Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi Khusus
(1) | Terhadap Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK diberikan fasilitas berupa:
|
(2) | Bidang usaha yang memperoleh fasilitas di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
(4) | Untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha harus memenuhi syarat umum sebagai berikut:
|
(1) | Untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK dalam kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang wajib melalui SINSW yang terhubung dengan sistem DJBC. |
(2) | Untuk mendapatkan fasilitas penangguhan bea masuk, Badan Usaha atau Pelaku Usaha wajib mendayagunakan sistem persediaan berbasis teknologi informasi (IT Inventory). |
(3) | SINSW di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan prinsip-prinsip:
|
(4) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK yang telah menyelesaikan masa Pembangunan atau Pengembangan, harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada Saat Mulai Berproduksi Komersial. |
(1) | Fasilitas Pajak Penghasilan di KEK meliputi:
|
(2) | Badan Usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha di KEK, dapat diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. |
(3) | Pelaku Usaha di KEK yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b. |
(4) | Pelaku Usaha di KEK yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Lainnya dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. |
(5) | Terhadap Penanaman Modal pada Kegiatan Utama yang dilakukan oleh Pelaku Usaha di KEK dan telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. |
(6) | Terhadap Penanaman Modal pada Kegiatan Utama yang dilakukan oleh Pelaku Usaha dan telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tidak dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. |
(1) | Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang. |
(2) | Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a diberikan untuk nilai Penanaman Modal paling sedikit Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah). |
(1) | Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diberikan kepada Badan Usaha:
|
(2) | Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diberikan kepada Pelaku Usaha yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama di KEK dengan jangka waktu sebagai berikut:
|
(3) | Setelah jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) berakhir, Badan Usaha atau Pelaku Usaha diberikan pengurangan Pajak Penghasilan badan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya. |
(4) | Terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan Usaha dari Kegiatan Usaha Utama berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Pelaku Usaha dari Kegiatan Usaha Utama berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(6) | Penghasilan yang diterima atau diperoleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dari luar Kegiatan Usaha Utama, tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. |
(7) | Tata cara penerbitan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang Pajak Penghasilan. |
a. | pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah nilai Penanaman Modal berupa aktiva tetap berwujud, termasuk tanah, yang digunakan untuk Kegiatan Usaha Utama, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) pertahun; | ||||||||||||||||||||||||
b. | penyusutan yang dipercepat atas Aktiva Tetap Berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas Aktiva Tak Berwujud yang diperoleh dalam rangka Penanaman Modal, dengan masa manfaat dan tarif penyusutan serta tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||
c. | pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku; dan | ||||||||||||||||||||||||
d. | kompensasi kerugian selama 10 (sepuluh) tabun. |
(1) | Untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Badan Usaha harus memenuhi kriteria:
| ||||||||
(2) | Untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Pelaku Usaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
| ||||||||
(3) | Dalam hal Pelaku Usaha melakukan Penanaman Modal pada KEK yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Jawa Timur, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha juga harus memenuhi komitmen untuk merealisasikan rencana Penanaman Modal dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya keputusan mengenai pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan. | ||||||||
(4) | Untuk dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pelaku Usaha harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
| ||||||||
(5) | Dalam hal Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, selain memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan/atau ayat (4), Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus melampirkan surat keterangan fiskal seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian atau akta perubahan terakhir. | ||||||||
(6) | Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham, surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dimiliki oleh pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir. | ||||||||
(7) | Surat keterangan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Penentuan kesesuaian dalam pemenuhan kriteria untuk:
|
(2) | Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan pemberitahuan kepada Badan Usaha:
|
(3) | Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan pemberitahuan kepada Pelaku Usaha:
|
(4) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a, atau ayat (3) huruf b, dapat melanjutkan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan badan secara daring melalui sistem OSS. |
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan mengunggah dokumen yang meliputi:
|
(6) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah diterima secara lengkap, disampaikan oleh sistem OSS kepada Menteri sebagai usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan, dan sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha bahwa permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sedang dalam proses. |
(7) | Pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial. |
(8) | Permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan:
|
(1) | Dalam hal sistem OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) tidak tersedia, penentuan kesesuaian pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) dapat dilakukan secara luring. |
(2) | Pengajuan permohonan secara luring disampaikan kepada Menteri melalui Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (8). |
(3) | Tata cara penentuan pemenuhan kriteria dan pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal. |
(1) | Pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK diputuskan oleh Menteri. |
(2) | Penetapan keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) atau pengajuan permohonan fasilitas Pajak Penghasilan secara luring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. |
(3) | Keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal untuk dan atas nama Menteri. |
(4) | Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah usulan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) atau Pasal 10 diterima secara lengkap dan benar. |
(5) | Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a paling sedikit meliputi:
|
(6) | Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi:
|
(7) | Pelaksanaan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan di KEK yang dilaksanakan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan per triwulan. |
(8) | Pemberian keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal. |
(1) | Pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a mulai berlaku sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial. |
(2) | Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b mulai berlaku:
|
(3) | Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) huruf a ditetapkan oleh Menteri berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah Direktur Jenderal Pajak menerima permohonan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(2) | Permohonan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha disampaikan setelah Saat Mulai Berproduksi Komersial. |
(3) | Permohonan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Badan Usaha melalui sistem OSS dengan mengunggah dokumen yang meliputi:
|
(4) | Permohonan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pelaku Usaha melalui sistem OSS dengan mengunggah dokumen yang meliputi:
|
(5) | Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha, wakil dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha, kuasa dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha, atau pegawai dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(6) | Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
|
(7) | Jumlah nilai Penanaman Modal yang ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d angka 2 menjadi dasar penentuan jangka waktu fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). |
(8) | Jumlah nilai aktiva tetap berwujud yang ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d angka 3 menjadi dasar penghitungan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a. |
(9) | Dalam rangka pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak:
|
(1) | Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dan huruf f terpenuhi bagi Badan Usaha, atau Pasal 14 huruf c, huruf f, dan huruf h terpenuhi bagi Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Menteri menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang memuat:
|
(2) | Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dan huruf f terpenuhi bagi Badan Usaha, Menteri menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang memuat:
|
(3) | Badan Usaha yang memperoleh keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial. |
(4) | Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf d, huruf f, dan huruf h terpenuhi bagi Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, Menteri menetapkan keputusan penyesuaian jangka waktu dan penetapan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan bagi Pelaku Usaha yang memuat:
|
(5) | Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf j terpenuhi, Menteri menetapkan keputusan pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b yang memuat:
|
(6) | Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf 1 terpenuhi, Menteri menerbitkan surat yang menyatakan bahwa Badan Usaha atau Pelaku Usaha belum berproduksi komersial dan Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat mengajukan kembali permohonan penetapan Saat Mulai Berproduksi Komersial. |
(7) | Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf n terpenuhi, Menteri menerbitkan surat yang menyatakan bahwa permohonan Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak dapat diproses atau tidak dapat dipertimbangkan. |
(8) | Penetapan keputusan pemanfaatan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (5), keputusan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), serta penerbitan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri. |
(1) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a harus:
|
(2) | Dalam hal terdapat biaya bersama bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanan biaya bersama dialokasikan secara proporsional. |
(3) | Badan Usaha yang memperoleh keputusan pemanfaatan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Wajib merealisasikan rencana penanaman modal paling sedikit Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah) dalam waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak Saat Mulai Berproduksi Komersial. |
(1) | Badan Usaha yang telah memperoleh keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), wajib menyampaikan laporan berupa realisasi Penanaman Modal sejak tahun pajak Saat Mulai Berproduksi Komersial sampai dengan jangka waktu pemanfaatan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK berakhir kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal setiap 1 (satu) tahun pajak. |
(2) | Pelaku Usaha yang telah memperoleh keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), wajib menyampaikan laporan berupa:
|
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. |
(5) | Dalam hal Badan Usaha atau Pelaku Usaha:
|
(6) | Dalam hal setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha, wakil dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha, kuasa dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha, Badan Usaha atau Pelaku Usaha menyampaikan laporan namun tidak memenuhi contoh format yang tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat diusulkan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. |
(1) | Pelaku Usaha yang telah mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, dilarang menggunakan Aktiva Tetap Berwujud yang mendapatkan fasilitas pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a selain untuk tujuan pemberian fasilitas atau dialihkan, kecuali diganti dengan Aktiva Tetap Berwujud yang baru, sebelum berakhirnya jangka waktu yang lebih lama antara:
| ||||||||||||||||||
(2) | Aktiva Tak Berwujud yang mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b angka 2 dilarang digunakan selain untuk tujuan pemberian fasilitas atau dialihkan, kecuali diganti dengan Aktiva Tak Berwujud yang baru, sebelum berakhirnya masa manfaat Aktiva Tak Berwujud dimaksud sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b angka 2. | ||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal penggantian Aktiva Tetap Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
| ||||||||||||||||||
(4) | Tata cara penghitungan terkait penggantian aktiva tetap berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||||||||||||||
(5) | Aktiva Tetap Berwujud pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b. |
(1) | Keputusan pemberian fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) yang diperoleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dicabut, dalam hal:
|
(2) | Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. |
(3) | Pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri. |
(1) | Terhadap Pelaku Usaha yang dilakukan pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, namun masih bertempat kedudukan di KEK, diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b. |
(2) | Terhadap Penanaman Modal Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang telah dilakukan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j, fasilitas Pajak Penghasilan yang telah dimanfaatkan Badan Usaha atau Pelaku Usaha wajib dibayar kembali dan Badan Usaha atau Pelaku Usaha dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Pajak Penghasilan yang wajib dibayarkan kembali beserta sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihitung sejak tahun pajak saat ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf i dilakukan. |
(4) | Terhadap Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang telah dilakukan pencabutan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat lagi diberikan fasilitas Pajak Penghasilan di KEK. |
(1) | Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e meliputi;
|
(2) | Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d diberikan pada masa Pembangunan/Pengembangan KEK sesuai dengan bidang usahanya berupa:
|
(3) | Dalam hal KEK berasal dari sebagian atau keseluruhan wilayah Kawasan Bebas, berlaku ketentuan sebagai berikut;
|
(1) | Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha kepada pembeli dan/atau penerima jasa yang berkedudukan di TLDDP dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak yang mendapat fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
(1) | Pelaku Usaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan pengeluaran barang yang bukan merupakan penyerahan ke TLDDP, wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang terkait langsung dengan penyerahan yang pada saat impor, pemanfaatan, atau penyerahannya tidak dipungut. |
(2) | Dikecualikan dari kewajiban melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terkait langsung dengan penyerahan Barang Kena Pajak ke TLDDP atas impor barang modal berupa mesin dan/atau peralatan yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha dalam masa Pembangunan dan/atau Pengembangan KEK yang pada saat impornya tidak dipungut dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Dalam hal Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) berasal dari luar Daerah Pabean, Pelaku Usaha wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang pada saat impor atau pemanfaatannya tidak dipungut. |
(2) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung berdasarkan Harga Jual dan/atau Penggantian pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari KEK ke TLDDP. |
(3) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilunasi paling lambat pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak atau pengeluaran Barang Kena Pajak dari KEK. |
(4) | Saat pengeluaran Barang Kena Pajak dari KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan tanggal persetujuan pengeluaran barang dalam dokumen kepabeanan. |
(5) | Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas:
|
(6) | Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, diisi dengan mencantumkan keterangan berupa Kode Akun Pajak 411212 (Pajak Pertambahan Nilai Impor) dan Kode Jenis Setoran 121 (pembayaran PPN Impor yang semula mendapatkan fasilitas). |
(7) | Pajak Pertambahan Nilai yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperhitungkan sebagai Pajak Pertambahan Nilai disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama. |
(1) | Dalam hal Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) berasal dari TLDDP, Kawasan Bebas, dan/atau TPB, Pelaku Usaha wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang pada saat perolehannya tidak dipungut. |
(2) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung berdasarkan Harga Jual dan/atau Penggantian pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dari KEK ke TLDDP. |
(3) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilunasi paling lambat pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak atau pengeluaran Barang Kena Pajak dari KEK. |
(4) | Saat pengeluaran barang dari KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan tanggal persetujuan pengeluaran barang dalam dokumen kepabeanan. |
(5) | Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan surat setoran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Surat Setoran Pajak. |
(6) | Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diisi dengan mencantumkan keterangan berupa Kode Akun Pajak 411211 (Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri) dan Kode Jenis Setoran 121 (pembayaran PPN yang semula mendapatkan fasilitas). |
(7) | Pajak Pertambahan Nilai yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperhitungkan sebagai Pajak Pertambahan Nilai disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama. |
(1) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 harus membuat:
|
(2) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang memperoleh Jasa Kena Pajak yang melekat pada barang dari TLDDP, antara lain jasa konstruksi, maklon, serta perawatan dan perbaikan harus membuat PPKEK yang memuat nilai Jasa Kena Pajak atas pemasukan barang yang terkait dengan Jasa Kena Pajak tersebut. |
(3) | PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | PPKEK dan/atau PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak, Barang Kena Pajak tidak berwujud, dan/atau Jasa Kena Pajak ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c dan huruf d untuk membuat Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. |
(5) | Dalam hal Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tercantum dalam PPKEK dan/atau PJKEK yang telah dibuatkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
|
(6) | Termasuk Barang Kena Pajak tidak dimasukkan ke KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a apabila pemasukan Barang Kena Pajak tidak terdata pada gate-in SINSW yang terintegrasi antara DJP dan DJBC dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(7) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diperkirakan tidak dapat terpenuhi, Badan Usaha dan Pelaku Usaha wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut terlewati. |
(8) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) hanya dapat diajukan satu kali dan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(9) | Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Surat Setoran Pajak. |
(10) | Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (9), diisi dengan mencantumkan keterangan berupa Kode Akun Pajak 411211 (Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri) dan Kode Jenis Setoran 122 (pembayaran PPN yang semula mendapatkan fasilitas). |
(11) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak dapat dikreditkan. |
(12) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang tidak melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau tidak membatalkan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak dapat membuat PPKEK untuk transaksi berikutnya. |
(1) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, harus membuat PJKEK atas setiap perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d dan huruf f dari TPB atau KEK. |
(2) | Pengusaha TPB dan Pelaku Usaha sebagai penjual harus membuat dokumen kepabeanan atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak dari TPB ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c dan/atau dari KEK ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e. |
(3) | PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat keterangan mengenai dokumen pemesanan barang (purchase order) oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha kepada Pengusaha TPB atau Pelaku Usaha di KEK lainnya. |
(5) | PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menjadi dasar bagi Pengusaha TPB dan Pelaku Usaha sebagai Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak, Barang Kena Pajak tidak berwujud, dan/atau Jasa Kena Pajak ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c sampai dengan huruf f untuk membuat Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. |
(6) | Dalam hal Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tercantum dalam dokumen kepabeanan dan/atau PJKEK yang telah dibuatkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5):
|
(7) | Termasuk Barang Kena Pajak tidak dimasukkan ke KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a apabila pemasukan Barang Kena Pajak tidak terdata pada gate-in sistem INSW yang terintegrasi antara DJP dan DJBC dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(8) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diperkirakan tidak dapat terpenuhi, Badan Usaha dan Pelaku Usaha wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut terlewati. |
(9) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) hanya dapat diajukan satu kali dan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(10) | Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Surat Setoran Pajak. |
(11) | Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (10), diisi dengan mencantumkan keterangan berupa Kode Akun Pajak 411211 (Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri) dan Kode Jenis Setoran 122 (pembayaran PPN yang semula mendapatkan fasilitas). |
(12) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (10) tidak dapat dikreditkan. |
(1) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, harus membuat PJKEK atas setiap pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d, dari Kawasan Bebas. |
(2) | Pengusaha di Kawasan Bebas harus membuat dokumen kepabeanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang kepabeanan atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c. |
(3) | PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat keterangan mengenai dokumen pemesanan barang (purchase order) oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha kepada Pengusaha di Kawasan Bebas. |
(5) | PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak tidak berwujud untuk tidak memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Kawasan Bebas ke KEK sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Kawasan Bebas. |
(6) | Dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang memuat keterangan mengenai dokumen pemesanan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menjadi dasar bagi Pengusaha di Kawasan Bebas yang menyerahkan Barang Kena Pajak ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c untuk tidak memungut dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pengeluaran Barang Kena Pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Kawasan Bebas. |
(7) | Dalam hal Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang tercantum dalam Dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kondisi sebagai berikut:
|
(8) | Termasuk Barang Kena Pajak tidak dimasukkan ke KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a apabila pemasukan Barang Kena Pajak tidak terdata pada gate-in sistem INSW yang terintegrasi antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau Dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(9) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diperkirakan tidak dapat terpenuhi, Badan Usaha dan Pelaku Usaha wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut terlewati. |
(10) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) hanya dapat diajukan satu kali dan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(11) | Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Surat Setoran Pajak. |
(12) | Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (11), diisi dengan mencantumkan keterangan berupa Kode Akun Pajak 411211 (Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri) dan Kode Jenis Setoran 122 (pembayaran PPN yang semula mendapatkan fasilitas). |
(13) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (11) tidak dapat dikreditkan. |
(1) | PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (1) dibuat menggunakan format yang tercantum dalam Lampiran Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(2) | PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (1) dapat dilakukan pembetulan dan/atau pembatalan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(3) | Pembetulan PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2)harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Pembatalan PJKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Pengusaha Kena Pajak yang berkedudukan di TLDDP, TPB, dan KEK lainnya yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c sampai dengan huruf f, wajib membuat Faktur Pajak. |
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak di TLDDP memuat keterangan kode transaksi 07 sepanjang Pengusaha Kena Pajak di TLDDP tersebut menerima PPKEK dan/atau PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagai pembeli dan/atau penerima jasa. |
(3) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak di TPB dan/atau KEK lainnya memuat keterangan kode transaksi 07 sepanjang Pengusaha Kena Pajak tersebut menerima:
|
(4) | Dokumen kepabeanan dan/atau PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) serta Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2), dapat digunakan sebagai dasar pembuatan beberapa Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. |
(5) | Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak menerima dokumen kepabeanan, PJKEK, dan/atau dokumen pemesanan barang (purchase order) atau tidak mencantumkan keterangan mengenai dokumen pemesanan barang (purchase order) dalam dokumen kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pengusaha Kena Pajak wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha. |
(6) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan cap atau keterangan "PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TIDAK DIPUNGUT SESUAI DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN". |
(7) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibetulkan berdasarkan pembetulan atau pembatalan dokumen kepabeanan dan PJKEK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Pelaku Usaha yang melakukan pengeluaran barang yang bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak ke TLDDP, wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang terkait dengan Barang Kena Pajak yang dikeluarkan yang pada saat impor, pemanfaatan, atau penyerahannya tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26. |
(2) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang wajib dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan Harga Jual, Penggantian, atau Nilai Impor pada saat pemasukan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak ke KEK. |
(3) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilunasi paling lambat pada saat pengeluaran Barang Kena Pajak dari KEK. |
(4) | Saat pengeluaran barang dari KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan tanggal persetujuan pengeluaran barang dalam dokumen kepabeanan. |
(5) | Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal Barang Kena Pajak:
|
(6) | Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, diisi dengan mencantumkan keterangan berupa:
|
(7) | Pajak Pertambahan Nilai yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperhitungkan sebagai Pajak Pertambahan Nilai disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama. |
(1) | Lokasi yang ditetapkan sebagai KEK harus memiliki batas yang jelas sesuai tahapannya, yang dapat berupa batas alam atau batas buatan. |
(2) | Untuk kepentingan pengawasan, sebagian atau seluruh KEK dapat ditetapkan sebagai Kawasan Pabean. |
(3) | Pada batas Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus ditetapkan pintu masuk atau pintu keluar barang untuk melakukan pengawasan terhadap barang yang masih terkandung kewajiban perpajakan dan kepabeanan. |
(4) | Penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas nama Menteri. |
(5) | Rekomendasi penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan usulan dari Administrator KEK setelah menerima permohonan dari Badan Usaha oleh:
|
(6) | Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling sedikit harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
(7) | Badan Usaha yang mengelola KEK ditetapkan sebagai pengelola Kawasan Pabean. |
(8) | Pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan dari KEK dilakukan dengan menggunakan PPKEK atau dokumen kepabeanan lain yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(9) | Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK dilakukan pemeriksaan pabean berdasarkan manajemen risiko. |
(10) | Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK, sepanjang menyangkut pemberian fasilitas tidak dipungut PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, pengawasannya menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | Atas pemasukan Barang Modal untuk pembangunan atau pengembangan KEK oleh Badan Usaha diberikan fasilitas perpajakan dan kepabeanan. |
(2) | Atas pemasukan Barang Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berasal dari:
|
(3) | Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan pemasukan Barang Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e. |
(4) | Jumlah dan jenis Barang Modal asal luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, ditetapkan oleh Administrator KEK. |
(5) | Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan kepada Badan Usaha untuk jangka waktu pengimporan paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya keputusan mengenai pemberian pembebasan bea masuk dan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(6) | Dalam hal Dewan Nasional memberikan perpanjangan jangka waktu pembangunan, jangka waktu pengimporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperpanjang sesuai dengan perpanjangan jangka waktu pembangunan. |
(7) | Badan Usaha yang telah memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tetapi belum merealisasikan seluruh importasinya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, dapat diberikan 1 (satu) kali perpanjangan jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu pengimporan. |
(8) | Dalam hal terdapat perubahan atas keputusan pembebasan bea masuk, perubahan hanya dapat dilakukan jika:
|
(9) | Dalam hal pemasukan Barang Modal tidak digunakan untuk pembangunan atau pengembangan KEK, Badan Usaha wajib membayar bea masuk dan PDRI dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang, serta dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan. |
(10) | Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan. |
(1) | Atas pemasukan Barang Modal untuk pembangunan atau pengembangan industri oleh Pelaku Usaha diberikan fasilitas perpajakan dan kepabeanan. |
(2) | Atas pemasukan Barang Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berasal dari:
|
(3) | Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan pemasukan Barang Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e. |
(4) | Jumlah dan jenis Barang Modal asal luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, ditetapkan oleh Administrator KEK. |
(5) | Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan kepada Pelaku Usaha untuk jangka waktu pengimporan paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak dimulainya pembangunan atau pengembangan industri. |
(6) | Pelaku usaha yang telah memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tetapi belum merealisasikan seluruh importasinya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, dapat diberikan 1 (satu) kali perpanjangan jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu pengimporan. |
(7) | Dalam hal terdapat perubahan atas keputusan pembebasan bea masuk, perubahan hanya dapat dilakukan jika:
|
(8) | Dalam hal pemasukan Barang Modal tidak digunakan untuk pembangunan atau pengembangan industri, Pelaku Usaha wajib membayar bea masuk dan PDRI dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang, serta dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan. |
(9) | Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan |
(1) | Di masa produksi, Pelaku Usaha di KEK diberikan fasilitas perpajakan, penangguhan bea masuk, dan/atau pembebasan cukai atas pemasukan barang berdasarkan kategori Pelaku Usaha. |
(2) | Administrator KEK melakukan pengelompokan kategori Pelaku Usaha KEK berdasarkan rencana kegiatan usaha yang diajukan oleh Pelaku Usaha, meliputi:
|
(1) | Pelaku Usaha Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a, merupakan Pelaku Usaha di KEK yang melakukan kegiatan mengolah barang dan bahan dengan atau tanpa bahan penolong menjadi barang hasil produksi dengan nilai tambah yang lebih tinggi, termasuk perubahan sifat dan fungsinya. |
(2) | Pelaku Usaha Pengolahan dapat melakukan kegiatan penggabungan barang hasil produksi yang bersangkutan sebagai produk utama dengan barang jadi maupun setengah jadi. |
(3) | Barang untuk kegiatan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
|
(4) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
|
(1) | Pemasukan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3), ke Pelaku Usaha Pengolahan, berasal dari:
|
(2) | Pemasukan Barang dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diberikan fasilitas berupa:
|
(3) | Pemasukan Barang ke Pelaku Usaha Pengolahan dari Pelaku Usaha di KEK lain, TPB, dan Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, yang barangnya berasal dari:
|
(4) | Pemasukan Barang ke Pelaku Usaha Pengolahan dari TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, diberikan fasilitas berupa pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai. |
(5) | Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e. |
(6) | Dalam hal ditemukan adanya pemasukan barang ke Pelaku Usaha Pengolahan dilakukan dengan tidak menggunakan dokumen PPKEK, atas pemasukan barang tersebut tidak diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4). |
(7) | Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf a angka 1, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan. |
(1) | Barang dari lokasi Pelaku Usaha Pengolahan, dapat dikeluarkan ke:
|
(2) | Barang yang dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pengolahan ke lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:
|
(3) | Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari lokasi Pelaku Usaha Pengolahan ke luar Daerah Pabean, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan perpajakan di bidang ekspor. |
(4) | Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari lokasi Pelaku Usaha Pengolahan ke Pelaku Usaha pada KEK lain, TPB, dan Kawasan Bebas, diberikan fasilitas dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dari lokasi Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP dan barangnya berasal dari:
|
(6) | Dalam hal atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5):
|
(7) | Dalam hal pengeluaran barang dari lokasi Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditujukan kepada perusahaan yang memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, Pelaku Usaha Pengolahan dikecualikan dari kewajiban melunasi bea masuk, cukai dan/atau PDRI. |
(8) | Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP berupa sisa pengemas dan limbah (waste) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf j, pengeluaran dilakukan tanpa pemberitahunan pabean dan dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk, cukai dan/atau PDRI. |
(1) | Dasar yang digunakan dalam menghitung besarnya bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, atas pengeluaran barang hasil produksi dari lokasi Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP, yakni sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki nilai kandungan lokal paling sedikit 40% (empat puluh persen) yang dibuktikan dengan surat kandungan lokal dari Administrator KEK, atas pengeluaran hasil produksi dari Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen). | ||||||||||||||||||||||||||
(3) | Penghitungan bea masuk, cukai, dan PDRI dapat dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas pengeluaran hasil produksi dari Pelaku Usaha Pengolahan ke TLDDP yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||
(4) | Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan bea masuk, cukai, dan PDRI atas pengeluaran barang hasil produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yakni sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||
(5) | Dalam hal pembebanan tarif untuk bahan baku lebih tinggi dari pembebanan tarif bea masuk untuk barang hasil produksi, dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan bea masuk dengan menggunakan pembebanan tarif bea masuk barang hasil produksi yang berlaku pada saat barang dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pengolahan. | ||||||||||||||||||||||||||
(6) | Konversi pemakaian bahan baku dan/atau bahan penolong sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan transaksi jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dilakukan pengujian secara periodik oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi. | ||||||||||||||||||||||||||
(7) | Barang hasil produksi dalam kondisi rusak yang bahan bakunya seluruhnya atau sebagian berasal dari impor, dapat dikeluarkan ke TLDDP dengan melunasi bea masuk, cukai, dan PDRI dengan dasar perhitungan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||
(8) | Hasil produksi dalam kondisi rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) merupakan hasil produksi yang mengalami kerusakan ataupun penurunan kualitas/standar mutu yang secara teknis tidak dapat diperbaiki untuk menyamai kualitas/standar mutu yang diharapkan. | ||||||||||||||||||||||||||
(9) | Pengeluaran bahan baku dan/atau sisa bahan baku yang dalam kondisi baik, asal luar Daerah Pabean dengan tujuan dipindahtangankan ke perusahaan industri di TLDDP dilakukan dengan membayar bea masuk dan/atau cukai, dan PDRI. | ||||||||||||||||||||||||||
(10) | Dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan bea masuk dan/atau cukai, dan PDRI atas pengeluaran bahan baku dan/atau sisa bahan baku, dengan tujuan dipindahtangankan ke perusahaan industri di TLDDP, sebagaimana dimaksud pada ayat (9) yakni sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||||
(11) | Penghitungan bea masuk, cukai, dan PDRI menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pembayaran. |
(1) | Pelaku Usaha Pusat Logistik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b merupakan Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan menimbun barang logistik asal luar Daerah Pabean dan/atau dari TLDDP dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali, dan dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana. |
(2) | Kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dapat berupa:
|
(3) | Pelaku Usaha Pusat Logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan kegiatan penimbunan barang sesuai dengan jenis kegiatan usahanya. |
(4) | Barang asal luar Daerah Pabean yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik ditujukan untuk:
|
(5) | Barang untuk mendukung kegiatan distribusi dan ketersediaan barang-barang tertentu di dalam negeri untuk program pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e, yaitu:
|
(6) | Barang yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik diberikan waktu untuk ditimbun paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal pemasukan ke Pelaku Usaha Pusat Logistik. |
(7) | Jangka waktu timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diperpanjang dalam hal barang yang ditimbun di Pelaku Usaha Pusat Logistik merupakan barang untuk keperluan:
|
(8) | Dalam hal barang yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik melewati jangka waktu timbun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7), barang tersebut harus:
|
(9) | Dalam hal Pelaku Usaha Pusat Logistik tidak melakukan penyelesaian barang dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jangka waktu 3 (tiga) tahun dan/atau jangka waktu perpanjangan terlewati, izin Pelaku Usaha Pusat Logistik dibekukan sampai dengan dilakukan penyelesaian atas barang dimaksud. |
(10) | Barang yang ditimbun oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik, dapat dimiliki oleh:
|
(11) | Pelaku Usaha Logistik wajib melakukan penyimpanan dan penatausahaan barang secara tertib, yang dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang secara sistematis, serta posisisnya apabila dilakukan pencacahan (stock opname). |
(12) | Dalam hal Pelaku Usaha Pusat Logistik menimbun barang yang dimiliki oleh pemasok di luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf b, penentuan status Pelaku Usaha sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) mengikuti ketentuan sesuai dengan:
|
(1) | Pemasukan barang ke lokasi Pelaku Usaha Pusat Logistik, berasal dari:
|
(2) | Pemasukan barang logistik ke Pelaku Usaha Pusat Logistik dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:
|
(3) | Pemasukan barang logistik ke Pelaku Usaha Pusat Logistik dari Pelaku Usaha pada KEK lain, TPB, dan Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, yang barangnya berasal dari:
|
(4) | Pemasukan barang logistik ke lokasi Pelaku Usaha Logistik dari TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. |
(5) | Pemasukan barang dari TLDDP untuk ditimbun di lokasi Pelaku Usaha Pusat Logistik, dapat dilakukan hanya terhadap:
|
(6) | Tujuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e, yaitu untuk keperluan:
|
(7) | Terhadap barang yang ditimbun di lokasi Pelaku Usaha Pusat Logistik wajib dilakukan pembongkaran (stripping) dari peti kemas, kecuali:
|
(8) | Pemasukan barang ke Pelaku Usaha Pusat Logistik dari TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e yang ditujukan untuk ekspor dalam rangka konsolidasi ekspor atau penyediaan barang ekspor, dianggap telah teijadi ekspor. |
(9) | Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan pemasukan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (8) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e. |
(10) | Penangguhan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf a angka 1, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan. |
(1) | Barang logistik yang ditimbun di lokasi Pelaku Usaha Pusat Logistik, dapat dikeluarkan ke:
| ||||||||||||
(2) | Atas pengeluaran barang logistik dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan perpajakan di bidang ekspor. | ||||||||||||
(3) | Atas pengeluaran barang logistik dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke Pelaku Usaha di KEK Lain, TPB, Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||
(4) | Atas pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak, yang barangnya berasal dari:
| ||||||||||||
(5) | Atas pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, yang bukan penyerahan Barang Kena Pajak, yang barangnya berasal dari:
| ||||||||||||
(6) | Dalam hal pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, ditujukan kepada perusahaan yang memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, Pelaku Usaha Logistik dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan ayat (5) huruf a. | ||||||||||||
(7) | Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, dan ayat 5 huruf (a), termasuk bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan. |
(1) | Dasar yang digunakan dalam menghitung besarnya bea masuk, cukai, dan/atau PDRI atas pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean dari Pelaku Usaha Pusat Logistik, yakni sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean dilakukan oleh Pelaku Usaha Pusat Logistik yang melakukan kegiatan e-commerce, bea masuk dan/atau PDRI dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal barang yang dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pusat Logistik ke TLDDP berupa sisa pengemas dan limbah (waste) sisa hasil kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), pengeluaran barang dapat dilakukan tanpa menggunakan pemberitahuan pabean KEK dan Pelaku Usaha Pusat Logistik dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk, cukai dan/atau PDRI. |
(4) | Dalam hal hasil kegiatan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) menghasilkan sisa barang campuran yang mengandung kandungan barang impor dan barang asal TLDDP, dan atas barang campuran tersebut akan dikeluarkan ke TLDDP, atas barang dimaksud dikenakan bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), diperoleh dari penjumlahan nilai pabean atau harga jual pada saat barang dikeluarkan dari KEK serta ditambah bea masuk dan/atau cukai. |
(6) | Penghitungan bea masuk, cukai, dan PDRI menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pembayaran. |
(1) | Penggunaan Surat Keterangan Asal (SKA) yang diterbitkan oleh negara asal barang di luar negeri dapat diberlakukan pada saat pemasukan ke KEK. |
(2) | Penggunaan Surat Keterangan Asal (SKA) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberlakukan pada saat pemasukan barang ke Pelaku Usaha Pengolahan dan/atau Pelaku Usaha Logistik, dan atas barang dimaksud diberlakukan tarif bea masuk sesuai dengan skema preferential tariff dimaksud pada saat dikeluarkan dari Pelaku Usaha Pengolahan dan/atau Pelaku Usaha Logistik ke TLDDP. |
(3) | Pengeluaran barang dari Pelaku Usaha Pengolahan dan/atau Pelaku Usaha Logistik ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan secara parsial dengan menggunakan pemotongan kuota. |
(4) | Besaran preferential tariff, ketentuan asal barang, dan prosedur penggunaan skema preferential tariff atas pemasukan barang ke KEK menggunakan skema sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai skema preferential tariff dimaksud sepanjang belum diatur pada Peraturan Menteri ini. |
(5) | Tata cara pengenaan skema preferential tariff untuk kawasan ekonomi khusus tercantum dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(6) | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan pengujian atas validitas penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA). |
(1) | Pelaku Usaha Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c, merupakan Pelaku Usaha yang melakukan pemasukan Barang untuk melakukan kegiatan produksi jasa. |
(2) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Barang Modal berupa mesin dan peralatan yang digunakan untuk kegiatan produksi jasa. |
(3) | Mesin dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan semata-mata digunakan sendiri untuk kegiatan produksi jasa dan/atau operasional Pelaku Usaha Jasa. |
(1) | Pemasukan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) ke lokasi Pelaku Usaha Jasa, berasal dari:
|
(2) | Pemasukan Barang ke lokasi Pelaku Usaha Jasa dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diberikan fasilitas berupa:
|
(3) | Pemasukan Barang ke lokasi Pelaku Usaha Jasa dari Pelaku Usaha pada KEK lain, TPB, dan Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, yang barangnya berasal dari luar Daerah Pabean, diberikan fasilitas berupa:
|
(4) | Pemasukan Barang ke lokasi Pelaku Usaha Jasa dari TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dapat diberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai. |
(5) | Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, huruf c, dan huruf e. |
(6) | Bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan. |
(1) | Perpindahan Barang antar Pelaku Usaha dalam satu KEK diberikan fasilitas berupa:
|
(2) | Pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor dan perpindahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c. |
(3) | Perpindahan barang antar Pelaku Usaha di KEK dilakukan dengan surat jalan yang tercetak dari aplikasi perpindahan barang antar Pelaku Usaha di KEK pada SINSW. |
(4) | Dalam hal pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK tidak terjadi penyerahan Barang kepada Pelaku Usaha lainnya di KEK, tanggung jawab bea masuk, cukai, dan/atau PDRI yang melekat pada barang yang telah dikeluarkan sementara tersebut, menjadi tanggung jawab Pelaku Usaha di KEK penerima barang terhitung sejak barang diterima oleh Pelaku Usaha penerima barang sampai dengan barang tersebut diterima kembali oleh Pelaku Usaha di KEK pengirim barang. |
(5) | Pelaku Usaha di KEK yang mengirimkan barang dan Pelaku Usaha di KEK yang menerima barang membuat laporan perpindahan barang ke Kantor Pabean secara berkala. |
(1) | Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dapat mengeluarkan sementara Barang Modal berupa mesin dan peralatan, serta barang dan/atau bahan baku ke:
|
(2) | Pengeluaran sementara barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan harus diberitahukan ke Kantor Pabean, dalam rangka:
|
(3) | Pengeluaran sementara barang dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan. |
(4) | Dalam hal pengeluaran sementara dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK ditujukan ke Pelaku Usaha pada KEK Lain, TPB, dan Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, tanggung jawab bea masuk, cukai, dan/atau PDRI yang melekat pada barang yang dikeluarkan tersebut, menjadi tanggung jawab Pelaku Usaha pada KEK Lain, pengusaha di TPB, atau pengusaha di Kawasan Bebas sebagai penerima barang, terhitung sejak barang sampai di tujuan sampai dengan barang diterima kembali oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK. |
(5) | Dalam hal barang yang dikeluarkan sementara berasal dari luar Daerah Pabean, pengeluaran sementara dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK ke perusahaan di TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dilakukan dengan menyerahkan jaminan sebesar bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, yang terutang. |
(6) | Dalam hal barang yang dikeluarkan sementara dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK ke perusahaan di TLDDP tidak dimasukkan kembali ke Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dalam jangka waktu yang telah diberitahukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atas pengeluaran barang tersebut telah terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan:
|
(7) | Dalam rangka pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(8) | Pengeluaran sementara dalam rangka subkontrak dari Pelaku Usaha Pengolahan ke perusahaan di TLDDP, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(9) | Pengeluaran barang sementara dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dilakukan dengan menggunakan dokumen PPKEK. |
(10) | Penambahan barang pada saat pengerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d, wajib diberitahukan dengan dokumen PPKEK dan dapat diperhitungkan sebagai tingkat kandungan dalam negeri. |
(11) | Pelaku Usaha Pengolahan atau Pelaku Usaha Pusat Logistik di KEK dapat menerima pekerjaan dari Pelaku Usaha di KEK lain, pengusaha di TPB, pengusaha di Kawasan Bebas, dan/atau perusahaan di TLDDP berupa:
|
(1) | Mesin dan/atau peralatan yang dimasukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran bea masuk, dapat dikeluarkan dengan tujuan:
| ||||||||||||||||||||||||
(2) | Pengeluaran mesin dan/atau peralatan dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan perpajakan di bidang ekspor. | ||||||||||||||||||||||||
(3) | Mesin dan/atau peralatan dapat dipindahtangankan dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK lain, pengusaha di TPB, atau pengusaha di Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, dengan diberikan fasilitas sesuai dengan fasilitas yang berlaku ditempat tujuan dengan ketentuan:
| ||||||||||||||||||||||||
(4) | Mesin dan/atau peralatan yang telah dipergunakan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang bersangkutan paling sedikit selama 2 (dua) tahun, dapat dipindahtangankan ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, sebelum jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak diimpor atau sejak dimasukkan dari Pelaku Usaha pada KEK lain, TPB, atau Kawasan Bebas, dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||
(5) | Mesin dan/atau peralatan yang telah dipergunakan di KEK paling sedikit selama 2 (dua) tahun, dapat dipindahtangankan ke TLDDP setelah jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak dimasukkan dari Pelaku Usaha lain, pengusaha TPB, atau pengusaha Kawasan Bebas, dengan ketentuan:
| ||||||||||||||||||||||||
(6) | Penghitungan bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, menggunakan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pembayaran. | ||||||||||||||||||||||||
(7) | Dalam hal pengeluaran barang dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditujukan kepada perusahaan yang memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(1) | Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dapat melakukan pemusnahan atas barang yang busuk, rusak, dan/atau barang kadaluarsa. |
(2) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan di dalam maupun di luar KEK. |
(3) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dan dibuatkan berita acara pemusnahan. |
(4) | Pemusnahan dapat dilakukan dengan cara perusakan atas barang yang karena sifat dan bentuknya tidak dapat dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean. |
(5) | Perusakan dilakukan dengan merusak kegunaan atau fungsi secara permanen dengan cara dipotong-potong atau dengan cara lain. |
(1) | Pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan dari KEK dilakukan dengan menggunakan PPKEK atau dokumen kepabeanan lain yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(2) | Dalam hal barang yang dimasukkan dan/atau dikeluarkan ke dan dari KEK berupa barang kena cukai, pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga sebagai pemberitahuan mutasi barang kena cukai dan dinyatakan sebagai dokumen cukai, kecuali pemasukan dan/atau pengeluaran dari dan ke TLDDP. |
(3) | Kewajiban pembuatan PPKEK dalam hal:
|
(4) | Pemasukan barang ke Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dari:
|
(5) | Untuk pemasukan barang impor melalui perusahaan jasa titipan, pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh perusahaan pengurusan jasa kepabeanan. |
(6) | Dalam hal pemasukan barang ke KEK dengan fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI kedapatan barang yang dimasukkan lebih dari keputusan mengenai pemberian fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI atas kelebihan tersebut dilakukan pemungutan bea masuk dan PDRI. |
(7) | Dalam hal ditemukan jumlah barang yang diimpor dengan fasilitas penangguhan bea masuk kedapatan tidak sesuai dengan yang diberitahukan dalam dokumen PPKEK, dilakukan penelitian lebih lanjut oleh unit pengawasan. |
(8) | Dalam hal ditemukan jumlah barang yang diimpor dengan fasilitas penangguhan bea masuk yang ibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam dokumen PPKEK dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha wajib membayar bea masuk atas barang impor yang kurang pada saat dibongkar dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(9) | Dalam hal ditemukan jumlah barang impor dengan fasilitas penangguhan bea masuk yang dibongkar lebih dari yang diberitahukan dalam dokumen PPKEK dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(10) | Badan Usaha dan Pelaku Usaha, dapat melakukan pembetulan dan/atau pembatalan PPKEK yang telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean. |
(11) | Persetujuan pembetulan dan/atau pembatalan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diberikan dengan ketentuan:
|
(12) | Pembetulan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (11) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(13) | Pembatalan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (10), untuk pemasukan barang dari TLDDP harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK, KEK dapat diberikan fasilitas pelayanan kepabeanan mandiri. |
(2) | Beberapa kriteria yang dapat digunakan oleh Kepala Kantor Pabean untuk dapat melakukan pelayanan kepabeanan mandiri, diantaranya:
|
(3) | Pelayanan kepabeanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi antara lain pelekatan dan/atau pelepasan tanda pengaman, pelayanan pemasukan barang, pelayanan pembongkaran barang, pelayanan penimbunan barang, pelayanan pemuatan barang, pelayanan pengeluaran barang, dan/atau pelayanan lainnya. |
(1) | Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK bertanggung jawab atas bea masuk, cukai, dan/atau PDRI yang terutang atas barang impor yang mendapat fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai yang berada atau seharusnya berada di lokasi Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK yang bersangkutan. |
(2) | Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK bertanggung jawab terhadap cukai dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas barang asal TLDDP yang mendapat fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai yang berada atau seharusnya berada di lokasi Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK. |
(3) | Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika barang impor yang mendapat fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai:
|
(4) | Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dapat mengajukan permintaan klarifikasi secara suka rela atas hasil pencacahan yang dilakukan sendiri, jika menemukan selisih kurang antara fisik barang yang seharusnya berada di lokasi Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha KEK dengan saldo pada Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory). |
(5) | Jika hasil penelitian berdasarkan permintaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyatakan tidak terdapat unsur pelanggaran, Pejabat Bea Cukai menerbitkan Surat Penetapan Pembayaran Bea Masuk dan PDRI atas barang yang hilang tanpa dikenakan denda administrasi. |
(6) | Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dapat melakukan Pembayaran Inisiatif atas:
|
(1) | Ketentuan larangan impor dan ekspor ke dan dari KEK berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai larangan impor dan ekspor. |
(2) | Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK belum diberlakukan ketentuan pembatasan, kecuali instansi teknis yang berwenang menerbitkan kebijakan pembatasan menyatakan secara khusus bahwa ketentuan pembatasan dimaksud berlaku di KEK. |
(3) | Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke TLDDP berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor, kecuali sudah dipenuhi pada saat pemasukannya. |
(4) | Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke:
|
(1) | Berdasarkan manajemen risiko, terhadap Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK dapat dilakukan:
|
(2) | Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan terhadap pemanfaatan atas pemberian fasilitas kepabeanan, cukai, dan/atau perpajakan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK. |
(3) | Kegiatan audit kepabeanan dan/atau cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan menguji tingkat kepatuhan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK terhadap peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai. |
(4) | Kegiatan audit perpajakan dan pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dilakukan dengan menguji tingkat kepatuhan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(5) | Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memanfaatkan informasi yang diperoleh dari Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (IT Inventory) Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha. |
(6) | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK yang berada dalam pengawasannya sesuai dengan kewenangan masing-masing. |
(1) | Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan/atau dari KEK, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan penelitian secara mendalam. |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya:
|
(3) | Dalam hal Badan usaha dan/atau Pelaku Usaha KEK terbukti melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan orang tersebut merupakan warga negara asing, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak dapat menyampaikan pemberitahuan kepada instansi yang berwenang menangani bidang keimigrasian untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang imigrasi. |
(1) | Pembelian rumah tinggal atau hunian yang menjadi Kegiatan Utama pada KEK Pariwisata diberikan pembebasan Pajak Penghasilan atas Penjualan barang yang tergolong sangat mewah. |
(2) | Pembebasan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud ayat (1), dilakukan dengan penerbitan surat keterangan bebas. |
(3) | Tata cara penerbitan surat keterangan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Atas penyerahan properti/hunian di KEK pariwisata diberikan fasilitas pembebasan Pajak Penjualan Atas arang Mewah. |
(2) | Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan properti/hunian di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diberikan cap atau keterangan yang menyatakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dibebaskan. |
(1) | Pajak Pertambahan Nilai atas pembelian barang bawaan oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri dari toko retail di KEK pariwisata dapat dikembalikan. |
(2) | Pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali Pajak Pertambahan Nilai barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Pelaku Usaha di KEK Pariwisata dapat diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai atas pemasukan barang modal dan/atau bahan baku usaha bagi kegiatan:
|
(2) | Fasilitas kepabeanan dan/atau cukai di KEK Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:
|
(3) | Pelaku Usaha di KEK Pariwisata dapat diberikan fasilitas pembebasan bea masuk atas pemasukan Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa dari luar Daerah Pabean, dengan ketentuan bahan baku yang diberikan fasilitas pembebasan bea masuk:
|
(4) | Jenis Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa yang dapat diberikan pembebasan bea masuk, dicantumkan dalam daftar barang yang ditetapkan oleh Dewan Nasional. |
(5) | Jenis dan jumlah Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa yang boleh diimpor, ditetapkan oleh Administrator KEK dengan menggunakan skema/kriteria yang ditetapkan oleh Dewan Nasional. |
(6) | Dalam hal Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa berupa Barang Kena Cukai, harus dilunasi cukainya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang cukai pada saat pemasukkannya. |
(7) | Ketentuan larangan impor dan ekspor di KEK berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang larangan dan pembatasan impor dan ekspor. |
(8) | Pemasukan Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa dari luar Daerah Pabean ke KEK belum diberlakukan ketentuan pembatasan dan tata niaga di bidang impor kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(9) | Pemasukan barang dengan menggunakan dokumen ATA/CPD Carnet dapat dilakukan di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Pelaku Usaha di KEK Pariwisata yang berbentuk toko atau pusat perbelanjaan dapat menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang asal TLDDP untuk dijual ke wisatawan asing dan/atau domestik di lokasi KEK Pariwisata. |
(2) | Barang asal luar Daerah Pabean yang dijual di toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan fasilitas penangguhan bea masuk dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Pemasukan barang asal Luar Daerah Pabean dengan diberikan fasilitas penangguhan bea masuk, harus ditimbun di ruang/tempat penimbunan barang di toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata, dan sudah dipenuhi ketentuan pembatasannya saat pemasukannya. |
(4) | Pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean dari ruang/tempat penimbunan barang ke ruang/tempat penjualan di toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai pengeluaran barang dari Pelaku Usaha di KEK ke TLDDP dan pemenuhan kewajiban kepabeanannya dapat dilakukan secara berkala. |
(5) | Barang Kena Cukai asal luar Daerah Pabean yang ditujukan untuk dijual oleh toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata, harus dilakukan pelunasan cukainya dilakukan pada saat pemasukan ke KEK. |
(6) | Pelaku Usaha Jasa dapat membeli Bahan Baku Usaha Habis Pakai untuk industri jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf a dari toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata, dan atas pembelian tersebut diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan PDRI setelah memenuhi persyaratan kuota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5), |
(7) | Pengeluaran Bahan Baku Usaha Habis Pakai, dari ruang/tempat penimbunan toko atau pusat perbelanjaan di KEK Pariwisata ke lokasi Pelaku Usaha Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan sesuai ketentuan perpindahan barang antar Pelaku Usaha KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51. |
(1) | Terhadap Badan Usaha yang telah dibentuk sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 dapat diberikan berdasarkan Peraturan Menteri ini dan berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||
(2) | Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dan huruf f terpenuhi bagi Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan kewajiban merealisasikan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d dan Pasal 16 ayat (3) harus dipenuhi paling lama 4 (empat) tahun terhitung sejak surat keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) diterbitkan. | ||||||||||
(3) | Terhadap Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah mulai berproduksi komersial sebelum Peraturan Menteri ini berlaku sampai dengan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak Peraturan Menteri ini berlaku, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diberikan berlaku sejak ditetapkannya keputusan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Terhadap Badan Usaha yang dibentuk setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus sampai dengan 60 (enam puluh) hari sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan dapat diberikan berdasarkan Peraturan Menteri ini, dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||
(2) | Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dan huruf f terpenuhi bagi Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ketentuan kewajiban merealisasikan Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d dan Pasal 16 ayat (3) harus dipenuhi paling lama 4 (empat) tahun terhitung sejak surat keputusan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) diterbitkan. | ||||||||||||
(3) | Terhadap Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah mulai berproduksi komersial sebelum Peraturan Menteri ini berlaku sampai dengan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak Peraturan Menteri ini berlaku, fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan yang diberikan berlaku sejak diterbitkannya keputusan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
|
1. | belum berproduksi komersial sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus; | ||||||||||||||||||
2. | izin prinsip, izin investasi, pendaftaran Penanaman Modal yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi/Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten/Kota atau izin usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS tersebut belum pernah diterbitkan:
| ||||||||||||||||||
3. | Pelaku Usaha memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam:
| ||||||||||||||||||
4. | pengajuan permohonan, dilakukan:
| ||||||||||||||||||
5. | terhadap Pelaku Usaha yang telah berproduksi komersial sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus sampai dengan 60 (enam puluh) hari sejak berlakunya Peraturan Menteri ini:
|
1. | Perizinan Berusaha tersebut belum pernah diterbitkan:
| ||||||||||||||||||
2. | Pelaku Usaha memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam:
| ||||||||||||||||||
3. | pengajuan permohonan, dilakukan:
| ||||||||||||||||||
4. | terhadap Pelaku Usaha yang telah berproduksi komersial sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 tentang Fasilitas dan Ke.mudahan di Kawasan Ekonomi Khusus sampai dengan 60 (enam puluh) hari sejak berlakunya Peraturan Menteri ini:
|
(1) | Perusahaan yang telah berada di lokasi KEK sebelum lokasi tersebut ditetapkan menjadi KEK, menjadi Pelaku Usaha di KEK dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Atas barang modal berupa mesin dan peralatan yang telah diimpor oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha dengan mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk yang belum digunakan di lokasi KEK selama 4 (empat) tahun sejak diimpor beralih menjadi barang modal dengan fasilitas penangguhan bea masuk. |
(3) | Atas barang modal berupa mesin dan peralatan yang telah diimpor oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha dengan mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk yang telah digunakan di lokasi KEK lebih dari 4 (empat) tahun sejak diimpor diperlakukan sebagai barang yang berasal dari TLDDP. |
(4) | Atas barang modal berupa mesin dan peralatan yang telah diimpor dengan fasilitas kawasan bebas diperlakukan sebagai barang yang diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dalam rangka pembangunan dan pengembangan sejak ditetapkan menjadi KEK. |
(1) | Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2020 yang telah dibayar oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau jasa Kena Pajak sejak tanggal 24 April 2020 sampai dengan Peraturan Menteri ini berlaku, dapat dikembalikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut yang telah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d dan huruf f, dapat dikembalikan sepanjang Badan Usaha/Pelaku Usaha membuat PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b dan Pasal 31 ayat (1) paling lama dua bulan sejak Peraturan Menteri ini berlaku. |
(3) | Dalam hal SINSW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) belum tersedia, kewajiban pembuatan dokumen kepabeanan dan PJKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2), diganti dengan pembuatan Rencana Perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak (Proforma), dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Bentuk Rencana Perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak (Proforma) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan format yang tercantum dalam Lampiran Huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Untuk mendukung kelancaran pelayanan kepabeanan serta untuk mengisi kekosongan hukum dalam masa peralihan, diatur ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Badan Usaha dan Pelaku Usaha yang sudah beroperasi di lokasi KEK wajib mendayagunakan IT Inventory dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak menggunakan fasilitas kepabeanan dan perpajakan. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |