Penatausahaan Penerimaan Negara Dalam Mata Uang Asing
(1) | Penerimaan Negara dalam mata uang asing terdiri dari:
|
(2) | Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penerimaan Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan wajib disetor oleh wajib pajak/wajib bayar/wajib setor ke Kas Negara dalam mata uang asing. |
(1) | Untuk dapat ditunjuk sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing, Bank harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||
(2) | Atas permohonan direksi bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, BUN/Kuasa BUN Pusat melakukan UAT dan meminta rekomendasi kepada Bank Indonesia; | ||||||||||||||||||||||
(3) | Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat melakukan penunjukan/penetapan bank sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah bank dinyatakan lulus UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan mendapat rekomendasi Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. | ||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal bank tidak atau belum memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUN/Kuasa BUN Pusat dapat menolak permohonan yang diajukan oleh bank. |
(1) | Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat membuka Rekening Kas Negara Mata Uang Asing pada Kantor Pusat Bank Persepsi Mata Uang Asing. |
(2) | Rekening Kas Negara Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
(3) | Rekening Kas Negara Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk menampung Penerimaan Negara dalam mata uang asing. |
(4) | Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara menatausahakan Penerimaan Negara dalam mata uang asing sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Saldo rekening Kas Negara pada Bank Persepsi Mata Uang Asing setiap akhir hari kerja paling lambat pukul 16.30 WIB wajib dilimpahkan seluruhnya ke Rekening KUN melalui bank koresponden Bank Indonesia di luar negeri. |
(6) | Pengambilalihan pelimpahan saldo rekening Kas Negara Mata Uang Asing ke Rekening KUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan atas dasar Statement of Account yang diterima oleh Bank Indonesia dari bank koresponden Bank Indonesia di luar negeri. |
(7) | Penerimaan Negara dalam mata uang asing yang sudah diterima di Kas Negara dan telah dilimpahkan ke Rekening KUN melalui bank koresponden Bank Indonesia di luar negeri tetapi belum diterima di Rekening KUN pada saat tanggal Neraca diakui sebagai piutang (cash in transit). |
(1) | Kantor Cabang Bank Persepsi Mata Uang Asing yang telah online dengan kantor pusatnya dan terhubung dengan MPN dapat melakukan Penerimaan Negara dalam mata uang asing dengan mengkredit rekening Kas Negara mata uang asing pada Kantor Pusat Bank Persepsi Mata Uang Asing. |
(2) | Kantor Cabang Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk Cabang Bank Persepsi Mata Uang Asing yang berlokasi di luar negeri. |
(1) | Bank Persepsi Mata Uang Asing selama jam buka kas wajib menerima setiap setoran Penerimaan Negara dari wajib pajak/wajib bayar/wajib setor tanpa melihat jumlah pembayaran. |
(2) | Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib mengkreditkan setoran Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tanggal valuta yang sama. |
(3) | Penerimaan Negara dalam mata uang asing diakui apabila telah diterima di rekening Kas Negara Mata Uang Asing. |
(4) | Atas setiap bukti setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing, Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib memberikan NTPN dan NTB. |
(5) | Surat setoran dianggap sah apabila telah memperoleh dan diberi teraan NTPN dan NTB, dan ditandatangani oleh petugas/teller serta diberi stempel dinas pada masing-masing lembar. |
(6) | Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib menyampaikan Laporan Harian Penerimaan (LHP) beserta Arsip Data Komputer (ADK) kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara untuk masing-masing rekening sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). |
(7) | LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri dari BPN dalam mata uang asing, Daftar Nominatif Penerimaan, nota debet/completion advice, nota kredit/confirmation advice, dan rekening koran harian. |
(8) | LHP dan ADK sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik. |
(9) | Ketentuan lebih lanjut mengenai laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(10) | Bank Persepsi Mata Uang Asing dilarang mengurangi setoran Penerimaan Negara yang diterima, baik dari penyetor maupun dari Bank Umum/Bank Devisa lainnya melalui transfer. |
(1) | Wajib pajak/wajib bayar/wajib setor menyetor/membayar kewajibannya ke Bank Persepsi Mata Uang Asing yang ditunjuk oleh BUN/Kuasa BUN Pusat. |
(2) | Wajib pajak/wajib bayar/wajib setor melakukan penyetoran/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan surat setoran ke bank/teller dan/atau melalui electronic banking. |
(3) | Bank wajib memberikan NTPN, NTB, dan BPN kepada wajib pajak/wajib bayar/wajib setor dengan memberikan teraan NTPN dan NTB pada bukti pembayaran dan BPN baik yang dilakukan melalui teller maupun electronic banking. |
(4) | Surat setoran dan/atau BPN yang diterbitkan oleh bank atas setoran Penerimaan Negara melalui teller dibuat dalam rangkap 4 (empat), ditandatangani dan divalidasi serta distempel oleh teller pada setiap lembar, dan diberi teraan NTPN dan NTB. |
(5) | Atas setoran Penerimaan Negara yang dilakukan oleh wajib pajak/wajib bayar/wajib setor melalui electronic banking, bank menerbitkan tanda bukti pembayaran dan BPN dalam rangkap 4 (empat), divalidasi dan diberi teraan NTPN dan NTB. |
(6) | Surat setoran dan/atau BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) didistribusikan sebagai berikut:
|
(1) | Dokumen sumber sebagai dasar pencatatan estimasi pendapatan adalah DIPA Kementerian Negara/Lembaga atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan dengan DIPA. |
(2) | Dokumen sumber sebagai dasar pencatatan penerimaan Negara dalam mata uang asing oleh BUN/Kuasa BUN Pusat adalah BPN yang telah diberi teraan NTPN dan NTB dalam bentuk soft copy dan hard copy. |
(3) | Bank wajib menerapkan sistem pengamanan atas dokumen sumber yang diterbitkan secara elektronik dalam rangka penatausahaan Penerimaan Negara dalam mata uang asing. |
(1) | Satuan kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran menyampaikan pertanggungjawaban Penerimaan Negara. |
(2) | Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA) yang dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi. |
(3) | LRA dibuat dalam ekuivalen Rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia tanggal valuta yang sama. |
(1) | Unit Eselon I Kementerian Keuangan sebagai pengelola Penerimaan Negara membukukan Penerimaan Negara dengan menggunakan data hasil rekonsiliasi. |
(2) | Satuan kerja Unit Eselon I Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selaku Kuasa Pengguna Anggaran harus menyampaikan pertanggungjawaban Penerimaan Negara. |
(3) | Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa LRA yang dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi. |
(1) | Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara menyusun laporan harian Penerimaan Negara dalam mata uang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4). |
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun menurut Rekening Kas Negara Mata Uang Asing berdasarkan LHP beserta ADK yang disampaikan oleh bank sesuai format yang ditetapkan. |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam ekuivalen Rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia tanggal valuta yang sama. |
(1) | Bank Persepsi Mata Uang Asing dilarang melakukan pembatalan atas transaksi yang telah memperoleh NTPN, terkecuali untuk proses reversal. |
(2) | Reversal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal diketahui telah terjadi kesalahan dalam perekaman data dan/atau perekaman ganda (double input) atas surat setoran yang telah memperoleh NTPN dan NTB pada hari kerja yang sama. |
(3) | Dalam hal terjadi kesalahan perekaman dan/atau perekaman ganda (double input) pada jumlah uang dalam pelaksanaan reversal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib menyetor ke kas negara dan melimpahkan ke Rekening KUN dalam valuta asing sebesar jumlah setoran yang telah mendapatkan NTPN dan NTB. |
(4) | Sebelum melaksanakan reversal, Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib memperoleh persetujuan tertulis dari pejabat Bank Persepsi Mata Uang Asing yang bertanggungjawab atas Penerimaan Negara; |
(5) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib diwujudkan dengan kode pengaman (security code) pada sistem teknologi informasi bank yang digunakan dalam penatausahaan Penerimaan Negara. |
(6) | Bank dilarang melakukan reversal setelah akhir hari kerja. |
(7) | Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib menyampaikan daftar Transaksi Penerimaan Negara yang di-reversal pada hari kerja bersangkutan dengan mencantumkan NTPN, NTB, serta alasan reversal dengan bukti persetujuan reversal dari pejabat kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Dalam hal kesalahan data diketemukan setelah akhir hari kerja, Bank Persepsi Mata Uang Asing melakukan perbaikan atas data transaksi Penerimaan Negara. |
(2) | Perbaikan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | BUN/Kuasa BUN mengembalikan kelebihan setor/kelebihan input/kelebihan limpah/double input sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f sesuai ketentuan perundang-undangan. |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(1) | Dalam hal terjadi gangguan jaringan komunikasi antara Kantor Pusat Bank Persepsi Mata Uang Asing dengan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan/MPN lebih dari 1 (satu) hari, maka Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal terjadi gangguan pada jaringan kerja antara sistem Bank Persepsi Mata Uang Asing dengan jaringan sistem transaksi mata uang asing, maka Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib:
|
(3) | Dalam hal terjadi gangguan pada sistem jaringan kerja internal Bank Persepsi Mata Uang Asing, maka Bank Persepsi Mata Uang Asing wajib:
|
(1) | Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, ayat (2) huruf a, dan ayat (3) huruf a, Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara meminta keterangan kepada Bank Indonesia atas terjadinya gangguan jaringan. |
(2) | Jika hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan laporan dari Bank Persepsi Mata Uang Asing, maka Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dapat memberikan surat peringatan dan/atau denda atas pelanggaran terhadap kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing sesuai peraturan perundang-undangan. |
(3) | Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan kepada Bank Persepsi Mata Uang Asing dalam hal Bank Persepsi Mata Uang Asing menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan hasil konfirmasi dan tidak melakukan pelimpahan sesuai peraturan perundang-undangan. |
(4) | Surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam hal Bank Persepsi Mata Uang Asing menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan hasil konfirmasi dan tidak melakukan Penerimaan Negara sesuai peraturan perundang-undangan. |
(5) | Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dapat melakukan penelitian, penelusuran, dan evaluasi berdasarkan laporan Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf a. |
(6) | Tata cara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(1) | Dalam hal terjadi Keadaan Kahar (Force Majeure) yang disebabkan baik langsung maupun tidak langsung, Bank Persepsi Mata Uang Asing dapat dibebaskan dari tanggung jawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(2) | Keadaan Kahar (Force Majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure) dengan melampirkan surat keterangan resmi dari pejabat Bank Persepsi Mata Uang Asing. |
(3) | Hal-hal lain yang disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian, tidak dapat digolongkan sebagai Keadaan Kahar (Force Majeure). |
(4) | Bank Persepsi Mata Uang Asing yang mengalami Keadaan Kahar (Force Majeure) dapat dibebaskan dari pengenaan sanksi denda berdasarkan hasil konfirmasi dari Bank Indonesia yang menjelaskan bahwa pada saat terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure) Bank Persepsi Mata Uang Asing tidak dapat melakukan transaksi apapun. |
(5) | Kerugian yang diderita dan biaya yang dikeluarkan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagai akibat terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure) menjadi tanggung jawab Bank Persepsi Mata Uang Asing. |
(1) | Dalam rangka menjaga transparansi dan akuntabilitas Penerimaan Negara, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat melakukan penelitian atas kebenaran Penerimaan Negara yang dilakukan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing termasuk sistem informasi teknologi yang digunakan oleh Bank Persepsi Mata Uang Asing dalam melaksanakan penatausahaan Penerimaan Negara. |
(2) | Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan dapat mengikutsertakan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan/atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. |
(3) | Tata cara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(1) | BUN/Kuasa BUN Pusat sewaktu-waktu dapat melakukan penelitian atas sistem informasi teknologi yang digunakan oleh bank dalam melaksanakan Penerimaan Negara (UAT ulang). |
(2) | Tata cara pelaksanaan UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(1) | Bank Umum/Bank Devisa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikenakan sanksi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Penerimaan Negara yang diterima dan langsung disetorkan kepada Bank Persepsi Mata Uang Asing. |
(2) | Bank Persepsi Mata Uang Asing yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), Pasal 7 ayat (2) dan ayat (10) dikenakan sanksi administratif berupa denda yang besarannya mengacu pada perjanjian jasa pelayanan sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing. |
(3) | Bank Persepsi Mata Uang Asing yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), ayat (4), dan ayat (6), Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (3), Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), dan Pasal 16 dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penunjukan Bank Persepsi Mata Uang Asing. |
(4) | Pemberian surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Bank Persepsi Mata Uang Asing yang dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan penunjukan sebagai Bank Persepsi Mata Uang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilarang melakukan penatausahaan penerimaan negara. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2010 MENTERI KEUANGAN, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO |