Tata Cara Pengisian Surat Setoran Pajak, Pelaporan, dan Pengawasan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri
(1) | Kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. |
(3) | Kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. |
(1) | Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri terjadi pada saat mulai dibangunnya bangunan. |
(2) | Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun. |
(3) | Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan. |
(1) | Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 40% (empat puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya. |
(2) | Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri wajib disetor ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. |
(1) | Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
(2) | Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut. |
(3) | Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi dengan :
|
(4) | Dalam hal orang pribadi atau badan usaha yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kolom Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diisi dengan :
|
(1) | Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. |
(2) | Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). |
(3) | Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri selain wajib melaporkan penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan foto kopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). |
(4) | Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut selain wajib melaporkan penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan foto kopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). |
(1) | Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat mengeluarkan surat teguran dengan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang pribadi atau badan belum menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat melakukan pemeriksaan pajak untuk menetapkan besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri tersebut. |
(3) | Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri. |
(4) | Dalam hal orang pribadi atau badan belum memilki Nomor Pokok Wajib Pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan sesuai ketentuan yang berlaku. |
(5) | Dalam hal orang pribadi atau badan yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak namun berbeda dengan tempat bangunan didirikan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai cabang sesuai ketentuan yang berlaku. |
(1) | Dalam hal bangunan sebagai hasil kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 digunakan oleh pihak lain sebagai tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri harus menyerahkan bukti Surat Setoran Pajak asli Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri kepada pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut. |
(2) | Dalam hal orang pribadi atau badan yang membangun sendiri bangunan untuk digunakan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. |
(3) | Pihak lain yang bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyetor Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan melaporkan penyetoran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1). |