkan
Setelah Ditanam atau Dipelihara Lebih dari 1 (Satu) Tahun
Pasal 13
(1) | Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, huruf b, dan huruf c angka 1 melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat harta tersebut. |
(2) | Harta berwujud yang dimiliki dan digunakan serta merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:
|
(3) | Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai pada bulan produksi komersial atas harta berwujud. |
(4) | Bulan produksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bulan mulai dilakukan penjualan. |
(1) | Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) termasuk biaya pembelian bibit serta biaya untuk membesarkan dan memelihara bibit. |
(2) | Tidak termasuk sebagai pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja. |
(1) | Harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) untuk:
| ||||||
(2) | Wajib Pajak dapat menggunakan kelompok masa manfaat selain kelompok masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan masa manfaat yang sebenarnya atas harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1). | ||||||
(3) | Dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memperoleh penetapan kelompok masa manfaat selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||
(4) | Direktur Jenderal Pajak menetapkan masa manfaat yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan kelompok masa manfaat yang terdekat dari masa manfaat yang sebenarnya atas harta berwujud tersebut. |
Bagian Ketiga
Penyusutan Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan
dalam Bidang Usaha Tertentu yang Sudah Menghasilkan
Setelah Dipelihara Kurang Dari atau Sampai Dengan 1 (Satu)
Tahun
Pasal 16
(1) | Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c angka 2 melakukan:
|
(2) | Harta berwujud yang dimiliki dan digunakan serta merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu ternak yang dapat berproduksi berkali-kali dan sudah menghasilkan setelah dipelihara kurang dari atau sampai dengan 1 (satu) tahun, dapat berupa ayam petelur dan bebek petelur. |
(3) | Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dimulai pada tahun dilakukannya pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud tersebut. |
(4) | Penghitungan penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sesuai dengan contoh penghitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) termasuk biaya pembelian bibit serta biaya untuk membesarkan dan memelihara bibit. |
(2) | Tidak termasuk sebagai pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja. |
Bagian Keempat
Saat Mulainya Amortisasi Harta Tak Berwujud
yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu
Pasal 18
(1) | Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya untuk bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud tersebut atau pada bulan produksi komersial. |
(2) | Bulan produksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bulan mulai dilakukan penjualan. |
BAB V
TATA CARA PERMOHONAN PERSETUJUAN DAN/ATAU
PEMBERITAHUAN KEPADA DIREKTUR JENDERAL PAJAK
Bagian Kesatu
Tata Cara Permohonan Persetujuan
Pasal 19
(1) | Wajib Pajak Berstatus Pusat mengajukan permohonan:
| ||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan:
| ||||||||
(3) | Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia. | ||||||||
(4) | Tata cara pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. |
(1) | Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
| ||||||
(2) | Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c harus memenuhi ketentuan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir yang telah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Bagian Kedua
Isi, Batas Waktu, dan Bentuk Permohonan
Pasal 21
(1) | Permohonan kelompok masa manfaat penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) paling sedikit memuat:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lama 1 (satu) bulan setelah akhir Tahun Pajak diperolehnya harta berwujud. |
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh bentuk permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Permohonan saat mulainya penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) paling sedikit memuat:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lama 1 (satu) bulan setelah akhir Tahun Pajak diperolehnya harta berwujud. |
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh bentuk permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Permohonan persetujuan penundaan pembebanan kerugian atas pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi untuk dibukukan sebagai beban masa kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) paling sedikit memuat:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri paling sedikit:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lama 1 (satu) bulan setelah akhir Tahun Pajak diterimanya penggantian asuransi. |
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh bentuk permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Permohonan kelompok masa manfaat penyusutan untuk bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) paling sedikit memuat:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan paling lama 1 (satu) bulan setelah akhir Tahun Pajak dilakukan produksi komersial atas harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dan ayat (4). |
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh bentuk permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Ketiga
Tindak Lanjut atas Permohonan
Pasal 25
(1) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian dan penetapan. |
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
(3) | Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penetapan:
|
(4) | Kewenangan melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penetapan kelompok masa manfaat penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan kelompok masa manfaat penyusutan untuk bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, didelegasikan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. |
(5) | Kewenangan melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penetapan saat mulainya penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan persetujuan penundaan pembebanan kerugian atas pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi untuk dibukukan sebagai beban masa kemudian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, didelegasikan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. |
Bagian Keempat
Penelitian Kelengkapan Dokumen
Pasal 26
(1) | Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, atau Pasal 24, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian kelengkapan dokumen. | ||||||||
(2) | Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 atau Pasal 24 yang diajukan melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak meneruskan permohonan dimaksud kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||||
(3) | Berdasarkan penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam:
| ||||||||
(4) | Permintaan kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak dikirimnya surat permintaan kelengkapan. | ||||||||
(5) | Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi permintaan kelengkapan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyampaikan surat pemberitahuan permohonan tidak dipertimbangkan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan contoh bentuk surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dan dokumen permohonan Wajib Pajak dimaksud dikembalikan. | ||||||||
(6) | Wajib Pajak yang permohonannya tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dapat mengajukan permohonan kembali secara lengkap dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Pasal 22 ayat (3), Pasal 23 ayat (3) atau Pasal 24 ayat (3). |
Bagian Kelima
Penelitian Substansi
Pasal 27
(1) | Atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, atau Pasal 24 yang telah dilakukan penelitian kelengkapan dokumen dan diterima secara lengkap, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian substansi. | ||||||
(2) | Penelitian substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penelitian kesesuaian atas isi dokumen yang dilampirkan dengan permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak. | ||||||
(3) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus memberikan:
| ||||||
(4) | Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak belum menerbitkan keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui. | ||||||
(5) | Terhadap permohonan yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menerbitkan keputusan persetujuan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui. |
(1) | Dalam hal sistem informasi secara otomatis telah tersedia, untuk persetujuan penundaan pembebanan kerugian atas pengalihan atau penarikan harta yang mendapatkan penggantian asuransi untuk dibukukan sebagai beban masa kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), penelitian dilakukan secara otomatis melalui sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak. | ||||
(2) | Berdasarkan hasil penelitian secara otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak:
|
(1) | Dalam hal di kemudian hari terdapat data dan/atau informasi yang berbeda dengan kenyataan di lapangan terhadap keputusan persetujuan atas:
| ||||
(2) | Dalam hal di kemudian hari terdapat data dan/atau informasi yang berbeda dengan kenyataan di lapangan terhadap keputusan persetujuan atas:
| ||||
(3) | Atas selisih biaya penyusutan akibat penerbitan keputusan yang membetulkan keputusan persetujuan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), diakui:
|
Bagian Keenam
Tata Cara Pemberitahuan
Pasal 30
(1) | Wajib Pajak Berstatus Pusat yang memilih melakukan penyusutan atau amortisasi sesuai masa manfaat yang sebenarnya menyampaikan:
| ||||||||||||
(2) | Dalam hal aplikasi atau sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diakses, pemberitahuan dapat disampaikan secara tertulis melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Berstatus Pusat terdaftar. | ||||||||||||
(3) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan:
| ||||||||||||
(4) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
| ||||||||||||
(5) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
| ||||||||||||
(6) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh bentuk pemberitahuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
Terhadap permohonan:
a. | penetapan masa manfaat atas harta berwujud bukan bangunan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); |
b. | penetapan saat mulainya penyusutan harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4); dan/atau |
c. | penetapan masa manfaat harta berwujud bidang usaha tertentu yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), |
yang telah diajukan sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan telah diterima secara lengkap, diproses lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku pada saat permohonan diajukan secara lengkap.
Terhadap permohonan:
a. | penetapan masa manfaat atas harta berwujud bukan bangunan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); |
b. | penetapan saat mulainya penyusutan harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4); dan/atau |
c. | penetapan masa manfaat harta berwujud bidang usaha tertentu yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), |
yang telah diajukan sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum diterima secara lengkap, diproses lebih lanjut dengan menggunakan Peraturan Menteri ini.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, untuk keperluan perhitungan penyusutan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.03/2008 tentang Amortisasi atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Tak Berwujud dan Pengeluaran Lainnya untuk Bidang Usaha Tertentu; |
b. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.011/2012 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 782); dan |
c. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 105), |
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juli 2023
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Juli 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 546