Tata Laksana Monitoring dan Evaluasi Terhadap Penerima Fasilitas Tempat Penimbunan Berikat dan Penerima Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
Menimbang :
Mengingat :
Menetapkan :
(1) | Monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a merupakan kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh unit-unit terkait di KPUBC atau KPPBC bersamaan dengan kegiatan pelayanan dan pengawasan terhadap perusahaan penerima fasilitas TPB. |
(2) | Monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dilaksanakan:
|
(3) | Monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dilakukan terhadap kesesuaian atas pemenuhan ketentuan:
|
(1) | Monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat dilaksanakan berdasarkan data dan/atau informasi yang diperoleh dari:
|
(2) | Monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai pada:
|
(3) | Monitoring umum TPB yang dilaksanakan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam:
|
(4) | Monitoring umum TPB yang dilaksanakan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf C yangmerupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan huruf b harus membuat laporan monitoring umum TPB sebagai bahan evaluasi mikro TPB. |
(2) | Laporan monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC melalui Kepala Seksi terkait:
|
(3) | Tindak lanjut atas laporan monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
(4) | Laporan monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(5) | Laporan monitoring umum TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai peraturan tentang tata laksana pengawasan di bidang kepabeanan. |
(1) | Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b merupakan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh tim monitoring khusus berdasarkan Surat Tugas dari:
|
(2) | Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan berdasarkan manajemen risiko dalam hal terdapat informasi yang perlu segera ditindaklanjuti. |
(3) | Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dilaksanakan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan. |
(4) | Kepala KPUBC dan Kepala KPPBC dapat menentukan frekuensi pelaksanaan monitoring khusus TPB selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan mempertimbangkan jumlah TPB yang berada dalam pengawasannya. |
(5) | Pemilihan TPB yang dilakukan monitoring khusus TPB ditetapkan berdasarkan manajemen risiko dan koordinasi antar unit di lingkungan DJBC dalam rangka efisiensi pengawasan. |
(6) | Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dapat berupa:
|
(2) | Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan ruang kendali (monitoring room). |
(3) | Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dilakukan:
|
(4) | Monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dilakukan oleh tim yang dapat terdiri atas Pejabat Bea dan Cukai pada:
|
(1) | Tim monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) harus membuat laporan pelaksanaan monitoring khusus TPB kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan surat tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan monitoring khusus TPB. |
(2) | Tindak lanjut laporan monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
(3) | Dalam hal tindak lanjut laporan monitoring khusus TPB merupakan penetapan Bea Masuk dan PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, penetapan dilakukan melalui penerbitan:
|
(4) | Laporan monitoring khusus TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a merupakan pemeriksaan pabean untuk menguji kepatuhan TPB atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan dilakukan secara mendadak berdasarkan manajemen risiko. | ||||||||||
(2) | Ruang lingkup pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a meliputi:
| ||||||||||
(3) | Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dapat dilakukan kepada:
| ||||||||||
(4) | Obyek pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a meliputi pengujian:
| ||||||||||
(5) | Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, dapat dilakukan pemeriksaan fisik barang dengan tingkat pemeriksaan berdasarkan manajemen risiko. |
(2) | Tingkat pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
|
(3) | Dalam hal pemeriksaan fisik telah dilakukan sesuai tingkat pemeriksaan pada ayat (2) huruf a dan huruf b kedapatan adanya perbedaan, tingkat pemeriksaan fisik dapat ditingkatkan sesuai manajemen risiko. |
(4) | Terhadap pemeriksaan fisik barang dalam rangka pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan Fisik. |
(5) | Berita Acara Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal pemeriksaan sewaktu-waktu dilakukan untuk menguji kebenaran pemberitahuan klasifikasi dan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), tim monitoring khusus dapat melakukan pengambilan sampel barang untuk uji laboratorium. |
(2) | Terhadap barang yang dilakukan uji laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seluruh barang yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean tidak dapat dikeluarkan sampai dengan hasil uji laboratorium diterima. |
(3) | Pengambilan sampel untuk uji laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan Berita Acara Pengambilan Sampel. |
(4) | Berita Acara Pengambilan Sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai Lampiran I huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b merupakan pemeriksaan pabean untuk mengetahui kebenaran saldo barang yang ditimbun yang mendapatkan fasilitas kepabeanan, dalam periode tertentu di dalam TPB dan/atau di lokasi tempat pengeluaran sementara di luar TPB. |
(2) | Ruang lingkup pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b meliputi pemeriksaan untuk:
|
(3) | Pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dapat dilakukan kepada:
|
(4) | Obyek pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b meliputi pemeriksaan kebenaran saldo:
|
(5) | Tim monitoring khusus yang melaksanakan pemeriksaan sederhana dapat menentukan obyek pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terhadap 1 (satu) atau beberapa obyek pemeriksaan. |
(6) | Kegiatan pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dilakukan dengan membandingkan data pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari TPB, berdasarkan:
|
(1) | Dalam pemeriksaan sederhana, dapat dilakukan pencacahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dengan tingkat pemeriksaan berdasarkan manajemen risiko. |
(2) | Tingkat pencacahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
|
(3) | Dalam hal pencacahan barang telah dilakukan sesuai tingkat pemeriksaan pada ayat (2) huruf a dan huruf b kedapatan adanya perbedaan, tingkat pencacahan barang dapat ditingkatkan sesuai manajemen risiko. |
(4) | Kegiatan pemeriksaan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Analisis mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c merupakan analisis atas data yang diperoleh berdasarkan informasi awal yang berasal dari kegiatan monitoring umum sebagai indikasi terjadinya penyalahgunaan fasilitas TPB yang perlu ditindaklanjuti guna diolah lebih lanjut sebagai bahan pengambilan keputusan. |
(2) | Ruang lingkup analisis mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c meliputi seluruh kegiatan TPB yang berdasarkan informasi awal ditemukan indikasi kesalahan. |
(3) | Analisis mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c dapat dilakukan kepada:
|
(4) | Analisis mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c dapat dilaksanakan berdasarkan data dan/atau informasi yang diperoleh dari:
|
(5) | Obyek kegiatan analisis mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c meliputi:
|
(6) | Kegiatan analisis mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Monitoring mandiri TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c merupakan kegiatan pemantauan dan pemeriksaan yang dilakukan secara mandiri oleh perusahaan penerima fasilitas TPB. |
(2) | Monitoring mandiri TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap:
|
(3) | Monitoring mandiri TPB dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Monitoring mandiri TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dilaksanakan oleh perusahaan penerima fasilitas TPB paling banyak 4 (empat) kali dalam 1 (satu) tahun. |
(2) | Kegiatan monitoring mandiri TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dilakukan berdasarkan surat pembentukan tim monitoring mandiri TPB yang ditandatangani oleh direksi atau pimpinan perusahaan dengan tembusan kepada Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC. |
(3) | Tim monitoring mandiri TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyampaikan laporan hasil monitoring mandiri TPB dengan disertai bukti-bukti pendukung kepada Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan kegiatan monitoring mandiri TPB. |
(4) | Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC menindaklanjuti laporan hasil monitoring mandiri TPB paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak laporan hasil monitoring mandiri TPB diterima. |
(1) | Tindak lanjut laporan monitoring mandiri sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (4) dapat berupa:
|
(2) | Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC dapat menerbitkan Surat Tugas monitoring khusus dalam hal laporan monitoring mandiri yang disampaikan ditolak. |
(3) | Dalam hal hasil laporan monitoring mandiri TPB kedapatan selisih kurang, terhadap barang yang seharusnya berada di TPB:
|
(4) | Musnah tanpa sengaja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi selisih kurang yang terjadi akibat:
|
(5) | Laporan hasil monitoring mandiri TPB sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (4) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) | Persetujuan Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf (a) merupakan penilaian yang dilakukan oleh tim evaluasi mikro TPB di KPUBC atau KPPBC terhadap kelayakan dari pemberian fasilitas TPB kepada perusahaan penerima fasilitas TPB, sebagai bahan evaluasi makro TPB. |
(2) | Evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf (a) dilakukan secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali, pada minggu kedua bulan Juli dan bulan Januari. |
(3) | Kegiatan yang dilakukan pada evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf (a) meliputi analisis atas:
|
(4) | Tim evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC sesuai dengan Surat Tugas yang terdiri atas Pejabat Bea dan Cukai pada:
|
(5) | Tindak lanjut dari evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
|
(1) | Tim evaluasi mikro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) menyampaikan laporan evaluasi mikro TPB kepada Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC, sekaligus sebagai laporan dari Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC kepada Kepala Kanwil. |
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kanwil pada minggu keempat bulan Juli dan Januari. |
(3) | Laporan evaluasi mikro TPB sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf (b) merupakan penilaian mengenai dampak dan efektivitas kebijakan pemberian fasilitas TPB; |
(2) | Evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf (b) dilakukan oleh tim evaluasi makro TPB pada:
|
(1) | Evaluasi makro TPB yang dilakukan oleh tim evaluasi makro TPB pada Kanwil atau KPUBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a meliputi penilaian atas efektivitas dan dampak ekonomi dari kebijakan pemberian fasilitas TPB secara regional di wilayah Kanwil tersebut. |
(2) | Kegiatan yang dilakukan pada evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Tim evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan laporan evaluasi makro TPB kepada Direktur Jenderal secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali, paling lambat pada akhir bulan Agustus dan akhir bulan Februari. |
(4) | Pengumpulan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d disampaikan bersamaan dengan penyampaian evaluasi makro TPB yang dilaporkan pada bulan Agustus. |
(5) | Pengumpulan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan melalui koordinasi dengan KPPBC untuk memberikan kuesioner kepada TPB yang berada dibawah pengawasannya dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) | Laporan evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Evaluasi makro TPB yang dilakukan oleh tim evaluasi makro TPB pada Direktorat yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b dilakukan:
|
(2) | Kegiatan yang dilakukan pada evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
|
(3) | Pengumpulan dan pengolahan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan bekerja sama dengan pihak yang kompeten. |
(4) | Kegiatan yang dilakukan pada evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pengisian Kertas Kerja Evaluasi Makro TPB Insidental. |
(5) | Kertas Kerja Evaluasi Makro TPB Insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Tim evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a menyampaikan laporan evaluasi makro TPB kepada Direktur Jenderal paling lambat pada akhir bulan Oktober pada tahun berjalan. |
(2) | Tim evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b menyampaikan laporan evaluasi makro TPB kepada Direktur yang memiliki tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan evaluasi makro TPB insidental. |
(3) | Tindak lanjut dari evaluasi makro TPB dapat berupa:
|
(4) | Laporan evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(5) | Laporan evaluasi makro TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf T yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Monitoring umum KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a merupakan kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh unit-unit terkait di Kanwil, KPUBC atau KPPBC sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing, bersamaan dengan kegiatan pelayanan dan pengawasan terhadap perusahaan penerima fasilitas KITE. |
(2) | Monitoring umum KITE meliputi pemantauan yang dilakukan terhadap kesesuaian atas pemenuhan ketentuan:
|
(3) | Pelaksanaan monitoring umum KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilaksanakan berdasarkan data dan/atau informasi yang diperoleh dari:
|
(4) | Dalam hal diperlukan adanya peninjauan lapangan dan/atau kegiatan yang memerlukan pemeriksaan fisik lainnya seperti stock opname, penilaian Sistem Pengendalian Internal (SPI), atau pendayagunaan IT Inventory, pelaksanaan monitoring umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan pemeriksaan lapangan. |
(5) | Pelaksanaan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus berdasarkan Surat Tugas pemeriksaan lapangan yang diterbitkan oleh Kepala Kanwil, Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC. |
(1) | Pelaksanaan monitoring umum KITE sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2), dilakukan oleh pejabat dan/atau pegawai pada:
|
(2) | Monitoring umum KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam:
|
(3) | Kepala Kanwil, Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC berdasarkan manajemen risiko dapat menentukan frekuensi pelaksanaan monitoring umum KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan beban kerja dan pola pengawasan KITE di bawah pengawasannya. |
(4) | Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b membuat laporan monitoring umum KITE sebagai bahan evaluasi mikro KITE. |
(5) | Tindak lanjut atas laporan monitoring umum KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa rekomendasi:
|
(6) | Laporan monitoring umum KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Kepala Kanwil, Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC secara:
|
(7) | sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Monitoring khusus KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b merupakan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh tim monitoring khusus berdasarkan Surat Tugas dari:
|
(2) | Pelaksanaan monitoring khusus KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan manajemen risiko dalam hal terdapat informasi yang perlu segera ditindaklanjuti. |
(3) | Pelaksanaan monitoring khusus KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d paling kurang 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan berdasarkan manajemen risiko dengan mempertimbangkan jumlah perusahaan penerima fasilitas KITE yang berada dalam pengawasannya. |
(4) | Tim monitoring khusus KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pejabat dan/atau pegawai pada:
|
(5) | Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Monitoring khusus KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b dapat berupa:
|
(2) | Pelaksanaan monitoring khusus KITE sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) dilakukan berdasarkan:
|
(3) | Jangka waktu pelaksanaan monitoring khusus KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
(4) | Tim monitoring khusus KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) membuat laporan pelaksanaan monitoring khusus KITE kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menerbitkan Surat Tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan monitoring khusus KITE. |
(5) | Tindak lanjut laporan monitoring khusus KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:
|
(6) | Laporan monitoring khusus KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a merupakan pemeriksaan pabean untuk menguji kepatuhan perusahaan penerima fasilitas KITE atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang dilakukan secara mendadak berdasarkan manajemen risiko. |
(2) | Obyek pemeriksaan sewaktu-waktu meliputi pengujian:
|
(3) | Pemeriksaan sewaktu-waktu, dilakukan berdasarkan:
|
(4) | Pemeriksaan sewaktu-waktu dapat dilakukan kepada:
|
(5) | Kegiatan pemeriksaan sewaktu-waktu, dapat dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam:
|
(6) | Pengujian atau penelitian atas selisih antara jumlah pemakaian bahan baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dapat dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat (4), dapat dilakukan pemeriksaan fisik barang dengan tingkat pemeriksaan berdasarkan manajemen risiko. |
(2) | Tingkat pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
|
(3) | Dalam hal pencacahan barang telah dilakukan sesuai tingkat pemeriksaan pada ayat (2) huruf a dan huruf b kedapatan adanya perbedaan, tingkat pencacahan barang dapat ditingkatkan sesuai manajemen risiko. |
(4) | Terhadap pemeriksaan fisik barang dalam rangka pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan Fisik. |
(5) | Berita Acara Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal pemeriksaan sewaktu-waktu dilakukan untuk menguji kebenaran pemberitahuan klasifikasi dan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) memerlukan untuk dilakukan uji laboratorium, tim monitoring khusus dapat melakukan pengambilan sampel barang untuk uji laboratorium. |
(2) | Pengambilan sampel untuk uji laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan Berita Acara Pengambilan Sampel. |
(3) | Berita Acara Pengambilan Sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai Lampiran II huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Analisis mendalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b merupakan penelitian dan analisis data berdasarkan informasi dan/atau target yang ditetapkan. |
(2) | Ruang lingkup analisis mendalam meliputi:
|
(3) | Analisis mendalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(4) | Identifikasi dan pemetaan risiko pelanggaran terhadap perusahaan penerima fasilitas KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilaksanakan berdasarkan data dan/atau informasi yang diperoleh dari:
|
(5) | Analisis aktivitas perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) | Analisis informasi atau permasalahan lain dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Monitoring mandiri KITE sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 huruf c merupakan kegiatan pemantauan yang dapat dilakukan oleh perusahaan penerima fasilitas KITE. |
(2) | Monitoring mandiri KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemantauan yang dilakukan terhadap:
|
(3) | Monitoring mandiri KITE dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam lampiran II huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktorat Jenderal ini. |
(4) | Kegiatan monitoring mandiri KITE dilakukan berdasarkan surat pembentukan tim monitoring mandiri KITE yang ditandatangani oleh direksi atau pimpinan perusahaan dengan tembusan kepada Kepala Kanwil, Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC. |
(5) | Monitoring mandiri KITE dilaksanakan oleh perusahaan penerima fasilitas KITE paling banyak 4 (empat) kali dalam 1 (satu) tahun terhadap kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(6) | Tim monitoring mandiri KITE menyampaikan laporan hasil pelaksanaan monitoring mandiri KITE kepada Kepala Kanwil, Kepala KPUBC atau Kepala KPPBC sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) | Tindak lanjut laporan monitoring mandiri KITE sebagaimana dimaksud ayat (5), dapat berupa permohonan:
|
(8) | Dalam hal hasil pelaksanaan monitoring mandiri KITE terdapat selisih kurang terhadap barang yang seharusnya berada di lokasi Perusahaan KITE dan/atau Perusahaan Penerima Subkontrak:
|
(1) | Evaluasi mikro KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a merupakan penilaian yang dilakukan oleh tim evaluasi mikro KITE pada:
|
(2) | Evaluasi mikro KITE dilakukan secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali, pada minggu ketiga bulan Juli dan bulan Januari. |
(3) | Kegiatan yang dilakukan pada evaluasi mikro KITE meliputi analisis atas:
|
(4) | Pelaksanaan kegiatan evaluasi mikro KITE sebagaimana dimaksud ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Tim evaluasi mikro KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) ditunjuk oleh Kepala Kanwil, KPUBC atau KPPBC sesuai dengan Surat Tugas yang terdiri atas Pejabat Bea dan Cukai pada:
|
(2) | Tim evaluasi mikro KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyampaikan laporan hasil pelaksanaan evaluasi mikro KITE kepada:
|
(3) | Laporan evaluasi mikro KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Evaluasi makro KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b merupakan penilaian mengenai efektivitas kebijakan dan dampak ekonomi dari pemberian fasilitas KITE. |
(2) | Evaluasi makro KITE dilakukan oleh tim evaluasi makro KITE pada:
|
(3) | Evaluasi makro KITE yang dilakukan oleh tim evaluasi makro KITE pada Kanwil atau KPUBC sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan secara periodik setiap 1 (satu) tahun sekali untuk penilaian atas:
|
(4) | Evaluasi makro KITE yang dilakukan oleh tim evaluasi makro KITE pada Direktorat yang memiliki tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan secara periodik setiap 1 (satu) tahun sekali untuk penilaian atas:
|
(1) | Kegiatan evaluasi atas efektifitas kebijakan dari pemberian fasilitas KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf a meliputi:
|
(2) | Kegiatan evaluasi atas dampak ekonomi dari pemberian fasilitas KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf b meliputi:
|
(3) | Kegiatan yang dilakukan pada evaluasi makro KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4) huruf a meliputi analisis atas:
|
(4) | Kegiatan yang dilakukan pada evaluasi makro KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4) huruf b meliputi:
|
(5) | Kegiatan evaluasi atas efektivitas kebijakan pemberian fasilitas KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(6) | Pengumpulan data terkait dampak ekonomi dari pemberian fasilitas KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada perusahaan penerima fasilitas KITE yang berada dibawah pengawasannya dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Tim evaluasi makro KITE pada Kanwil/KPUBC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf a menyampaikan laporan evaluasi makro KITE kepada Direktur yang memiliki tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan:
|
(2) | Tim evaluasi makro KITE pada Direktorat yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf b menyampaikan laporan evaluasi makro KITE kepada Direktur Jenderal:
|
(3) | Laporan pelaksanaan kegiatan evaluasi makro sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam:
|
(4) | Laporan pelaksanaan kegiatan evaluasi makro sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan sesuai pedoman sebagaimana tercantum dalam:
|
(5) | Tindak lanjut dari evaluasi makro KITE dapat berupa:
|
(1) | Pelaksanaan tugas pelayanan, tugas pengawasan, dan tugas administrasi, serta pelaksanaan tugas pada kegiatan monitoring dan evaluasi ditetapkan dalam Rencana Kerja Tahunan. |
(2) | Dalam rangka pengawasan dan pelayanan pada saat melaksanakan monitoring atau evaluasi, Direktorat yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, dan unit-unit terkait di Kantor Pusat DJBC, Kanwil, KPUBC, atau KPPBC dapat:
|
(3) | Permintaan Data atau keterangan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c dilakukan secara tertulis. |
(4) | Berdasarkan permintaan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penerima fasilitas TPB dan/atau KITE wajib menyerahkan Data secara lengkap sesuai ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan. |
(5) | Penyerahan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilakukan pada saat diterimanya permintaan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atau sesuai jangka waktu yang dipersyaratkan pada saat permintaan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(1) | Untuk kepentingan pelaksanaan Monitoring atau Evaluasi, Penerima Fasilitas TPB atau KITE wajib:
|
(2) | Dalam hal penerima fasilitas tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih kepada yang mewakili atau yang mendapat kuasa. |
(3) | Dalam hal penerima fasilitas menolak atau tidak membantu pelaksanaan monitoring atau evaluasi, maka penerima fasilitas diminta untuk menandatangani Surat Penolakan atau Tidak Membantu Pelaksanaan Monitoring atau Evaluasi sebagaimana format contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pelaksanaan tugas administrasi pada kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan dengan menggunakan sistem aplikasi monitoring dan evaluasi yang memproses hasil monitoring dan evaluasi secara terintegrasi dengan perangkat komunikasi data yang dilakukan oleh unit-unit pengguna aplikasi yang terkait fasilitas TPB atau KITE. |
(2) | Kegiatan yang dilakukan pada tugas administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Dalam hal sistem aplikasi monitoring dan evaluasi belum tersedia sehingga tugas administrasi sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak dapat dilakukan secara elektronik, tugas administrasi dilakukan secara manual. |