Harmonisasi Peraturan Perpajakan
(1) | Undang-Undang ini diselenggarakan berdasarkan asas:
|
(2) | Undang-Undang ini dibentuk dengan tujuan untuk:
|
(3) | Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Undang-Undang ini mengatur kebijakan strategis yang meliputi:
|
1. | Di
antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 2 disisipkan 1 (satu) ayat yakni
ayat (1a), Pasal 2 ayat (5) dihapus, serta ditambahkan 1 (satu) ayat
yakni ayat (10), sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut: Pasal 2
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Ketentuan ayat (4) Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 8
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | Ketentuan
ayat (1) dan ayat (3) Pasal 13 diubah, di antara ayat (3a) dan ayat (4)
Pasal 13 disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3b) dan ayat (3c) sehingga
Pasal 13 berbunyi sebagai berikut: Pasal 13
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | Ketentuan ayat (1) Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 14
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | Di antara Pasal 20 dan Pasal 21 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 20A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 20A
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. | Ketentuan
ayat (9) dan ayat (10) Pasal 25 diubah, dan penjelasan ayat (7) Pasal
25 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal,
sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut: Pasal 25
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
7. | Ketentuan
ayat (4a), ayat (5c), dan ayat (5d) Pasal 27 diubah, di antara ayat
(5d) dan ayat (6) Pasal 27 disisipkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (5e),
ayat (5f), dan ayat (5g), serta penjelasan ayat (5a) Pasal 27 diubah
sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal sehingga Pasal
27 berbunyi sebagai berikut: Pasal 27
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
8. | Di antara Pasal 27B dan Pasal 28 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 27C sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 27C
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
9. | Ketentuan ayat (3a) Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 32
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
10. | Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 32A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 32A
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
11. | Ketentuan ayat (3) Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 34
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
12. | Ketentuan Pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 40 Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dilakukan penuntutan setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
13. | Ketentuan
ayat (2) Pasal 43A diubah, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1
(satu) ayat, yakni ayat (1a), serta penjelasan ayat (1) Pasal 43A
diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal sehingga
Pasal 43A berbunyi sebagai berikut: Pasal 43A
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
14. | Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 44
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
15. | Ketentuan Pasal 44A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 44A Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) menghentikan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf k dalam hal:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
16. | Ketentuan
ayat (2) Pasal 44B diubah, dan di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal
44B disisipkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (2a), ayat (2b), dan ayat (2c),
dan Pasal 44B ayat (3) dihapus sehingga Pasal 44B berbunyi sebagai
berikut: Pasal 44B
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
17. | Di antara Pasal 44B dan Pasal 45 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 44C dan Pasal 44D, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 44C
Pasal 44D
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
18. | Di antara BAB IX dan BAB X disisipkan 1 (satu) bab, yakni BAB IXA sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB IXA PENDELEGASIAN KEWENANGAN | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
19. | Di antara Pasal 44D dan Pasal 45 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 44E sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 44E
|
1. | Ketentuan
ayat (1), ayat (1a), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 4 diubah serta Pasal 4
ayat (1d) dihapus, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: Pasal 4
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Ketentuan ayat (1) Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 6
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | Ketentuan
ayat (1) dan ayat (3) Pasal 7 diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3)
Pasal 7 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a), serta penjelasan ayat
(2) Pasal 7 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi
pasal sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut: Pasal 7
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | Ketentuan ayat (1) Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | Ketentuan
ayat (7) Pasal 11 diubah, di antara ayat (6) dan ayat (7) Pasal 11
disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (6a), serta Pasal 11 ayat (11)
dihapus sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut: Pasal 11
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. | Ketentuan
ayat (1a) Pasal 11A diubah dan di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal
11A disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) sehingga Pasal 11A
berbunyi sebagai berikut: Pasal 11A
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
7. | Ketentuan
ayat (1), ayat (2), ayat (2b), dan ayat (3) Pasal 17 diubah, Pasal 17
ayat (2a) dihapus, di antara ayat (2d) dan ayat (3) Pasal 17 disisipkan 1
(satu) ayat, yakni ayat (2e), serta penjelasan ayat (5) dan ayat (6)
Pasal 17 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal
sehingga Pasal 17 berbunyi sebagai berikut: Pasal 17
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
8. | Ketentuan
ayat (1) Pasal 18 diubah, Pasal 18 ayat (3e) dihapus, penjelasan Pasal
18 ditambahkan, dan penjelasan ayat (3) Pasal 18 diubah sebagaimana
tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal sehingga Pasal 18 berbunyi
sebagai berikut: Pasal 18
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
9. | Ketentuan Pasal 32A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 32A Pemerintah berwenang untuk membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra, baik secara bilateral maupun multilateral dalam rangka:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
10. | Di antara BAB VII dan BAB VIII disisipkan 1 (satu) bab yakni BAB VIIA sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB VIIA PENDELEGASIAN KEWENANGAN | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
11. | Di antara Pasal 32B dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 32C sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 32C Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
1. | Ketentuan ayat (2) dan ayat (3) Pasal 4A diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 4A
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | Ketentuan
ayat (1) dan ayat (3) Pasal 7 diubah, ditambahkan 1 (satu) ayat yakni
ayat (4), serta penjelasan ayat (2) Pasal 7 diubah sebagaimana tercantum
dalam penjelasan pasal demi pasal, sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai
berikut: Pasal 7
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | Ketentuan Pasal 8A ayat (2) dihapus, ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3) Pasal 8A berbunyi sebagai berikut: Pasal 8A
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. | Ketentuan
ayat (5), ayat (6), dan ayat (8) huruf f dan huruf g Pasal 9 diubah,
Pasal 9 ayat (4d), ayat (7), ayat (7a), ayat (7b), ayat (8) huruf c, dan
ayat (13) dihapus, serta penjelasan Pasal 9 ayat (4) diubah sebagaimana
tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal sehingga Pasal 9 berbunyi
sebagai berikut: Pasal 9
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | Di antara Pasal 9 dan Pasal 10 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 9A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9A
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. | Ketentuan
ayat (2) dan ayat (3) Pasal 16B diubah serta di antara ayat (1) dan
ayat (2) Pasal 16B disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (1a), sehingga
Pasal 16B berbunyi sebagai berikut: Pasal 16B
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
7. | Di antara BAB VA dan BAB VI disisipkan 1 (satu) bab yakni BAB VB sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB VB PENDELEGASIAN KEWENANGAN | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
8. | Di antara Pasal 16F dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 16G sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 16G Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
(1) | Wajib Pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud. | ||||||||||||||||||||||||||
(2) | Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai harta dikurangi nilai utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||
(3) | Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. | ||||||||||||||||||||||||||
(4) | Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. | ||||||||||||||||||||||||||
(5) | Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. | ||||||||||||||||||||||||||
(6) | Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. | ||||||||||||||||||||||||||
(7) | Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan sebesar:
| ||||||||||||||||||||||||||
(8) | Dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yakni sebesar jumlah harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan. | ||||||||||||||||||||||||||
(9) | Nilai
harta yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya jumlah harta
bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditentukan berdasarkan:
| ||||||||||||||||||||||||||
(10) | Dalam hal tidak terdapat nilai yang dapat dijadikan pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b sampai dengan huruf e, nilai harta ditentukan berdasarkan nilai dari hasil penilaian kantor jasa penilai publik. |
(1) | Wajib Pajak mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022. | ||||||||||||||
(2) | Surat pemberitahuan pengungkapan harta harus dilampiri dengan:
| ||||||||||||||
(3) | Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan pengungkapan harta oleh Wajib Pajak. | ||||||||||||||
(4) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat ketidaksesuaian antara harta bersih yang diungkapkan dengan keadaan yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan atau membatalkan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). | ||||||||||||||
(5) | Wajib Pajak yang telah memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. | ||||||||||||||
(6) | Data dan informasi yang bersumber dari surat pemberitahuan pengungkapan harta dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak. | ||||||||||||||
(7) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengungkapan harta bersih diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan harta bersih ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d wajib mengalihkan harta dimaksud paling lambat tanggal 30 September 2022. | ||||||||||||||||||||
(2) | Wajib Pajak yang menyatakan menginvestasikan harta bersih pada:
| ||||||||||||||||||||
(3) | Investasi harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun sejak diinvestasikan. | ||||||||||||||||||||
(4) | Dalam
hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau
ayat (3) tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan
dan/atau menginvestasikan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (7) huruf a, huruf b, huruf c, atau huruf d, atas bagian harta
bersih yang tidak memenuhi ketentuan tersebut diperlakukan sebagai
penghasilan yang bersifat final pada Tahun Pajak 2022 dan berlaku
ketentuan:
| ||||||||||||||||||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
(1) | Wajib Pajak orang pribadi dapat mengungkapkan harta bersih yang:
|
(2) | Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan nilai harta dikurangi nilai utang. |
(3) | Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi pada Tahun Pajak 2020. |
(4) | Wajib Pajak orang pribadi yang dapat mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
|
(1) | Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebesar:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yakni sebesar jumlah harta bersih yang belum atau kurang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Nilai
harta yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya jumlah harta
bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan berdasarkan:
|
(1) | Wajib Pajak orang pribadi mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022. | ||||||||||||||||||||||||||
(2) | Wajib
Pajak yang menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||
(3) | Surat pemberitahuan pengungkapan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan:
| ||||||||||||||||||||||||||
(4) | Pembetulan atas Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020 yang disampaikan setelah Undang-Undang ini diundangkan, yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta, dianggap tidak disampaikan. | ||||||||||||||||||||||||||
(5) | Dalam
hal Wajib Pajak orang pribadi belum menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020 sampai dengan
Undang-Undang ini diundangkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||
(6) | Direktur Jenderal Pajak memberikan surat keterangan terhadap penyampaian surat pemberitahuan pengungkapan harta oleh Wajib Pajak orang pribadi. | ||||||||||||||||||||||||||
(7) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat ketidaksesuaian antara harta bersih yang diungkapkan dengan keadaan yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan atau membatalkan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6). | ||||||||||||||||||||||||||
(8) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengungkapan harta bersih diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Terhadap
Wajib Pajak orang pribadi yang telah memperoleh surat keterangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (6), berlaku ketentuan:
| ||||||||
(2) | Dalam
hal Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi lain
mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b:
|
(1) | Wajib Pajak orang pribadi yang menyatakan mengalihkan harta bersih ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf d wajib mengalihkan harta dimaksud paling lambat tanggal 30 September 2022. | ||||||||||||||||||||
(2) | Wajib Pajak orang pribadi yang menyatakan menginvestasikan harta bersih pada:
| ||||||||||||||||||||
(3) | Investasi harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan paling singkat 5 (lima) tahun sejak diinvestasikan. | ||||||||||||||||||||
(4) | Dalam
hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau
ayat (3) tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan
dan/atau menginvestasikan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, atau huruf d, atas bagian harta
bersih yang tidak memenuhi ketentuan tersebut diperlakukan sebagai
penghasilan yang bersifat final pada Tahun Pajak 2022 dan berlaku
ketentuan:
| ||||||||||||||||||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
(1) | Pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. |
(2) | Pengenaan pajak karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan:
|
(3) | Peta jalan pajak karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat:
|
(4) | Kebijakan peta jalan pajak karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. |
(5) | Subjek pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. |
(6) | Pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. |
(7) | Saat terutang pajak karbon ditentukan:
|
(8) | Tarif pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. |
(9) | Dalam hal harga karbon di pasar karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) lebih rendah dari Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara, tarif pajak karbon ditetapkan sebesar paling rendah Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. |
(10) | Ketentuan mengenai:
|
(11) | Ketentuan mengenai penambahan objek pajak yang dikenai pajak karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
(12) | Penerimaan dari pajak karbon dapat dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim. |
(13) | Wajib
Pajak yang berpartisipasi dalam perdagangan emisi karbon, pengimbangan
emisi karbon, dan/atau mekanisme lain sesuai peraturan
perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dapat diberikan:
|
(14) | Ketentuan mengenai:
|
(15) | Ketentuan mengenai:
|
(16) | Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan terkait pajak karbon dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. |
1. | Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 4
| ||||||||||||||||||
2. | Di antara Pasal 40A dan Pasal 41 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 40B, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 40B
| ||||||||||||||||||
3. | Ketentuan Pasal 64 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 64
|
(1) | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022. |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022, yang pertama kali dikenakan terhadap badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batubara dengan tarif Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. |
Disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2021 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO |