Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
(1) | Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. |
(2) | Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara mitra atau jurisdiksi mitra untuk mencegah terjadi pengenaan pajak berganda dan pengelakan pajak. |
(1) | Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan, dan bentuk usaha tetap. |
(2) | Subjek Pajak dapat dibedakan atas subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang PPh. |
(1) | Subjek pajak dalam negeri adalah:
| ||||||||||||
(2) | Orang pribadi atau badan yang tidak memenuhi kriteria sebagai subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan subjek pajak luar negeri. | ||||||||||||
(3) | Orang pribadi yang merupakan subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri, apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dan besarnya penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. | ||||||||||||
(4) | Badan yang merupakan subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri, sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan menerima penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. |
(1) | Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia:
|
(2) | Pengertian "yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia" sebagaimana terdapat pada ayat (1) huruf b meliputi pula yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. |
(1) | Subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. |
(2) | Bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tempat usaha yang bersifat permanen yang dipergunakan oleh subjek pajak luar negeri, orang pribadi atau badan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) untuk menjalankan kegiatan atau usaha di Indonesia. |
(1) | Pemenuhan kewajiban perpajakan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam negeri. |
(2) | Pemenuhan kewajiban perpajakan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. |
(1) | Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 1) adalah orang pribadi yang:
| ||||||||||
(2) | Tempat tinggal orang pribadi sbagaimana dimaksud pada ayat (1):
| ||||||||||
(3) | Orang pribadi dianggap mempunyai tempat berdiam (permanent dwelling place) di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dalam hal orang pribadi mempunyai tempat di Indonesia yang dipakai untuk kediaman, yang bersifat tidak sementara dan bukan sebagai persinggahan. | ||||||||||
(4) | Orang pribadi dianggap mempunyai tempat melakukan kegiatan sehari-hari atau menjalankan kebiasaannya (ordinary course of life) di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2) dalam hal orang pribadi mempunyai tempat di Indonesia yang digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari terkait dengan urusan ekonomi, keuangan atau sosial pribadinya, antara lain turut serta dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat, turut serta dalam kegiatan, keanggotaan, atau kepengurusan suatu organisasi, kelompok atau perkumpulan di Indonesia. | ||||||||||
(5) | Orang pribadi dianggap mempunyai tempat menjalankan kebiasaan (place of habitual abode) di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3) dalam hal orang pribadi mempunyai tempat di Indonesia yang digunakan untuk melakukan kebiasaan atau kegiatan, baik yang bersifat rutin, sering ataupun tidak, antara lain melakukan aktivitas yang menjadi kegemaran atau hobi. |
(1) | Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) yang kemudian pergi keluar negeri tetap dianggap bertempat tinggal di Indonesia, apabila keberadaannya di luar negeri berpindah-pindah dan berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)bulan. |
(2) | Orang pribadi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri dianggap tidak bertempat tinggal di Indonesia apabila bertempat tinggal tetap di luar negeri yang dibuktikan dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri, yaitu:
|
a. | Subjek Pajak orang pribadi menunjukkan niatnya secara tegas untuk bertempat tinggal di Indonesia, yang dapat dibuktikan dengan dokumen berupa:
| ||||
b. | Subjek Pajak orang pribadi melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa dirinya akan bertempat tinggal di Indonesia atau bersiap untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti menyewa atau mengontrak tempat, termasuk menyewa tempat tinggal di Indonesia, memindahkan anggota keluarga atau memperoleh tempat yang disediakan oleh pihak lain. |
(1) | Orang pribadi yang merupakan Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan merupakan subjek pajak luar negeri. |
(2) | Orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap merupakan subjek pajak dalam negeri apabila tidak memiliki atau tidak dapat menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). |
(3) | Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehubungan dengan pekerjaannya di luar Indonesia dan penghasilannya bersumber dari luar Indonesia, tidak dikenai Pajak Penghasilan di Indonesia. |
(4) | Dalam hal orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia, penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. |
(1) | Subjek pajak orang pribadi dalam negeri yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan orang pribadi Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) menjadi subjek pajak luar negeri sejak meninggalkan Indonesia. |
(2) | Orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak terakhir dalam statusnya sebagai subjek pajak dalam negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. |
(3) | Bagi subjek pajak orang pribadi dalam negeri yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan paling lambat saat meninggalkan Indonesia. |
(1) | Badan yang bertempat kedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b adalah Subjek Pajak badan yang:
|
(2) | Tempat kedudukan badan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditentukan berdasarkan keadaan atau kenyataan yang sebenarnya. |
(1) | Subjek pajak luar negeri dapat menjalankan kegiatan atau usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dalam hal mempunyai tempat kedudukan manajemen yang berada di Indonesia. |
(2) | Tempat kedudukan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tempat kedudukan manajemen yang menjalankan kegiatan/operasi perusahaan sehari-hari atau secara rutin yang tidak melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan dan tidak membuat keputusan yang bersifat strategis. |
(3) | Dalam hal tempat kedudukan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengendalian atas seluruh perusahaan atau tempat membuat keputusan yang bersifat strategis, subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut diperlakukan sebagai subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1). |
(4) | Tempat kedudukan manajemen efektif yang terdapat dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dapat diartikan sebagai tempat:
|