Tata Cara Melakukan Pencatatan dan Kriteria Tertentu Serta Tata Cara Menyelenggarakan Pembukuan Untuk Tujuan Perpajakan
(1) | Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan Pembukuan. |
(2) | Dikecualikan
dari kewajiban menyelenggarakan Pembukuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, meliputi:
|
(1) | Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak terutang. |
(2) | Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan:
|
(1) | Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang:
|
(2) | Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan melakukan pencatatan, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari Tahun Pajak yang bersangkutan. |
(3) | Dalam
hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baru terdaftar pada
Tahun Pajak yang bersangkutan, pemberitahuan penggunaan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan paling lambat:
|
(4) | Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), Wajib Pajak tersebut dianggap memilih menyelenggarakan Pembukuan. |
(1) | Wajib
Pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c merupakan Wajib Pajak orang
pribadi yang:
|
(2) | Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan pencatatan tanpa pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. |
(1) | Peredaran bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan Pasal 5 ayat (1) huruf b angka 2 didasarkan pada jumlah keseluruhan peredaran bruto dari setiap jenis dan/atau tempat usaha dan/atau pekerjaan bebas pada Tahun Pajak sebelumnya. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi merupakan suami isteri yang:
|
(1) | Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang harus dilakukan oleh:
|
(2) | Bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c yang mempunyai lebih dari 1 (satu) jenis usaha dan/atau pekerjaan bebas, tempat usaha dan/atau pekerjaan bebas, pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat menggambarkan secara jelas untuk setiap jenis dan/atau tempat usaha dan/atau pekerjaan bebas yang bersangkutan. |
(3) | Selain harus melakukan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus melakukan pencatatan atas harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi secara elektronik maupun non-elektronik. |
(2) | Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data, wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, pada tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak orang pribadi. |
(1) | Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus diselenggarakan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia, kecuali peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan menentukan lain. |
(2) | Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan:
|
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Pembukuan dapat diselenggarakan dengan menggunakan:
|
(4) | Prinsip taat asas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan prinsip yang sama yang digunakan dalam metode Pembukuan dengan Tahun Pajak-Tahun Pajak sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. |
(5) | Prinsip taat asas dalam metode Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat berupa:
|
(6) | Perubahan terhadap metode Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. |
(7) | Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai:
|
(8) | Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar untuk menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. |
(1) | Untuk tujuan perpajakan, Pembukuan dengan stelsel kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c yang merupakan bagian dari stelsel pengakuan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) huruf a, dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak tertentu. |
(2) | Wajib Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
|
(3) | Peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 didasarkan pada jumlah keseluruhan peredaran bruto dari setiap jenis dan/atau tempat usaha pada Tahun Pajak sebelumnya. |
(4) | Stelsel
kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu metode
penghitungan yang didasarkan pada transaksi secara tunai, dengan
ketentuan:
|
(5) | Penyelenggaraan
Pembukuan dengan stelsel kas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk
tujuan perpajakan merupakan stelsel campuran dan harus tetap
melaksanakan ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf b dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama. |
(2) | Penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf c dilakukan dalam bagian yang sama besar selama masa manfaat:
|
(3) | Amortisasi atas harta tak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) huruf c dilakukan dalam bagian yang sama besar selama masa manfaat 4 (empat) tahun. |
(4) | Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimulai pada Tahun Pajak diperolehnya harta. |
(5) | Biaya yang merupakan pembayaran di muka untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dilakukan sekaligus pada Tahun Pajak dibayarkannya biaya tersebut secara tunai. |
(6) | Bagi
Wajib Pajak tertentu yang menyelenggarakan Pembukuan dengan stelsel kas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) yang tidak dapat
memisahkan antara biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan dan biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dalam
rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanan biaya
dilakukan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah:
|
(1) | Wajib Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), harus menyampaikan pemberitahuan setiap Tahun Pajak untuk dapat menyelenggarakan Pembukuan dengan stelsel kas. |
(2) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Wajib Pajak Berstatus Pusat secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak atau saluran lain yang terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Dalam
hal laman atau saluran lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum
tersedia, pemberitahuan dapat dilakukan secara tertulis dengan
menyampaikan:
|
(4) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lambat bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Tahun Pajak sebelumnya. |
(6) | Untuk Wajib Pajak yang baru terdaftar, kewajiban pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan paling lambat pada:
|
(1) | Pemberitahuan penyelenggaraan Pembukuan dengan stelsel kas yang disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) dan ayat (6) di anggap disetujui dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2). |
(2) | Atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), sistem Direktorat Jenderal Pajak:
|
(3) | Atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak:
|
(4) | Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2):
|
(6) | Dalam hal Direktur Jenderal Pajak:
|
(7) | Wajib Pajak yang tidak dapat menyelenggarakan Pembukuan dengan stelsel kas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), dianggap telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak untuk menyelenggarakan Pembukuan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dengan stelsel akrual. |
(1) | Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak secara elektronik maupun non-elektronik. |
(2) | Buku,
catatan, dan dokumen yang menjadi dasar Pembukuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data wajib
disimpan selama 10 ( sepuluh) tahun di Indonesia, pada:
|
(1) | Wajib
Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) yang
Pembukuannya mengalami perubahan dari stelsel akrual menjadi stelsel kas
berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||
(2) | Wajib
Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) yang
Pembukuannya mengalami perubahan dari stelsel kas menjadi stelsel akrual
berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), dapat melakukan pencatatan mulai awal Tahun Pajak berlakunya Peraturan Menteri ini. |
(2) | Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a yang baru terdaftar sejak awal Tahun Pajak berlakunya Peraturan Menteri ini sampai dengan tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini, dapat menyampaikan pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |