Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Persenjataan, Amunisi, Perlengkapan Militer dan Kepolisian, Termasuk Suku Cadang, serta Barang dan Bahan yang Dipergunakan untuk Menghasilkan Barang yang Dipergunakan bagi Keperluan Pertahanan dan Keamanan Negara
(1) | Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a merupakan barang yang digunakan oleh lembaga kepresidenan, Departemen Pertahanan, Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Intelijen Negara, atau Lembaga Sandi Negara. |
(2) | Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah barang sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan barang dan bahan yang digunakan oleh industri tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai produsen barang untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara, dan untuk menghasilkan barang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara. |
(2) | Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah barang dan bahan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diimpor oleh lembaga/badan yang meliputi :
|
(2) | Impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga, berdasarkan perjanjian kejasama dengan lembaga kepresidenan, Departemen Pertahanan, Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Intelijen Negara, atau Lembaga Sandi Negara. |
(3) | Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, diimpor oleh industri tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai produsen barang untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara, berdasarkan perjanjian kerjasama atau Kontrak Jual Beli dengan Departemen Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
(1) | Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, lembaga/badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud ayat (2), harus mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang sesuai dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII, Lampiran VIII, Lampiran IX, Lampiran X, Lampiran XI, Lampiran XII Peraturan Menteri Keuangan ini, dengan melampirkan :
|
(2) | Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh :
|
(3) | Surat permohonan harus mencantumkan uraian barang dan nomor daftar barang sebagaimana ditetapkan Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(4) | Atas permohonan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri memberikan persetujuan/ endorsement pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(5) | Dalam hal atas impor barang yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) juga diberikan fasilitas pajak dalam rangka impor sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, persetujuan/endorsement dilakukan pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang tidak diatur lain berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(6) | Dalam hal atas impor barang yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) juga diberikan fasilitas pajak dalam rangka impor sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, surat kontrak kerja atas pengadaan barang sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf b harus menyebutkan secara tegas bahwa harga dalam surat kontrak kerja tidak meliputi pembayaran pajak dalam rangka impor. |
(1) | Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, industri tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), mengajukan permohonan pembebasan bea masuk kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan :
|
(2) | Atas permohonan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan pembebasan bea masuk. |
(3) | Atas permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan disertai dengan alasan penolakan. |
(4) | Kepala Kantor Pabean melakukan pengawasan terhadap jenis dan jumlah barang impor yang telah diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dengan menggunakan kartu kendali. |
(1) | Atas permohonan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 9, Menteri memberikan persetujuan atau penolakan. |
(2) | Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk disetujui, Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan keputusan pembebasan bea masuk. |
(3) | Keputusan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat rincian jumlah, jenis dan nilai pabean dari barang yang diberikan pembebasan bea masuk, serta penunjukan pelabuhan tempat pembongkaran. |
(4) | Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk ditolak, Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri membuat surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Juni 2009 MENTERI KEUANGAN, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |