Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus
(1) | Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan pada bidang usaha di KEK, diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
|
(2) | Fasilitas dan kemudahan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Bidang usaha di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi:
|
(2) | Dalam menetapkan bidang usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m, Dewan Nasional dapat meminta pertimbangan dari menteri atau kepala lembaga terkait. |
(1) | Dewan Nasional menetapkan 1 (satu) atau lebih bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sebagai Kegiatan Utama di KEK. |
(2) | Bidang usaha yang tidak ditetapkan sebagai Kegiatan Utama di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bidang usaha Kegiatan Lainnya. |
(1) | Fasilitas dan kemudahan perpajakan, kepabeanan, dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berupa:
|
(2) | Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c termasuk bea masuk anti dumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan. |
(3) | Untuk mendapatkan fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
(4) | Untuk mendapatkan fasilitas dan kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha harus memenuhi syarat sebagai berikut:
|
(5) | Administrator dapat menerbitkan tanda pengenal khusus bagi Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK. |
(6) | Ketentuan mengenai fasilitas dan kemudahan perpajakan, kepabeanan, dan cukai diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(1) | Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Kegiatan Utama yang dilakukan. |
(2) | Ketentuan mengenai besaran, jangka waktu, pengajuan, keputusan, pemanfaatan, larangan dan sanksi, dan kewajiban Wajib Pajak terkait pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(1) | Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di luar penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari kegiatan usaha yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, tetap dilakukan pemotongan dan pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Wajib Pajak yang memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, tetap melaksanakan kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan kepada pihak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama yang tidak memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 atau melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Lainnya dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan yang meliputi:
|
(2) | Ketentuan mengenai pengajuan, keputusan, pemanfaatan, larangan dan sanksi, dan kewajiban Wajib Pajak terkait fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(1) | Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 tidak dapat memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. |
(2) | Penanaman Modal yang dilakukan oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha yang telah memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 tidak dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. |
(1) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas:
|
(2) | Barang Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c berupa:
|
(3) | Jasa Kena Pajak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diberikan selama masa pembangunan/pengembangan KEK sesuai bidang usahanya berupa:
|
(4) | Dalam hal KEK berasal dari sebagian atau seluruh wilayah kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, penyerahan Jasa Kena Pajak dari dan ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. |
(1) | Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pelaku Usaha ke TLDDP, dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(2) | Pelaku Usaha di KEK yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melunasi Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang pada saat impor barang atau penyerahan barang tidak dipungut pajaknya. |
(3) | Dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pihak yang mendapat fasilitas dan kemudahan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
(1) | Untuk kepentingan pengawasan sebagian atau seluruh KEK dapat ditetapkan sebagai Kawasan Pabean. |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan KEK sebagai Kawasan Pabean diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(1) | Fasilitas dan kemudahan Kepabeanan yang diberikan bagi Badan Usaha di KEK meliputi pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor atas impor barang modal dalam rangka pembangunan atau pengembangan KEK. |
(2) | Fasilitas dan kemudahan Kepabeanan yang diberikan bagi Pelaku Usaha di KEK yang bergerak di bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang masih dalam tahap pembangunan atau pengembangan meliputi:
|
(3) | Fasilitas dan kemudahan Kepabeanan dan Cukai yang diberikan bagi Pelaku Usaha di KEK yang bergerak di bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang telah menyelesaikan tahap pembangunan atau pengembangan meliputi:
|
(4) | Ketentuan pemberian fasilitas dan kemudahan berupa pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian fasilitas dan kemudahan kepabeanan dan cukai diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(1) | Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK oleh Pelaku Usaha di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, menggunakan pemberitahuan pabean impor dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
|
(2) | Pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK dari lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b sampai dengan huruf d menggunakan pemberitahuan pabean dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
|
(3) | Pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK dari lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf e, menggunakan pemberitahuan pabean, dan diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
|
(4) | Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas dan kemudahan atas pemasukan barang ke Pelaku Usaha di KEK diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(1) | Perpindahan barang antar Pelaku Usaha di KEK diberikan fasilitas dan kemudahan berupa:
|
(2) | Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas dan kemudahan atas perpindahan barang antar Pelaku Usaha di dalam KEK diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(1) | Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a menggunakan pemberitahuan pabean dan berlaku ketentuan kepabeanan di bidang ekspor. |
(2) | Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b sampai dengan huruf d menggunakan pemberitahuan pabean, dan berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Pengeluaran barang oleh Pelaku Usaha di KEK yang ditujukan ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e dengan tujuan impor untuk dipakai menggunakan pemberitahuan pabean dan:
|
(4) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak dari KEK ke TLDDP, terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Barang hasil produksi Pelaku Usaha di KEK yang dikeluarkan dari KEK ke TLDDP dilengkapi dengan dokumen pendukung dan surat keterangan mengenai nilai kandungan lokal yang diterbitkan oleh instansi penerbit surat keterangan asal di KEK. |
(6) | Besarnya tarif Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dikenakan sebesar 0% (nol persen) sepanjang barang hasil produksi Pelaku Usaha di KEK memiliki nilai kandungan lokal paling sedikit 40% (empat puluh persen). |
(7) | Ketentuan mengenai tata cara pengawasan dan pemberian fasilitas atas pengeluaran barang dari KEK diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(1) | Pelaku usaha di KEK Pariwisata diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai atas pemasukan barang modal dan/atau bahan baku usaha bagi kegiatan:
|
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai di KEK Pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(1) | Pemerintah daerah menetapkan pengurangan, keringanan, dan pembebasan atas pajak daerah dan/atau retribusi daerah kepada Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. |
(2) | Pengurangan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling rendah 50% (lima puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen). |
(3) | Ketentuan mengenai bentuk, besaran dan tata cara pengurangan, keringanan, dan pembebasan pajak daerah dan/atau retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. |
(1) | Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama yang mendapat fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, wajib menyampaikan laporan realisasi Penanaman Modal kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melalui Administrator KEK. |
(2) | Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(1) | Fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dicabut, dalam hal Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama:
|
(2) | Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar kembali Pajak Penghasilan yang telah dikurangkan dan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Wajib Pajak yang melakukan Penanaman Modal pada Kegiatan Utama yang telah memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, wajib:
|
(2) | Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(1) | Pelaku Usaha di KEK bertanggung jawab atas Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor yang terutang atas barang impor. |
(2) | Pelaku Usaha di KEK dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang impor:
|
(3) | Badan Usaha dan Pelaku Usaha yang memperoleh fasilitas pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 wajib menggunakan barang yang diimpor sesuai dengan tujuan pemasukannya. |
(1) | Ketentuan larangan impor dan ekspor di KEK berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang larangan dan pembatasan impor dan ekspor. |
(2) | Pemasukan barang impor ke KEK belum diberlakukan ketentuan pembatasan dan tata niaga di bidang impor, dan belum diberlakukan pengenaan bea masuk tambahan kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Pengeluaran barang impor untuk dipakai dari KEK ke TLDDP berlaku ketentuan pembatasan di bidang impor. |
(4) | Pemasukan barang impor di KEK yang dikenakan pembatasan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan pengecualian dan/atau kemudahan. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian dan/atau kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. |
(1) | Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan menunjuk Administrator KEK sebagai Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal. |
(2) | Pengeluaran barang untuk ekspor dapat dilengkapi dengan Surat Keterangan Asal yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Barang yang dikeluarkan ke TLDDP dilengkapi dengan surat keterangan kandungan nilai lokal yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal. |
(1) | Penggunaan Surat Keterangan Asal yang diterbitkan oleh negara asal dari luar negeri dapat diberlakukan untuk pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP. |
(2) | Surat Keterangan Asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan untuk pengeluaran barang secara parsial dari KEK ke TLDDP dengan menggunakan pemotongan kuota. |
(1) | Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK selaku pemberi kerja yang akan mempekerjakan Tenaga Kerja Asing harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing. |
(2) | Tenaga Kerja Asing yang menjadi anggota direksi atau anggota dewan komisaris dengan kepemilikan saham, dikecualikan dari keharusan memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan notifikasi. |
(1) | Gubernur membentuk Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus di KEK. |
(2) | Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
|
(1) | Keanggotaan Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus terdiri atas unsur:
|
(2) | Unsur Pemerintah/pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengikutsertakan Administrator KEK. |
(1) | Untuk dapat diangkat dalam keanggotaan Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus, calon anggota harus memenuhi persyaratan:
|
(2) | Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d. |
(1) | Selain karena berakhirnya masa jabatan, keanggotaan Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dapat berakhir apabila anggota yang bersangkutan:
|
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian keanggotaan Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus sebelum berakhirnya masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus. |
(1) | Dalam hal anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus mengundurkan diri atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) huruf b, permintaan disampaikan oleh anggota yang bersangkutan kepada gubernur dengan tembusan kepada organisasi atau instansi yang mengusulkan. |
(2) | Organisasi atau instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan penggantian kepada gubernur. |
(1) | Anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 berjumlah 9 (sembilan) orang. |
(2) | Dalam menetapkan Anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur memperhatikan komposisi keterwakilan unsur Pemerintah/pemerintah daerah, unsur serikat pekerja/serikat buruh dan unsur asosiasi pengusaha. |
(3) | Komposisi keterwakilan unsur Pemerintah/pemerintah daerah, unsur serikat pekerja/serikat buruh dan unsur asosiasi pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah masing-masing 3 (tiga) orang. |
(1) | Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dibantu oleh Sekretariat. |
(2) | Sekretariat Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Sekretaris Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus. |
(3) | Sekretariat Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan secara fungsional oleh Sekretariat Dewan Kawasan. |
(1) | Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dapat membentuk Badan Pekerja. |
(2) | Keanggotaan Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari anggota Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, tugas, dan tata kerja Badan Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus. |
(1) | Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus mengadakan sidang secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. |
(2) | Dalam hal diperlukan, Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dapat melakukan kerja sama dan/atau mengikutsertakan pihak lain dalam sidang Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus. |
(3) | Pelaksanaan sidang Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dilakukan dengan mengutamakan musyawarah mufakat. |
(4) | Tata kerja Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus ditetapkan oleh Ketua Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus. |
(1) | Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus berkoordinasi dengan Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional untuk melakukan sinkronisasi terhadap agenda program yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus yang bersifat arahan dan konsultatif. |
(2) | Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dapat melakukan koordinasi dengan lembaga lainnya untuk menciptakan iklim ketenagakerjaan yang harmonis dan kondusif. |
(3) | Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Lembaga Kerja Sama Tripartit Khusus dibebankan kepada anggaran pendapatan belanja negara dan anggaran pendapatan belanja daerah. |
(1) | Dewan Pengupahan KEK dibentuk oleh Gubernur. |
(2) | Tugas dan fungsi Dewan Pengupahan KEK:
|
(3) | Dalam melakukan tugas dan fungsinya, Dewan Pengupahan KEK berkoordinasi dengan kementerian/lembaga. |
(1) | Keanggotaan Dewan Pengupahan KEK terdiri atas unsur:
|
(2) | Susunan keanggotaan, masa jabatan, pengangkatan, pemberhentian, dan tata kerja Dewan Pengupahan KEK ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku di Dewan Pengupahan Kabupaten/kota. |
(3) | Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Dewan Pengupahan KEK dibebankan kepada anggaran pendapatan belanja negara dan anggaran pendapatan belanja daerah. |
(1) | Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. |
(2) | Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh paling kurang 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh. |
(1) | Untuk perusahaan yang mempunyai lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh, dapat dibentuk 1 (satu) forum serikat pekerja/serikat buruh pada setiap perusahaan. |
(2) | Ketentuan mengenai pembentukan forum serikat pekerja/serikat buruh diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. |
(1) | Perjanjian kerja bersama dibuat dan disepakati oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha. |
(2) | Serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. |
(3) | Perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang berada di KEK. |
(4) | Pendaftaran perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh pengusaha dan/atau serikat pekerja/serikat buruh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Pelabuhan laut, bandar udara, pos lintas batas, atau tempat lain di KEK dapat ditetapkan sebagai Tempat Pemeriksaan Imigrasi berdasarkan Keputusan Menteri yang menyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia. |
(2) | Dalam hal belum ditetapkannya Tempat Pemeriksaan Imigrasi terhadap pelabuhan laut, bandar udara, pos lintas batas, atau tempat lain di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksaan keimigrasian dapat dilakukan berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Imigrasi. |
(1) | Visa Tinggal Terbatas dalam rangka bekerja, penanaman modal asing, atau pendidikan di KEK diajukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Selain kegiatan bekerja, penanaman modal asing, atau pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Imigrasi yang ditunjuk juga dapat memberikan persetujuan Visa Tinggal Terbatas kepada Orang Asing yang bermaksud tinggal terbatas di KEK dalam rangka:
|
(1) | Orang Asing pemegang Visa Tinggal Terbatas di KEK diberikan Izin Tinggal Terbatas. |
(2) | Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. |
(3) | Setiap kali perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 5 (lima) tahun, dengan ketentuan keseluruhan Izin Tinggal di wilayah KEK tidak melebihi dari 15 (lima belas) tahun. |
(1) | Orang Asing yang bekerja di KEK dan telah memiliki Izin Tinggal Terbatas dapat diberikan Izin Tinggal Tetap, dengan ketentuan:
|
(2) | Wisatawan asing yang lanjut usia dan telah memiliki Izin Tinggal Terbatas, dapat dialihstatuskan menjadi Izin Tinggal Tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Orang Asing yang memiliki rumah tinggal atau hunian di KEK pariwisata diberikan:
|
(2) | Pemberian Izin Tinggal tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diajukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. |
(1) | Izin Masuk Kembali untuk beberapa kali perjalanan diberikan kepada Orang Asing pemegang Izin Tinggal Terbatas atau pemegang Izin Tinggal tetap. |
(2) | Masa berlaku Izin Masuk Kembali diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Pengadaan tanah dalam lokasi KEK mengacu kepada izin lokasi atau penetapan lokasi yang telah ditetapkan dalam rangka penetapan KEK. |
(2) | Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sekaligus sesuai luas KEK yang ditetapkan atau dilakukan secara bertahap sesuai dengan rencana pengembangan strategis KEK. |
(1) | Pengadaan tanah dalam lokasi KEK yang penetapannya berdasarkan usulan kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, atau Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang belum beroperasi, pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. |
(2) | Pengadaan tanah dalam lokasi KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dioperasikan oleh Badan Usaha pengelola, pelaksanaannya dilakukan:
|
(3) | Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan kerja sama atas tanah di lokasi KEK yang telah dikuasai dan/atau dibebaskan oleh Badan Usaha dan/atau pihak lain. |
(4) | Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam perjanjian kerja sama. |
(5) | Badan Usaha dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib mengikuti ketentuan pengelolaan KEK oleh Badan Usaha pengelola KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) | Pengadaan tanah untuk KEK yang diusulkan, dibangun, dan dioperasikan oleh Badan Usaha swasta, pelaksanaannya dilakukan secara langsung melalui jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati oleh para pihak. |
(1) | Lokasi KEK yang tanahnya telah dibebaskan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, diberikan Hak Pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Pada Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai kepada Pelaku Usaha. |
(3) | Lokasi KEK yang tanahnya telah dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) huruf b, diberikan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) | Tanah di lokasi KEK yang telah dikuasai dan/atau dibebaskan oleh Badan Usaha dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (3), diberikan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Lokasi KEK yang diusulkan, dibangun, dan dioperasikan oleh Badan Usaha swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (6) dan tanahnya telah dibebaskan, diberikan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. |
(1) | Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun serta dapat diperbarui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun. |
(2) | Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun serta dapat diperbarui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun. |
(3) | Perpanjangan dan pembaruan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan pada saat Badan Usaha telah beroperasi secara komersial. |
(4) | Pelaku Usaha pada KEK diberikan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang dapat diperpanjang dan diperbarui sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). |
(5) | Jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai kepada Pelaku Usaha tidak dapat melebihi jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai kepada Badan Usaha. |
(6) | Dalam hal pemberian Hak Pakai ditujukan untuk kepemilikan hunian atau properti pada KEK pariwisata, perpanjangan dan pembaruan Hak Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan pada saat hunian atau properti telah dimiliki secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(7) | Ketentuan mengenai pemberian, perpanjangan, dan pembaruan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai diatur dengan peraturan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria. |
(1) | Dalam rangka melaksanakan pelayanan bidang agraria, tata ruang dan pertanahan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria dan tata ruang melimpahkan kewenangan di bidang pertanahan kepada Administrator KEK dan/atau menempatkan petugas di Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang berlokasi di kantor Administrator KEK. |
(2) | Administrator KEK dan/atau petugas di Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan pelayanan yang meliputi:
|
(1) | Pada KEK pariwisata, Orang Asing/badan usaha asing dapat memiliki hunian/properti yang berdiri sendiri dan dibangun atas bidang tanah yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah. |
(2) | Orang Asing/badan usaha asing pemilik hunian/properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan:
|
(1) | Perencanaan kawasan di dalam KEK ditetapkan dalam masterplan KEK oleh Badan Usaha. |
(2) | Pemanfaatan kawasan di dalam KEK didasarkan pada masterplan KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Dalam rangka penataan ruang pasca penetapan KEK, Pemerintah Daerah menetapkan Rencana Detail Tata Ruang di sekitar KEK. |
(1) | Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha mendapatkan Perizinan Berusaha di KEK dengan cara mengakses laman OSS. |
(2) | OSS menerbitkan NIB, penerbitan Izin Usaha dan penerbitan Izin Komersial atau Operasional, dan pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik. |
(3) | Dalam hal penerbitan Izin Usaha dan penerbitan Izin Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan penyelesaian komitmen, Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha wajib menyelesaikan komitmen tersebut. |
(4) | Administrator memberikan persetujuan pemenuhan komitmen sebagaimana dimaksud ayat (3) berdasarkan pelimpahan atau pendelegasian kewenangan dari menteri/kepala lembaga, gubernur, dan/atau bupati/walikota. |
(5) | Dalam hal Administrator belum mendapat pendelegasian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Administrator melakukan fasilitasi penyelesaian persetujuan pemenuhan komitmen sebagaimana dimaksud ayat (3). |
(1) | Dalam hal tertentu OSS tidak dapat memproses penerbitan Perizinan Berusaha dari Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85, Administrator sesuai kewenangannya dapat memproses dan menerbitkan Perizinan Berusaha dimaksud. |
(2) | Administrator wajib mendaftarkan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke OSS. |
(1) | Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan di KEK tidak memerlukan Izin Lingkungan. |
(2) | Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyusun RKL-RPL rinci berdasarkan RKL-RPL KEK. |
(3) | RKL-RPL rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh Badan Usaha. |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan atas RKL-RPL rinci diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. |
(1) | Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB dari OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2) atau telah mendapatkan Perizinan Berusaha dari Administrator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1), dapat melakukan pembangunan dan penyiapan operasional kegiatan usahanya. |
(2) | Pelaku Usaha dapat melakukan komersialisasi kegiatan usahanya setelah mendapatkan semua Perizinan Berusaha sesuai bidang kegiatan usahanya. |
(1) | Administrator melakukan pengawasan atas pelaksanaan perizinan berusaha di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Administrator dalam melakukan pengawasan atas pelaksanaan perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) | Administrator dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan profesi sesuai dengan bidang pengawasan yang dilakukan oleh Administrator. |
(4) | Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki sertifikat keahlian di bidang pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Februari 2020 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO |
I. | UMUM Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus dimaksudkan untuk percepatan pembangunan perekonomian nasional yang berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Untuk itu Kawasan Ekonomi Khusus yang dibentuk dan ditetapkan oleh Pemerintah harus memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis sehingga dapat memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dengan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus maka perkembangan daerah dapat lebih ditingkatkan sehingga dapat menjadi model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi sehingga dapat menciptakan lapangan kerja. Agar Kawasan Ekonomi Khusus berkembang dan menarik Penanaman Modal utamanya Penanaman Modal asing baru dan lebih kompetitif dibandingkan dengan Kawasan Ekonomi Khusus sejenis di berbagai negara, perlu diberikan fasilitas dan kemudahan berupa: perpajakan, kepabeanan, dan cukai, lalu lintas barang, ketenagakerjaan, keimigrasian, pertanahan dan tata ruang, perizinan berusaha, dan fasilitas dan kemudahan lainnya. Ketentuan pelaksanaan pemberian fasilitas dan kemudahan di KEK telah diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan fasilitas dan kemudahan pada KEK yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, belum dapat mengoptimalkan realisasi penanaman modal terutama penanaman modal asing di Kawasan Ekonomi Khusus yang disebabkan antara lain belum jelas dan tegas pengaturan fasilitas dan dan kemudahannya serta pelaksanaannya. Disamping itu fasilitas dan kemudahan di kawasan sejenis pada beberapa negara lebih menarik penanaman modal asing untuk melakukan penanaman modal dibandingkan di Kawasan Ekonomi Khusus. Terhadap hal tersebut perlu dilakukan penyempurnaan pemberian fasilitas dan kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus, yaitu:
Memperhatikan bahwa penyempurnaan materi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus bersifat mendasar, maka Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di KEK perlu dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus. |
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "menetapkan 1 (satu) atau lebih bidang usaha" adalah pada masing-masing KEK dapat ditetapkan 1 (satu) atau lebih bidang usaha sebagai Kegiatan Utama dengan memperhatikan zona dan karakteristik KEK tersebut. Ayat (2) Terhadap KEK yang telah ditetapkan bidang usaha sebagai Kegiatan Utama, maka bidang usaha lainnya atau sisanya otomatis dan tanpa penetapan menjadi bidang usaha Kegiatan Lainnya. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "sesuai tahapannya" adalah tahapan pengembangan yang ditetapkan oleh Dewan Nasional KEK. Huruf d Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Huruf a Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai beroperasi komersial, yaitu setiap tahunnya sebesar 5% (lima persen) dari jumlah Penanaman Modal berupa perolehan Aktiva Tetap Berwujud termasuk tanah untuk kegiatan utama usaha. Fasilitas ini sifatnya mengurangi penghasilan neto (dalam hal mendapat keuntungan usaha) atau menambah kerugian fiskal (dalam hal mendapat kerugian usaha). Contoh: PT ABC melakukan Penanaman Modal sebesar Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) berupa pembelian aktiva tetap berupa tanah, bangunan dan mesin. Terhadap PT ABC dapat diberikan fasilitas pengurangan penghasilan neto (investment allowance) sebesar 5% x Rp 100.000.000.000,00 = Rp 5.000.000.000,00 setiap tahunnya, selama 6 tahun dihitung sejak saat mulai beroperasi komersial. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Misalnya, investor dari negara X, memperoleh dividen dari Wajib Pajak badan dalam negeri yang telah ditetapkan memperoleh fasilitas berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di negara yang belum memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan Pemerintah Republik Indonesia, atau bertempat kedudukan di negara yang telah memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan Pemerintah Republik Indonesia dengan tarif pajak dividen untuk Wajib Pajak Luar Negeri 10% (sepuluh persen) atau lebih, maka atas dividen tersebut hanya dikenakan Pajak Penghasilan di Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen). Namun apabila investor X tersebut bertempat kedudukan di suatu negara yang telah memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan Pemerintah Republik Indonesia dengan tarif pajak dividen lebih rendah dari 10% (sepuluh persen) maka atas dividen tersebut dikenakan Pajak Penghasilan di Indonesia sesuai dengan tarif yang diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda tersebut. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Proses produksi mencakup produksi langsung yang menghasilkan barang jadi, atau proses produksi tidak langsung yang menghasilkan bahan pembantu atau barang lain yang merupakan komponen barang jadi. Bagi KEK dengan kegiatan utamanya selain industri, barang modal termasuk peralatan, wahana rekreasi, serta alat transportasi yang digunakan selama proses pembangunan dan tahap operasionalisasi. Huruf b Yang dimaksud dengan "bahan baku, bahan pembantu, dan barang lain yang diolah, dirakit dan/atau dipasang pada barang lain untuk kegiatan manufaktur, logistik, dan/atau penelitian dan pengembangan" adalah bahan dan barang yang diperlukan secara menerus guna menunjang kegiatan usahanya. Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Yang dimaksud dengan barang modal mencakup:
Bagi KEK dengan kegiatan utamanya selain industri, barang modal mencakup juga peralatan, wahana rekreasi, serta alat transportasi. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan barang dan bahan untuk keperluan usaha mencakup:
Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24Cukup jelas. Pasal 25Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Penjelasan Perhitungan nilai kandungan lokal memakai pendekatan Regional Value Content (RVC), yaitu persentase dari penjumlahan biaya bahan baku lokal, biaya overhead langsung, biaya lainnya dan keuntungan dibagi dengan nilai Free On Board (FOB). Yang dimaksud dengan biaya bahan baku lokal adalah barang yang bersumber dari dalam negeri dan barang impor yang mendapatkan tarif preferensi 0% (nol persen) berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah" adalah Pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam undang-undang di bidang pajak daerah dan retribusi daerah yang terdiri atas:
Contoh: Misal pada KEK pariwisata, pemerintah daerah provinsi dapat menetapkan peraturan daerah untuk tidak memungut antara lain pajak air permukaan dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan daerah untuk tidak memungut antara lain pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, dan/atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Ayat (2) Pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diatur dalam undang-undang di bidang pajak daerah dan retribusi daerah yang terdiri atas:
Misal pada KEK yang Kegiatan Utama berupa industri, pemerintah daerah provinsi dapat menetapkan peraturan daerah untuk memberikan keringan pajak air permukaan sebesar 50% (lima puluh persen) dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan daerah untuk tidak memungut antara lain pajak air tanah, pajak penerangan jalan, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, dan/atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar 50% (lima puluh persen). Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Barang yang dapat dimusnahkan hanya terhadap barang yang busuk atau kedaluwarsa. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Yang dimaksud dengan "sektor tertentu" antara lain sektor pendidikan dan pelatihan vokasi, sektor ekonomi digital, serta sektor migas bagi kontraktor kontrak kerja sama. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pembebanan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara ditujukan paling sedikit untuk menunjang pembiayaan kegiatan anggota Dewan Pengupahan dari unsur Pemerintah. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pemeriksaan keimigrasian berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Imigrasi adalah bersifat sementara dan dalam kurun/jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan aspek pelayanan, keamanan, dan pengawasan keimigrasian. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Pariwisata meliputi kegiatan seperti wisata, berlibur, berekreasi kunjungan kesejarahan, perhotelan, dan termasuk jasa perhotelan. Adapun sosial dan budaya antara lain kegiatan kunjungan keluarga, sosial, budaya, olahraga, seni, kesehatan. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Ayat (1) Kepemilikan rumah tinggal atau hunian bagi orang asing dalam ketentuan ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Tempat Pemeriksaan Imigrasi merupakan Tempat Pemeriksaan Imigrasi yang berada di kawasan KEK dan memiliki fasilitas perangkat layanan pemeriksaan keimigrasian secara elektronik. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "hal tertentu" adalah mencakup tidak dapat diaksesnya laman OSS oleh Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. |