Pengawasan Terhadap Impor atau Ekspor Barang Larangan dan/atau Pembatasan
(1) | Dalam rangka pengawasan terhadap barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, instansi teknis yang menerbitkan peraturan larangan dan/atau pembatasan Impor atau Ekspor wajib menyampaikan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal. |
(2) | Penyampaian peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Atas penyampaian peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Direktur Jenderal melakukan penelitian. |
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
|
(3) | Instrumen administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dapat berupa:
|
(4) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan:
|
(5) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan:
|
(6) | Daftar barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
(7) | Daftar barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dicantumkan dalam SINSW dan/atau SKP sebagai referensi ketentuan mengenai larangan dan/atau pembatasan Impor atau Ekspor. |
(8) | Keputusan Menteri mengenai daftar barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disampaikan kepada instansi teknis yang menerbitkan peraturan larangan dan/atau pembatasan Impor atau Ekspor. |
(9) | Dalam hal terdapat perubahan terhadap instrumen administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, perubahan tersebut dicantumkan pada SINSW dan/atau SKP. |
(10) | Penetapan daftar barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melaksanakan pengawasan terhadap barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor terhitung sejak tanggal berlakunya Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4). |
(2) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan Pemberitahuan Pabean dan/atau Dokumen Pelengkap Pabean yang disampaikan oleh importir atau eksportir. |
(3) | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat mewajibkan importir atau eksportir untuk memberitahukan uraian jumlah dan jenis barang secara spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a dalam Pemberitahuan Pabean dengan mencantumkan spesifikasi wajib sebagai instrumen administrasi. |
(1) | Importir atau eksportir bertanggung jawab atas pemenuhan ketentuan peraturan larangan dan/atau pembatasan Impor atau Ekspor. |
(2) | Barang Impor atau barang Ekspor dapat diberikan persetujuan pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan Tempat Penimbunan Sementara untuk diimpor atau diekspor, setelah memenuhi ketentuan peraturan larangan dan/atau pembatasan Impor atau Ekspor. |
(3) | Penelitian terhadap pemenuhan ketentuan peraturan larangan dan/atau pembatasan Impor atau Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh:
|
(4) | Penelitian terhadap pemenuhan ketentuan peraturan larangan dan/atau pembatasan Impor atau Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari SINSW. |
(1) | SKP dapat melakukan pertukaran data dengan Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE). |
(2) | Data perizinan terkait larangan dan/atau pembatasan Impor atau Ekspor dapat digunakan untuk kepentingan percepatan logistik nasional melalui Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE). |
(3) | Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP dapat menggunakan dan memanfaatkan data yang diperoleh melalui Ekosistem Logistik Nasional (National Logistic Ecosystem/NLE) untuk kepentingan pelayanan dan pengawasan kepabeanan. |
(1) | Selain bertanggung jawab atas pemenuhan ketentuan peraturan larangan dan/atau pembatasan Impor atau Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1):
|
(2) | Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Impor atau Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam SINSW. |
(1) | Ketentuan mengenai:
|
(2) | Peraturan mengenai pencabutan atas peraturan larangan dan/atau pembatasan Impor atau Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), wajib disampaikan oleh instansi teknis kepada Menteri melalui Kepala Lembaga National Single Window dengan tembusan kepada Direktur Jenderal. |
(3) | Atas penyampaian peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Lembaga National Single Window menghapus daftar barang yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor dari SINSW terhitung sejak:
|
a. | penyampaian peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; |
b. | penelitian terhadap peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1); |
c. | permintaan penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5); |
d. | pencantuman daftar barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7); |
e. | perubahan instrumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (9); |
f. | penyampaian peraturan mengenai perubahan atas peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan |
g. | penyampaian peraturan mengenai pencabutan atas peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), |
(1) | Pencantuman Harmonized System Code dalam peraturan larangan dan/atau pembatasan Impor atau Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bersifat sebagai instrumen administrasi pengawasan dan bukan merupakan referensi dalam penetapan Harmonized System Code atas jenis barang dalam proses penyelesaian kepabeanan. |
(2) | Instansi teknis dapat berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam proses penyusunan peraturan larangan dan/atau pembatasan Impor atau Ekspor. |
(1) | Direktur Jenderal yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4):
|
(2) | Dalam hal Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau tetap, wewenang yang diterima dapat dilakukan oleh pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk. |
(3) | Pejabat pelaksana harian (Plh) atau pejabat pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bertanggung jawab secara substansi atas pelimpahan wewenang yang diberikan kepada yang bersangkutan. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 September 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |