Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
(1) | Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengangsuran atau penundaan pembayaran Utang PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. |
(2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu STP PBB yang terbit akibat pengangsuran atau penundaan pembayaran Utang PBB. |
(1) | Pengangsuran atas pembayaran Utang PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat diberikan dengan ketentuan:
|
(2) | Penundaan atas pembayaran Utang PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya surat keputusan. |
(3) | Dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan akan dialihkan menjadi pajak daerah, jangka waktu pengangsuran atau penundaan pembayaran Utang PBB dapat diberikan paling lama sampai dengan akhir Desember sebelum Tahun Pengalihan. |
(1) | Besarnya pembayaran angsuran atas Utang PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) ditentukan dalam jumlah yang sama besar untuk setiap angsuran. |
(2) | Besarnya pelunasan atas penundaan pembayaran Utang PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) ditentukan sebesar Utang PBB yang ditunda pembayarannya. |
a. | satu surat permohonan untuk satu SPPT, SKP PBB, atau STP PBB; |
b. | diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP Pratama, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan; |
c. | mencantumkan:
|
d. | ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri surat kuasa sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP; |
e. | diajukan paling lambat 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, kecuali apabila Wajib Pajak atau kuasanya dapat menunjukkan bahwa batas waktu pengajuan tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya; |
f. | tidak memiliki tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan tahun-tahun sebelumnya; |
g. | dilampiri fotokopi SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, yang dimohonkan pengangsuran atau penundaan. |
(1) | Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus memberikan jaminan yang besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Kepala KPP Pratama, kecuali apabila Kepala KPP Pratama menganggap tidak perlu. |
(2) | Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, dan/atau sertifikat deposito. |
(1) | Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dianggap bukan sebagai surat permohonan pengangsuran atau penundaan sehingga tidak dapat dipertimbangkan. |
(2) | Dalam hal permohonan pengangsuran atau penundaan tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPP Pratama dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat permohonan harus memberitahukan secara tertulis disertai alasan yang mendasari kepada Wajib Pajak atau kuasanya. |
(3) | Dalam hal permohonan pengangsuran atau penundaan tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan kembali sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. |
(1) | Setelah meneliti dan mempertimbangkan permohonan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Kepala KPP Pratama atas nama Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat permohonan. |
(2) | Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian, atau menolak permohonan Wajib Pajak. |
(3) | Apabila jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Kepala KPP Pratama tidak memberikan keputusan, permohonan dianggap diterima dan diterbitkan surat keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja tersebut berakhir. |
(4) | Dalam hal permohonan dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jangka waktu pengangsuran atau penundaan ditetapkan paling lama sesuai ketentuan dalam Pasal 5 dan besarnya pembayaran pengangsuran atau penundaan pembayaran ditetapkan sesuai ketentuan dalam Pasal 6. |
(1) | Dalam hal permohonan Wajib Pajak diterima untuk mengangsur atau menunda pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) atau dianggap diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3), atas Utang PBB yang tercantum dalam SPPT atau SKP PBB yang belum dilunasi dikenai sanksi administrasi berupa denda administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang PBB. |
(2) | Denda administrasi yang timbul akibat pengangsuran atau penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung berdasarkan saldo Utang PBB. |
(3) | Denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditagih dengan menerbitkan STP PBB atas denda administrasi pada setiap tanggal jatuh tempo pengangsuran atau tanggal jatuh tempo penundaan. |
(1) | Dalam hal permohonan Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran Utang PBB belum diterbitkan suatu keputusan, dan kepada Wajib Pajak dimaksud diterbitkan surat ketetapan/keputusan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran dan/atau pemberian imbalan bunga (SKPIB), kelebihan pembayaran dan/atau pemberian imbalan bunga tersebut terlebih dahulu harus diperhitungkan dengan Utang PBB dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
(2) | Dalam hal besarnya kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga tidak mencukupi untuk melunasi Utang PBB yang diajukan permohonan pengangsuran atau penundaan, jumlah Utang PBB yang dipertimbangkan untuk diberikan keputusan pengangsuran atau penundaan adalah jumlah Utang PBB setelah dikurangi dengan kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Dalam hal permohonan Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran Utang PBB sudah diterbitkan suatu keputusan, dan kepada Wajib Pajak dimaksud diterbitkan surat ketetapan/keputusan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran dan/atau pemberian imbalan bunga, kelebihan pembayaran dan/atau pemberian imbalan bunga tersebut terlebih dahulu harus diperhitungkan dengan sisa Utang PBB yang belum diangsur atau ditunda pembayarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
(2) | Dalam hal besarnya kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi untuk melunasi sisa Utang PBB yang telah diterbitkan keputusan pengangsuran, besarnya angsuran dan/atau masa angsuran dari sisa Utang PBB tersebut harus ditetapkan kembali dengan ketentuan :
|
(3) | Dalam hal besarnya kelebihan pembayaran pajak dan/atau pemberian imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi untuk melunasi Utang PBB yang ditunda, Wajib Pajak tetap berhak melunasi Utang PBB tersebut paling lama sesuai dengan jangka waktu penundaan. |
(1) | Dalam hal diterbitkan suatu keputusan atau putusan yang menyebabkan Utang PBB menjadi lebih besar atau lebih kecil atas SPPT, SKP PBB, atau STP PBB yang telah diterbitkan keputusan pengangsuran pembayaran Utang PBB berupa menerima seluruhnya atau menerima sebagian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), masa dan besarnya angsuran dari saldo Utang PBB ditetapkan kembali dengan ketentuan:
|
(2) | Dalam hal diterbitkan suatu keputusan atau putusan yang menyebabkan Utang PBB menjadi lebih besar atau lebih kecil atas SPPT, SKP PBB, atau STP PBB yang telah diterbitkan keputusan penundaan pembayaran Utang PBB berupa menerima seluruhnya atau menerima sebagian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Wajib Pajak tetap wajib melunasi Utang PBB tersebut sesuai dengan jangka waktu penundaan. |
(1) | Penetapan kembali besarnya angsuran dan/atau masa angsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (1) dilakukan dengan prosedur:
|
(2) | Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b Kepala KPP Pratama tidak menerima usulan perubahan pengangsuran dari Wajib Pajak, Kepala KPP Pratama atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan perubahan keputusan pengangsuran pembayaran PBB secara jabatan dengan ketentuan:
|
(1) | Bentuk format Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengangsuran Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(2) | Bentuk format Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penundaan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(3) | Bentuk format Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan Pengangsuran Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(4) | Bentuk format Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan Pengangsuran Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Secara Jabatan adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |