Penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dan Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah Serta Special Purpose Company Atau Kontrak Investasi Kolektif Sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
(1) | Pengusaha Kena Pajak ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sesuai dengan ketentuan:
|
(2) | Pengembalian Pendahuluan diberikan kepada:
|
(3) | SKPPKP diterbitkan terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah memperhitungkan kredit pajak, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
(4) | Terhadap kredit pajak yang tidak diperhitungkan dalam penerbitan SKPPKP dapat diajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan melalui surat tersendiri. |
(5) | Pembetulan SPT atas Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, yang telah diterbitkan SKPPKP, dilakukan dengan memperhitungkan jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam SKPPKP pada Pembetulan SPT dimaksud. |
(6) | Permohonan Pengembalian Pendahuluan yang tidak memenuhi ketentuan ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang KUP. |
(1) | Pengusaha
Kena Pajak yang dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko
Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a meliputi:
|
(2) | Pengusaha Kena Pajak pabrikan atau produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan pengusaha pabrikan atau produsen yang dalam kegiatan usahanya menghasilkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. |
(3) | Kepemilikan saham lebih dari 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h merupakan persentase kepemilikan saham yang tercantum pada Laporan Keuangan Konsolidasian tahun terakhir sebelum pengajuan permohonan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah. |
(4) | Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai Wajib Pajak Persyaratan Tertentu diperlakukan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah tanpa terlebih dahulu diterbitkan keputusan penetapan, dalam hal tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dan tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. |
(5) | Selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b. |
(1) | Kepala KPP dapat menetapkan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah:
|
(2) | Penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terhadap pengusaha yang merupakan MITA Kepabeanan atau AEO sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dilakukan sepanjang data penetapan pengusaha sebagai MITA Kepabeanan atau AEO tersebut telah tersedia pada basis data Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Pencabutan penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah atas pengusaha yang merupakan MITA Kepabeanan atau AEO dapat dilakukan setelah Direktorat Jenderal Pajak menerima data atau informasi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terkait pencabutan keputusan penetapan MITA Kepabeanan atau AEO yang disampaikan secara berkala. |
(4) | Pengusaha Kena Pajak pabrikan atau produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf e dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dengan melampirkan surat pernyataan mengenai keberadaan tempat untuk melakukan kegiatan produksi. |
(1) | Direktur
Jenderal Pajak melalui Kepala KPP dalam jangka waktu 15 (lima belas)
hari kerja sejak permohonan penetapan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) diterima secara lengkap, menerbitkan:
|
(2) | Keputusan
penetapan SPC atau KIK sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dinyatakan tidak berlaku
dalam hal Pengusaha Kena Pajak dilakukan:
|
(3) | Dalam hal surat keputusan penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dinyatakan tidak berlaku, maka terhadap SPC atau KIK sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah diterbitkan surat pemberitahuan pencabutan penetapan SPC atau KIK sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah. |
(1) | Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu dan merupakan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN pada setiap Masa Pajak, dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan. |
(2) | Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai PPN. |
(1) | Permohonan Pengembalian Pendahuluan, yang diajukan oleh:
| ||||||||||||||||
(2) | Permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan oleh Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi permohonan Pengembalian Pendahuluan atas SPT atau pembetulan SPT pada Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum atau setelah Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah. | ||||||||||||||||
(3) | Berdasarkan hasil penelitian terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP dapat menerbitkan SKPPKP. | ||||||||||||||||
(4) | Kredit pajak yang dapat diperhitungkan dalam penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
| ||||||||||||||||
(5) | Termasuk
dalam pengertian Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b angka 2 yaitu Pajak
Masukan yang tercantum dalam dokumen Surat Penetapan Pembayaran Bea
Masuk, Cukai, dari/atau Pajak yang:
| ||||||||||||||||
(6) | Dalam hal kredit pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kredit pajak tersebut tidak diperhitungkan. |
(1) | SPC atau KIK sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN pada Masa Pajak perolehan Real Estat, dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.03/2015. |
(2) | Terhadap
permohonan Pengembalian Pendahuluan yang disampaikan oleh SPC atau KIK
sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Kepala KPP melakukan penelitian terhadap:
|
(3) | Termasuk dalam penelitian terhadap penetapan SPC atau KIK sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah masih berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi penelitian mengenai pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). |
(4) | Penelitian
terhadap kebenaran pembayaran PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf e dilakukan terhadap kredit pajak yang dapat diperhitungkan dalam
SPT Masa PPN, meliputi:
|
(5) | Pajak Masukan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diperhitungkan sebagai kredit pajak yang dapat diperhitungkan. |
(6) | Hasil penelitian terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan hasil penelitian. |
(7) | Berdasarkan laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak:
|
(1) | Terhadap kredit pajak yang tidak diperhitungkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) atau Pasal 8 ayat (5), Wajib Pajak Pemohon dapat mengajukan kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan melalui surat tersendiri. |
(2) | Pengajuan
kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan melalui surat tersendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan
permohonan:
|
(3) | Pengajuan
kembali permohonan Pengembalian Pendahuluan melalui surat tersendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal:
|
(4) | Dalam hal Wajib Pajak Pemohon tidak mengajukan kembali permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT Masa PPN dengan mengkompensasikan kelebihan pembayaran pajak yang tidak diperhitungkan ke Masa Pajak berikutnya. |
(1) | Pengembalian Pendahuluan untuk Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat diberikan dalam hal pada Masa Pajak yang diajukan Pengembalian Pendahuluan terdapat kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). |
(2) | Pengembalian
Pendahuluan untuk Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Wajib Pajak
Persyaratan Tertentu diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) tidak diberikan Pengembalian Pendahuluan dalam hal permohonan Pengembalian Pendahuluan Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi ketentuan penelitian kewajiban formal dan/atau ketentuan penelitian kewajiban material sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018. |
(4) | Tidak termasuk sebagai Wajib Pajak Persyaratan Tertentu yaitu Pengusaha Kena Pajak yang belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar tidak melebihi batasan jumlah lebih bayar bagi Wajib Pajak Persyaratan Tertentu. |
(1) | Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah membetulkan SPT Masa PPN sebelum SKPPKP diterbitkan, dasar penerbitan SKPPKP yaitu penelitian atas pembetulan SPT Masa PPN. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak melakukan pembetulan SPT atas Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, yang telah diterbitkan SKPPKP, Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak harus memperhitungkan jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam SKPPKP pada pembetulan SPT dimaksud. |
(3) | Dalam hal pembetulan SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak, kepada Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas jumlah pajak yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) atau ayat (2a) Undang-Undang KUP. |
(4) | Dalam hal pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan:
|
(5) | Dalam hal pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), SKPPKP atas pembetulan SPT dapat diterbitkan dengan ketentuan jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam SKPPKP atas SPT dan jumlah lebih bayar dalam pembetulan SPT tidak melebihi batasan jumlah lebih bayar bagi Wajib Pajak Persyaratan Tertentu. |
(6) | Dalam hal jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam SKPPKP atas SPT dan jumlah lebih bayar dalam pembetulan SPT melebihi batasan jumlah lebih bayar bagi Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, maka SKPPKP atas pembetulan SPT tidak dapat diterbitkan dan atas kelebihan pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang KUP. |
(1) | Terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN yang disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), Kepala KPP menindaklanjuti dengan menerbitkan surat pemberitahuan tidak dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan dan atas kelebihan pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang KUP. |
(2) | Dalam hal terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN oleh SPC atau KIK sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah ditindaklanjuti dengan menerbitkan surat pemberitahuan tidak dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7) huruf b, atas kelebihan pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang KUP. |
(3) | Dalam hal permohonan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau Pasal 11 ayat (5), Kepala KPP menindaklanjuti dengan menerbitkan surat pemberitahuan tidak dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan dan atas kelebihan pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang KUP. |
(4) | Dalam
hal permohonan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN
ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang KUP
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan berdasarkan hasil pemeriksaan
masih terdapat kelebihan pembayaran PPN, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
|