Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2009

Fri, 16 January 2009

Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2009

TENTANG

PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu Dalam Daerah Pabean;


Mengingat :
  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);


MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN.


Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan;
  2. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang.
  3. Barang Tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait sebagai barang yang pengangkutannya dalam Daerah Pabean dilakukan pengawasan.
  4. Pengawasan Pengangkutan adalah Pengawasan terhadap pengangkutan Barang Tertentu yang diangkut melalui laut dari satu tempat ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
  5. Sarana Pengangkut adalah kapal yang merupakan kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
  6. Pengangkut adalah orang perseorangan atau badan hukum, kuasanya, atau pihak yang bertanggung jawab atas pengoperasian Sarana Pengangkut, yang melakukan pengangkutan Barang Tertentu.
  7. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh orang perseorangan atau badan hukum dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
  8. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  9. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.    
 

Pasal 2

(1)Terhadap Barang Tertentu dilakukan Pengawasan Pengangkutannya dalam Daerah Pabean.
(2)Barang Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh instansi teknis terkait dan diberitahukan kepada Menteri melalui menteri yang membidangi perdagangan.
(3)Dalam menetapkan barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), instansi teknis terkait berkoordinasi dengan menteri yang membidangi perdagangan.
(4)Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri memerintahkan Direktur Jenderal Bea dan Cukai untuk melaksanakan pengawasan terhadap pengangkutan Barang Tertentu.
(5)Pengawasan Pengangkutan dilakukan pada saat pemuatan dan pembongkaran dalam Daerah Pabean.
(6)dalam hal tertentu, pengawasan dapat dilakukan pada saat pengangkutan di dalam Daerah Pabean.


Pasal 3

(1)Pengangkutan Barang Tertentu dalam Daerah Pabean yang dilakukan melalui laut, harus menggunakan Sarana Pengangkut yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan laut nasional yang memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut atau memiliki Surat Izin Operasi Perusahaan Angkutan Laut Khusus atau Pelayaran Rakyat.
(2)Sebelum melakukan pemuatan ke atas Sarana Pengangkut, orang yang akan melakukan pengangkutan Barang tertentu harus memberitahukan kepada pejabat bea dan cukai di Kantor Pebean pemuatan, dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean.
(3)Pemberitahuan Pabean sebagaimana di maksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan dokumen yang dipersyaratkan dari instansi teknis terkait.


Pasal 4

Pengangkutan Barang Tertentu oleh Sarana Pengangkut harus disertai dengan Pemberitahuan Pabean.


Pasal 5

(1)sebelum Sarana Pengangkutnya tiba, Pengangkut yang akan melakukan pembongkaran harus memberitahukan rencana kedatangan Sarana Pengangkut ke Kantor Pabean Pembongkaran.
(2)Sebelum melakukan pembongkaran, Pengangkut harus menyerahkan Pemberitahuan Pabean.
(3)Dalam keadaan darurat, Pengangkut dapat membongkar Barang Tertentu di luar pelabuhan tujuan pembongkaran terlebih dahulu.
(4)Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib :
  1. segera melaporkan keadaan darurat tersebut ke Kantor Pabean terdekat; dan
  2. menyerahkan Pemberitahuan Pabean ke Kantor Pabean terdekat dalam waktu paling lama 72 (tujuh puluh dua) jam setelah pembongkaran.


Pasal 6

(1)Terhadap Barang Tertentu dilakukan pemeriksaan pabean.
(2)Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik.
(3)Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam hal tertentu.
(4)Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan ditempat pemuatan, diatas Sarana Pengangkut, dan/atau di tempat pembongkaran.


Pasal 7

Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pelayanan dan pengawasan terhadap pengangkutan Barang Tertentu diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 8

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI MATTALATTA


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 16



PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2009

TENTANG

PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

  1. UMUM
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan menyebutkan bahwa kewenangn Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah melakukan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean. Namun mengingat letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang lautnya berbatasan langsung dengan negara tetangga, sering terjadi penyelundupan terhadap barang-barang yang mendapat subsidi, atau barang-barang yang dibatasi/dilarang ekspornya, yang dilakukan pengangkutan antar pulau.
Untuk menghindari hal tersebut maka Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan terhadap pengangkutan Barang Tertentu yang diangkut melalui laut.
Kewenangan ini diberikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sepanjang ada permintaan dari instansi teknis terkait untuk melakukan pengawasan terhadap pengangkutan Barang Tertentu oleh Direktorat Jenderal Bea dan cukai.

  1. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam hal kementerian atau lembaga pemerintah non departemen yang berwenang melakukan pengaturan terhadap suatu barang merasa perlu dilakukan Pengawasan Pengangkutan barang tersebut di dalam Daerah Pabean yang dilakukan melalui laut, maka Kementerian atau lembaga pemerintah non departemen tersebut menyampaikan rincian jenis barang yang telah ditetapkan untuk diawasi dan ketentuan atau dasar hukum yang melandasi pengawasan barang tersebut kepada menteri yang membidangi perdagangan. Berdasarkan usulan tersebut menteri yang membidangi perdagangan harus menyampaikannya kepada Menteri Keuangan.

Ayat (3)

Koordinasi antara instansi teknis terkait dengan menteri yang membidangi perdagangan dapat dilakukan melalui pertemuan atau melalui surat-menyurat.

Ayat (4) dan Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu"antara lain adanya informasi intelijen mengenai adanya dugaan pelanggaran dalam pengangkutan Barang Tertentu.

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "orang" adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 4

Pemberitahuan Pabean atas keberangkatan Barang Tertentu harus dibawa dalam pengangkutan dan menjadi dokumen pelindung atas pengangkutan Barang Tertentu tersebut.

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "Sebelum melakukan pembongkaran"adalah Sarana Pengangkut telah tiba di pelabuhan pembongkaran yang berada di bawah pengawasan Kantor Pabean dan akan dilakukan pembongkaran Barang tertentu dari Sarana Pengangkut.

Ayat (3)

Pada dasarnya Barang Tertentu hanya dapat dibongkar di pelabuhan tujuan setelah diajukan Pemberitahuan Pabean Barang Tertentu. Akan tetapi, jika Sarana Pengangkut mengalami keadaan darurat seperti mengalami kebakaran, kerusakan mesin yang tidak dapat diperbaiki, terjebak dalam cuaca buruk, atau hal lain yang terjadi diluar kemampuan manusia, dapat diadakan pengecualian dengan melakukan pembongkaran tanpa menyampaikan Pemberitahuan Pabean Barang Tertentu terlebih dahulu.

Ayat (4)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "Kantor Pabean terdekat"adalah Kantor Pabean yang paling mudah dicapai.
Melaporkan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini dapat dilakukan dengan menggunakan radio panggil, telepon, atau faksimile.

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1) dan Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "dalam hal tertentu" antara lain terdapat indikasi atau bukti permulaan yang cukup tentang adanya pelanggaran terhadap jumlah, jenis atau persyaratan teknis lainnya.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 7 dan Pasal 8

Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4971

Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.