Tata Laksana Ekspor Kelapa Sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan Produk Turunannya
(1) | Pejabat Bea dan Cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang Ekspor berupa kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya. |
(2) | Pemeriksaan fisik atas barang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebelum atau sesudah PEB disampaikan. |
(3) | Pemeriksaan fisik atas barang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(1) | Eksportir harus mengajukan permohonan Pemuatan Barang untuk Ekspor dalam Bentuk Curah dan permohonan untuk dilakukan pemeriksaan fisik terhadap barang berupa kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya, sebelum mengajukan PEB. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan pengawasan pemuatan dan pemeriksaan fisik terhadap barang berupa kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya dalam bentuk curah, berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Eksportir mengajukan PEB berdasarkan hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Tata kerja pelayanan Ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya dalam bentuk curah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Eksportir dapat mengajukan permohonan untuk dilakukan pemeriksaan fisik terhadap barang Ekspor berupa kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya dalam bentuk bukan curah, sebelum mengajukan PEB. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang berupa kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya dalam bentuk bukan curah, berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Eksportir mengajukan PEB berdasarkan hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Dalam hal Eksportir tidak mengajukan permohonan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Eksportir harus mengajukan PEB kepada Kepala Kantor Pabean dengan dilampiri Dokumen Pelengkap Pabean berupa:
|
(5) | Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Eksportir untuk menyampaikan hasil cetak (hardcopy) Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c untuk keperluan penelitian dokumen. |
(6) | Tata kerja pelayanan Ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya dalam bentuk bukan curah, ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Eksportir yang telah mendapatkan pengakuan sebagai AEO yang melakukan Ekspor barang berupa kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya, dikecualikan dari ketentuan mengenai pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. |
(2) | Ekspor barang berupa kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan Dokumen Pelengkap Pabean berupa hasil pengujian yang dilakukan oleh:
|
(3) | Hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Pejabat Pemeriksa Dokumen paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal PEB. |
(4) | Dalam hal hasil pengujian tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pengajuan PEB berikutnya oleh Eksportir tidak dilayani sampai kewajiban penyampaian hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipenuhi. |
(5) | Tata kerja pelayanan Ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya oleh Eksportir yang telah mendapatkan pengakuan sebagai AEO ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Eksportir yang melakukan ekspor barang berupa kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dan dari pusat logistik berikat dapat dilayani sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, atau Pasal 6. |
(2) | Penyampaian pemberitahuan pabean Ekspor oleh Eksportir yang melakukan Ekspor barang berupa kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dan dari pusat logistik berikat, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Ekspor dari kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas dan pusat logistik berikat. |
(1) | Pelayanan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (2) dilakukan oleh Kantor Pabean dengan mempertimbangkan kesiapan laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada Kantor Pabean tempat pemuatan barang Ekspor. |
(2) | Dalam hal laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada Kantor Pabean tempat pemuatan barang Ekspor sudah siap, persetujuan atas pelayanan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunggu hasil pengujian laboratoris dimaksud. |
(3) | Dalam hal laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada Kantor Pabean tempat pemuatan barang Ekspor belum siap, persetujuan atas pelayanan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan tanpa harus menunggu hasil pengujian laboratoris dimaksud. |
(1) | Eksportir menyampaikan permohonan Pemuatan Barang untuk Ekspor dalam Bentuk Curah dan pemeriksaan fisik sebelum pengajuan PEB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kepada Kepala Kantor Pabean dengan melampirkan dokumen berupa shipping instruction/shipping order, invoice, dan packing list. |
(2) | Eksportir menyampaikan permohonan pemeriksaan fisik sebelum pengajuan PEB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), kepada Kepala Kantor Pabean dengan melampirkan dokumen berupa invoice dan packing list. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan dalam bentuk data elektronik. |
(4) | Dalam hal pemeriksaan fisik dilakukan di luar kawasan pabean tempat pemuatan, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean terdekat dari lokasi pemeriksaan. |
(5) | Dalam hal Pemuatan Barang untuk Ekspor dalam Bentuk Curah dilakukan di tempat lain di luar kawasan pabean, permohonan pemuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus sebagai permohonan Pemuatan Barang untuk Ekspor dalam bentuk curah di tempat lain di luar kawasan pabean. |
(6) | Tata kerja penyampaian permohonan Pemuatan Barang untuk Ekspor dalam Bentuk Curah dan pemeriksaan fisik sebelum pengajuan PEB, ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2). |
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kelengkapan berkas dan kebenaran pengisian permohonan. |
(3) | Berdasarkan hasil penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal permohonan:
|
(4) | Tata kerja penelitian permohonan Pemuatan Barang untuk Ekspor dalam Bentuk Curah dan/atau pemeriksaan fisik sebelum pengajuan PEB ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Eksportir dapat melakukan pembetulan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), dengan ketentuan:
| ||||
(2) | Pembetulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap semua elemen data. | ||||
(3) | Untuk dapat melakukan pembetulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Eksportir mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, dan dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(4) | Tata kerja pembetulan data pada dokumen Pemuatan Barang untuk Ekspor dalam Bentuk Curah dan/atau pemeriksaan fisik sebelum pengajuan PEB, ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Eksportir dapat mengajukan pembatalan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) kepada Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Pengajuan pembatalan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama sebelum pengajuan PEB dan dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(3) | Tata kerja pembatalan dokumen Pemuatan Barang untuk Ekspor dalam Bentuk Curah dan/atau pemeriksaan fisik sebelum pengajuan PEB, ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (2) meliputi pemeriksaan jumlah dan jenis barang. |
(2) | Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilakukan sesuai dengan tingkat pemeriksaan yang ditentukan berdasarkan manajemen risiko. |
(3) | Terhadap barang ekspor yang telah dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilakukan pengawasan stuffing. |
(4) | Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilaksanakan di:
|
(5) | Dalam hal pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di tempat pemuatan di luar kawasan pabean, Eksportir dapat meminta bantuan pemeriksaan kepada Kantor Pabean terdekat dari lokasi pemeriksaan melalui SKP. |
(6) | Dalam hal Ekspor barang berupa CPO dan produk turunannya, pemeriksaan jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pengujian laboratoris yang dilakukan oleh laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(7) | Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pernyataan kesiapan barang dari Eksportir, dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(8) | Pejabat Pemeriksa Barang dapat meminta Eksportir untuk menyampaikan dokumen pendukung yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan fisik barang dalam bentuk hasil cetak (hardcopy). |
(9) | Pejabat Pemeriksa Barang melakukan pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan:
|
(10) | Pejabat Pemeriksa Barang memasukkan hasil pemeriksaan fisik barang dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b, ke dalam SKP. |
(11) | Tata kerja pemeriksaan fisik terhadap barang Ekspor berupa kelapa sawit, CPO dan produk turunannya ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Tingkat pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) yaitu:
|
(2) | Tingkat pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh SKP. |
(3) | Dalam hal belum dapat ditentukan oleh SKP, tingkat pemeriksaan fisik ditentukan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen. |
(4) | Tingkat pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan ketentuan:
|
(5) | Dalam hal berdasarkan hasil penghitungan tingkat pemeriksaan 10% (sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a kurang dari 2 (dua) kemasan, kemasan yang diperiksa minimal 2 (dua) kemasan. |
(6) | Dalam hal peti kemas berjumlah 1 (satu) dan hanya terdapat 1 (satu) kemasan, pemeriksaan fisik dilakukan hanya terhadap 1 (satu) kemasan tersebut. |
(7) | Penentuan nomor peti kemas yang akan dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditentukan oleh SKP. |
(8) | Dalam hal belum dapat ditentukan oleh SKP, penentuan nomor peti kemas yang akan dilakukan pemeriksaan fisik, ditentukan oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen. |
(9) | Dalam hal pada tingkat pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan jumlah dan/atau jenis barang tidak sesuai dengan dokumen yang digunakan sebagai dasar pemeriksaan fisik, Pejabat Pemeriksa Barang dapat meningkatkan pemeriksaan menjadi pemeriksaan secara mendalam untuk mencapai tujuan pemeriksaan fisik. |
(1) | Eksportir dapat melakukan pemasukan sebagian peti kemas ke dalam kawasan pabean tempat pemuatan barang ekspor sebelum pengajuan PEB. |
(2) | Eksportir yang melakukan pemasukan sebagian peti kemas ke dalam kawasan pabean tempat pemuatan barang ekspor sebelum pengajuan PEB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
|
(3) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagai Eksportir yang dapat melakukan pemasukan sebagian peti kemas ke kawasan pabean tempat pemuatan barang ekspor sebelum pengajuan PEB sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Eksportir mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean, dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(4) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap, Kepala Kantor Pabean memberikan keputusan:
|
(6) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dapat dicabut apabila Eksportir melakukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(7) | Tata kerja pelayanan permohonan Eksportir yang dapat melakukan pemasukan sebagian peti kemas ke dalam kawasan pabean, ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Untuk dapat melakukan pemasukan sebagian peti kemas ke kawasan pabean tempat pemuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Eksportir mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(2) | Pejabat Pemeriksa Dokumen melakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Pejabat Pemeriksa Dokumen memberikan catatan persetujuan atau penolakan berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Pemasukan barang ke kawasan pabean tempat pemuatan dilakukan dengan menggunakan persetujuan pemasukan sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Terhadap barang yang telah dimasukkan ke kawasan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dapat dimuat ke sarana pengangkut sebelum diterbitkan persetujuan atas pelayanan Ekspor. |
(6) | Eksportir wajib menyerahkan persetujuan pelayanan Ekspor atas barang yang dimasukkan ke kawasan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada pengusaha tempat penimbunan sementara sebagai persetujuan pemuatan ke sarana pengangkut. |
(7) | Barang yang telah dimasukkan ke kawasan pabean dengan persetujuan pemasukan sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diajukan pembatalan dengan menyampaikan permohonan pembatalan kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemuatan, dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(8) | Persetujuan pembatalan pemasukan sebagian digunakan sebagai dokumen untuk pengeluaran barang dari kawasan pabean. |
(9) | Tata kerja permohonan pemasukan sebagian peti kemas ke dalam kawasan pabean tempat pemuatan, ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(10) | Tata kerja pembatalan pemasukan sebagian peti kemas ke dalam kawasan pabean tempat pemuatan, ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9) huruf b dapat dilakukan pembetulan berdasarkan persetujuan dari Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. |
(2) | Pembetulan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan paling lama sebelum PEB didaftarkan. |
(1) | Eksportir membuat PEB berdasarkan LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (9) huruf b. |
(2) | Eksportir melakukan pembayaran bea keluar dan Pungutan berdasarkan PEB sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | PEB dapat dilayani setelah kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipenuhi. |
(4) | Penelitian atas pembayaran Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh SKP. |
(5) | Dalam hal penelitian atas pembayaran Pungutan tidak dapat dilakukan oleh SKP, Eksportir wajib melampirkan bukti bayar Pungutan yang telah ditandasahkan oleh BPDP KS sebagai Dokumen Pelengkap Pabean. |
(6) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan perekaman bukti bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) pada SKP. |
(7) | Tata kerja dalam hal penelitian pembayaran Pungutan tidak dapat dilakukan oleh SKP ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan penetapan perhitungan bea keluar yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai pemungutan bea keluar. |
(2) | Penetapan kembali perhitungan bea keluar dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak PEB mendapat nomor pendaftaran sesuai ketentuan mengenai pemungutan bea keluar. |
(3) | Dalam hal terdapat perbedaan jumlah dan jenis atas penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Hasil penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada BPDP KS dalam rangka penagihan atau pengembalian Pungutan. |
(5) | Pejabat Pemeriksa Dokumen dapat meminta Eksportir untuk menyampaikan dokumen pendukung yang diperlukan dalam bentuk hasil cetak (hardcopy) dalam rangka penetapan perhitungan bea keluar dan penetapan kembali perhitungan bea keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). |
(6) | Tata kerja penetapan bea keluar dan penetapan kembali bea keluar ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Eksportir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dan Pasal 6 ayat (2), dapat mengajukan permohonan pendaftaran laboratorium yang digunakan untuk pengujian laboratoris barang berupa CPO, dan produk turunannya kepada Kepala Kantor Pabean dalam rangka pengujian laboratoris. |
(2) | Laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
|
(3) | Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah Kantor Pabean tempat pemuatan barang ekspor. |
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai, dilampiri dengan dokumen berupa:
|
(5) | Permohonan pendaftaran laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) | Tata kerja pelayanan pendaftaran laboratorium Eksportir yang dapat melakukan pengujian laboratoris ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf N merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian atas permohonan yang diajukan oleh eksportir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1). |
(2) | Dalam hal laboratorium yang didaftarkan:
|
(3) | Kepala Balai Laboratorium Bea dan Cukai melakukan penelitian dokumen dan penelitian lapangan atas permintaan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf (b). |
(4) | Kepala Balai Laboratorium Bea dan Cukai mengirimkan hasil rekomendasi laboratorium Eksportir CPO dan produk turunannya kepada Kepala Kantor Pabean dengan melampirkan:
|
(5) | Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap, berdasarkan hasil rekomendasi dari Kepala Balai Laboratorium Bea dan Cukai. |
(6) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dicabut apabila masa sertifikasi akreditasi sudah berakhir dan/atau metode pengujian tidak sesuai untuk pengujian komoditi CPO dan produk turunannya. |
(7) | Surat persetujuan atau penolakan permohonan laboratorium Eksportir yang dapat melakukan pengujian laboratoris, dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(8) | Kepala Balai Laboratorium Bea dan Cukai dapat melakukan penelitian kembali atas rekomendasi yang telah dikeluarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(9) | Berdasarkan hasil penelitian kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kepala Balai Laboratorium Bea dan Cukai dapat menyampaikan rekomendasi pencabutan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7). |
(10) | Tata kerja penelitian permohonan pendaftaran laboratorium Eksportir yang dapat melakukan pengujian laboratoris, ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal SKP atau portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan, mengalami gangguan operasional atau mengalami keadaan kahar, kegiatan pelayanan ekspor barang berupa kelapa sawit, CPO dan produk turunannya dapat disampaikan secara manual dalam bentuk tulisan di atas formulir atau media penyimpan data elektronik. |
(2) | Kegiatan pelayanan ekspor barang berupa kelapa sawit, CPO dan produk turunannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pelayanan pemberitahuan kepabeanan dan/atau cukai dalam keadaan kahar. |