Penegasan Sehubungan dengan Surat Pemberitahuan untuk Hadir (SPUH) dan Pembukuan, Catatan, Data, Informasi atau Keterangan Lain Dalam Proses Keberatan
(1) | Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. |
(2) | Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis. |
(3) | Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar. |
(4) | Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b dan huruf d, Wajib Pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. |
(5) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. |
(1) | Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. |
(2) | Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , antara lain, mengatur tentang pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya. |
(3) | Apabila Wajib Pajak tidak menggunakan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), proses keberatan tetap dapat diselesaikan. |
(4) | Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya. |
Ayat (1) | : | Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai dengan Tahun Pajak 2007 yang belum diselesaikan, berlaku ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000. |
Ayat (2) huruf f | : | proses penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 26A Undang-Undang untuk pengajuan keberatan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 2007 berlaku ketentuan berdasarkan Undang-Undang. |
Pasal 8 | : | Sebelum Direktur Jenderal Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir, hal-hal yang dapat dilakukan dalam proses penyelesaian keberatan adalah sebagai berikut :
|
Pasal 9 ayat (1) | : | Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir kepada Wajib Pajak guna memberi keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya. |
Pasal 9 ayat (2) | : | Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir pada waktu yang ditentukan dalam Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak. |
Pasal 10 | : | Pembukuan, catatan, data, informasi atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan. |
Pasal 1 angka 14 | : | Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan. |
Pasal 9 huruf a angka 4 | : | Kertas Kerja Pemeriksaan wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh Wajib Pajak. |
Pasal 9 huruf b angka 2 | : | Kertas Kerja Pemeriksaan harus memberikan gambaran mengenai data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh. |
Pasal 10 huruf b angka 5 dan angka 6 | : | Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan antara lain mengenai Data/informasi yang tersedia dan buku dan dokumen yang dipinjam. |
Pasal 15 ayat (1) huruf a | : | Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan Pemeriksaan Lapangan Buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak, dipinjam pada saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman. |
Pasal 15 ayat (2) huruf b | : | Dalam hal Pemeriksaan dilaksanakan dengan Pemeriksaan Kantor Buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib dipinjamkan pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan dan Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman. |
Pasal 16 ayat (1) | : | Setiap penyerahan buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain dari Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak harus membuat bukti peminjaman. |
Pasal 6 ayat (2) | : | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang diperlukan belum diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan, Dokumen yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan. |
Pasal 6 ayat (3) | : | Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen dari Wajib Pajak yang berkaitan dengan pemenuhan Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak harus membuat Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen. |
Pasal 6 ayat (4) | : | Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak harus membuat Surat Pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak adalah sesuai dengan aslinya. |
Pasal 6 ayat (5) | : | Dalam hal untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Pajak:
|
Pasal 24 | : | Buku, Catatan, dan dokumen yang dipinjam harus dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan dan Dokumen paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. |
Pasal 5 ayat (1) | : | Melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak memanggil Wajib Pajak dengan menggunakan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan dan Dokumen Yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan. |
Pasal 5 ayat (5) | : | Terhadap buku, catatan, dan dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang dibawa pada saat Wajib Pajak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen. |
a.1. | Pemeriksa Pajak harus membuat Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, Dokumen, Data, Informasi, atau Keterangan Lain kepada Wajib Pajak secara jelas dan rinci. | ||||||||
a.2. | Pemeriksa Pajak harus membuat Bukti Peminjaman Buku, Catatan, Dokumen, Data, Informasi, atau Keterangan Lain kepada Wajib Pajak secara jelas dan rinci. | ||||||||
a.3. | Pemeriksa Pajak harus membuat Bukti Pengembalian Buku, Catatan, Dokumen, Data, Informasi, atau Keterangan Lain kepada Wajib Pajak secara jelas dan rinci. | ||||||||
a.4. | Mengadministrasikan berkas dan surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan dengan baik. | ||||||||
a.5. | Menjelaskan secara rinci dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) mengenai buku, catatan, dokumen, data, informasi, atau keterangan lain yang diberikan oleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan, antara lain informasi mengenai :
| ||||||||
a.6. | Melampirkan fotokopi buku, catatan, dokumen, data, informasi, atau keterangan lain Wajib Pajak atau salinan softcopy yang menjadi sumber/dasar koreksi Pemeriksa sebagai satu kesatuan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP). |
b.1. | Jangka waktu penyelesaian keberatan paling lama adalah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima. | ||||||||||||
b.2. | Dalam rangka pelaksanaan pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 26A ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007, harus mengirimkan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir. | ||||||||||||
b.3. | Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir pada waktu yang ditentukan dalam Surat Pemberitahuan Untuk Hadir, proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak dan harus dibuat Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak. | ||||||||||||
b.4. | Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 harus dipastikan bahwa buku, catatan, dokumen, data, informasi, atau keterangan lain yang diberikan oleh Wajib Pajak dapat dipertimbangkan dalam proses keberatan, dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :
|