Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme
Menimbang :
Mengingat :
Menetapkan :
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
(1) | Pengaturan dalam Peraturan Presiden ini melingkupi penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi. |
(2) | Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(1) | Setiap Korporasi wajib menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi. |
(2) | Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit merupakan 1 (satu) personil yang memiliki masing-masing kriteria sesuai dengan bentuk Korporasi. |
(1) | Pemilik Manfaat dari perseroan terbatas merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
|
(2) | Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d. |
(1) | Pemilik Manfaat dari yayasan merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
|
(2) | Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b. |
(1) | Pemilik Manfaat dari perkumpulan merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
|
(2) | Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c. |
(1) | Pemilik Manfaat dari koperasi merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
|
(2) | Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b. |
(1) | Pemilik Manfaat dari persekutuan komanditer merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
|
(2) | Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b. |
(1) | Pemilik Manfaat dari persekutuan firma merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
|
(2) | Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b. |
(1) | Pemilik Manfaat dari bentuk korporasi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf g merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria:
|
(2) | Orang perseorangan yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e merupakan orang perseorangan yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b. |
(1) | Korporasi menentukan kategori penetapan Pemilik Manfaat dari Korporasi sesuai dengan informasi yang telah disampaikan oleh Korporasi kepada Instansi Berwenang. |
(2) | Penentuan kategori penetapan Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menilai tingkat kualitas informasi Pemilik Manfaat. |
(3) | Kategori penetapan Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagai berikut:
|
(4) | Teridentifikasinya Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan kategori Korporasi yang telah menetapkan Pemilik Manfaat setelah dilakukan identifikasi dan verifikasi Pemilik Manfaat dari Korporasi. |
(5) | Belum teridentifikasinya Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan kategori Korporasi yang telah menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi, namun belum dilakukan identifikasi dan verifikasi. |
(6) | Belum terverifikasinya Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan kategori Korporasi yang telah menetapkan Pemilik Manfaat dari Korporasi setelah identifikasi dilakukan, namun verifikasi belum dilakukan. |
(1) | Selain Pemilik Manfaat yang telah ditetapkan oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Instansi Berwenang dapat menetapkan Pemilik Manfaat lain. |
(2) | Penetapan Pemilik Manfaat lain oleh Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas dasar penilaian Instansi Berwenang yang bersumber dari:
|
(3) | Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(1) | Korporasi wajib menerapkan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi. |
(2) | Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menunjuk pejabat atau pegawai untuk:
|
(1) | Prinsip mengenali Pemilik Manfaat oleh Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 meliputi:
|
(2) | Penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat oleh Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat:
|
(1) | Korporasi melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a melalui pengumpulan informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi. |
(2) | Pengumpulan informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mencakup:
|
(3) | Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilengkapi dengan dokumen pendukung. |
(1) | Korporasi melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b melalui penelitian kesesuaian antara informasi Pemilik Manfaat dengan dokumen pendukung. |
(2) | Dalam hal diperlukan, Instansi Berwenang dapat melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b. |
(1) | Korporasi wajib menyampaikan informasi yang benar mengenai Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang. |
(2) | Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan surat pernyataan dari Korporasi mengenai kebenaran informasi yang disampaikan kepada Instansi Berwenang. |
(3) | Pihak yang dapat menyampaikan informasi Pemilik Manfaat dari Korporasi meliputi:
|
(1) | Penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi pada saat permohonan pendirian, pendaftaran, pengesahan, persetujuan, atau perizinan usaha Korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a dilakukan melalui:
|
(2) | Korporasi yang belum menyampaikan informasi Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menetapkan dan menyampaikan informasi Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Korporasi mendapat izin usaha/tanda terdaftar dari instansi/lembaga berwenang. |
(3) | Korporasi menyampaikan informasi atau surat pernyataan Pemilik Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) melalui Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi. |
(1) | Penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi pada saat Korporasi menjalankan usaha atau kegiatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan cara Korporasi menyampaikan setiap perubahan informasi Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang melalui Sistem Pelayanan Administrasi Korporasi. |
(2) | Penyampaian perubahan informasi Pemilik Manfaat oleh Korporasi kepada Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak terjadinya perubahan informasi Pemilik Manfaat. |
Korporasi wajib melakukan pengkinian informasi Pemilik Manfaat secara berkala setiap 1 (satu) tahun.
(1) | Korporasi, notaris, atau pihak lain yang menerima kuasa dari Korporasi wajib menatausahakan dokumen terkait Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun sejak tanggal pendirian atau pengesahan Korporasi. |
(2) | Dalam hal Korporasi bubar, likuidator wajib menatausahakan dokumen terkait Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun sejak pembubaran Korporasi. |
(3) | Dokumen terkait Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
|
(1) | Pengawasan terhadap pelaksanaan penerapan prinsip mengenali Pemilik Manfaat dilakukan oleh Instansi Berwenang. |
(2) | Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Berwenang memiliki kewenangan:
|
(3) | Pengawasan oleh Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil penilaian risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme. |
(4) | Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Berwenang bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. |
(5) | Dalam hal diperlukan untuk kepentingan pengawasan, Instansi Berwenang dapat berkoordinasi dengan lembaga terkait sesuai dengan kewenangannya. |
(1) | Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme oleh Korporasi, Instansi Berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi Pemilik Manfaat dengan instansi peminta, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. |
(2) | Pelaksanaan keija sama pertukaran informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam lingkup nasional dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Pelaksanaan kerja sama pertukaran informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam lingkup internasional dilakukan oleh Instansi Berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang hubungan luar negeri dan perjanjian internasional. |
(1) | Kerja sama pertukaran informasi Pemilik Manfaat antara Instansi Berwenang dengan instansi peminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) berupa permintaan atau pemberian informasi Pemilik Manfaat secara elektronik atau nonelektronik. |
(2) | Instansi peminta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Pemberian informasi Pemilik Manfaat secara elektronik oleh Instansi Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemberian hak akses kepada instansi peminta. |
(4) | Pemberian hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada kerja sama antara Instansi Berwenang dan instansi peminta. |
(1) | Selain dengan instansi peminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Instansi Berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi Pemilik Manfaat dengan pihak pelapor. |
(2) | Pihak pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan setiap orang yang menurut peraturan perundang-undangan mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang wajib menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. |
(3) | Pemberian informasi Pemilik Manfaat kepada pihak pelapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Instansi Berwenang dalam rangka penerapan prinsip mengenali pengguna jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Setiap orang dapat meminta informasi Pemilik Manfaat kepada Instansi Berwenang. |
(2) | Permintaan informasi mengenai Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keterbukaan informasi publik. |
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Maret 2018 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Maret 2018
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY