Tata Cara Pengembalian Atas Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang
(1) | Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat berupa:
|
(2) | Kesalahan pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dapat berupa:
|
(3) | Kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dapat berupa:
|
(4) | Kelebihan pembayaran pajak yang terkait dengan pajak-pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi Pajak Penghasilan Pasal 22 impor, Pajak Pertambahan Nilai impor, dan/atau Pajak Penjualan Barang Mewah impor yang telah dibayar dan tercantum dalam:
|
(1) | Dalam hal terjadi pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a atau huruf d, pembayaran tersebut dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dengan mengajukan permohonan. |
(2) | Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Wajib Pajak badan dan Wajib Pajak orang pribadi. |
(3) | Ketentuan untuk mengajukan permohonan untuk memperoleh pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi orang pribadi atau badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. |
(1) | Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dan huruf c dan pajak yang dipotong atau dipungut tersebut telah disetorkan dan dilaporkan, Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan tidak dapat meminta kembali pajak yang dipotong atau dipungut tersebut. |
(2) | Dalam hal kesalahan pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi terhadap Pajak Penghasilan, pajak yang dipotong atau dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut dengan mengajukan permohonan. |
(3) | Dalam hal kesalahan pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi terhadap Pajak Pertambahan Nilai, pajak yang dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh bukan Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dengan mengajukan permohonan. |
(4) | Dalam hal kesalahan pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi terhadap Pajak Penjualan atas Barang Mewah, pajak yang dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh Pengusaha Kena Pajak atau bukan Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dengan mengajukan permohonan. |
(5) | Dalam hal kesalahan pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dan huruf c dilakukan terhadap WPLN, pemotongan atau pemungutan tersebut hanya dapat diminta kembali oleh WPLN yang menjalankan kegiatan atau usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia dengan mengajukan permohonan. |
(1) | Pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5), dapat dilakukan melalui Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan, dalam hal:
|
(2) | Dalam hal Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditemukan yang disebabkan antara lain karena pembubaran usaha, permohonan diajukan langsung oleh pihak yang dipotong atau dipungut. |
(1) | Permohonan untuk memperoleh pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan atas suatu bukti pembayaran, bukti pemotongan/pemungutan pajak, faktur pajak atau dokumen lain yang dipersamakan dengan faktur pajak. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. |
(4) | Dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP. |
(1) | Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, permohonan tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau ke Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan berdomisili dalam hal orang pribadi atau badan tersebut tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. |
(2) | Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang seharusnya tidak terutang diajukan oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), permohonan tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut terdaftar. |
(3) | Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak terutang diajukan oleh bukan Pengusaha Kena Pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), permohonan tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang dipungut terdaftar. |
(4) | Dalam hal permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya tidak terutang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak atau bukan Pengusaha Kena Pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), permohonan tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang dipungut terdaftar. |
(5) | Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan. |
(1) | Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus dilampiri dengan dokumen berupa:
| ||||||||||||||||||
(2) | Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan yang seharusnya tidak terutang yang diajukan oleh Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) harus dilampiri dengan dokumen berupa:
| ||||||||||||||||||
(3) | Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak terutang yang diajukan oleh bukan Pengusaha Kena Pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) harus dilampiri dengan dokumen berupa:
| ||||||||||||||||||
(4) | Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang seharusnya tidak terutang yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak atau bukan Pengusaha Kena Pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) harus dilampiri dengan dokumen berupa:
| ||||||||||||||||||
(5) | Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) harus dilampiri dengan dokumen berupa:
| ||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal pemotong atau pemungut tidak dapat ditemukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), permohonan dilakukan langsung oleh pihak yang dipotong atau dipungut harus dilampiri dengan dokumen berupa:
|
(1) | Penyampaian permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat dilakukan:
|
(2) | Bukti penerimaan surat atau bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti penerimaan surat permohonan. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak melakukan Verifikasi terhadap permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. | ||||||||
(2) | Dalam hal untuk melakukan Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan tambahan dokumen pendukung lainnya yang terkait dengan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak dapat meminta dokumen tersebut kepada Wajib Pajak atau pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. | ||||||||
(3) | Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan:
| ||||||||
(4) | Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan pembayaran pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan:
| ||||||||
(5) | Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan:
| ||||||||
(6) | Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan:
| ||||||||
(7) | Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan:
| ||||||||
(8) | Dalam hal pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang terkait dengan pemotongan atau pemungutan pajak terhadap WPLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), pengembalian tersebut dapat diberikan apabila memenuhi ketentuan:
| ||||||||
(9) | Dalam hal berdasarkan laporan hasil Verifikasi terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. | ||||||||
(10) | Dalam hal berdasarkan laporan hasil Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan secara tertulis kepada pemohon. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO |