Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk dan/atau Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Barang Dalam Rangka Kontrak Karya Atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
Menimbang :
Mengingat :
Menetapkan :
(1) | Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:
|
(2) | Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:
|
(3) | Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan sesuai dengan jangka waktu yang tercantum dalam kontrak. |
(1) | Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:
|
(2) | Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:
|
(3) | Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan sejak tanggal ditandatanganinya kontrak sampai dengan tahun kesepuluh dari periode Operasi Produksi. |
(1) | Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada Kontraktor yang kontraknya mencantumkan ketentuan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor Barang dalam rangka KK atau PKP2B sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai atas impor Barang Kena Pajak dalam rangka KK atau PKP2B dapat diberikan kepada:
|
(3) | Pembebasan atau keringanan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan sejak tanggal ditandatanganinya kontrak sampai dengan tahun kesepuluh dari periode Operasi Produksi. |
(1) | Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5. | |||
(2) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
| |||
(3) | Dalam hal elemen data jenis barang dalam Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h memuat data secara terperinci atau terurai, importasi barang dapat dilakukan dalam keadaan terurai. | |||
(4) | Dalam menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri harus memperhatikan KK atau PKP2B yang menjadi dasar penerbitan Keputusan Menteri Keuangan. | |||
(5) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat paling sedikit dalam 4 (empat) rangkap dengan peruntukan sebagai berikut:
|
(1) | Impor barang yang tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), wajib membayar bea masuk dan/atau dipungut Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure):
|
(1) | Atas barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5, dapat dilakukan Pemindahtanganan. |
(2) | Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor. |
(3) | Ketentuan mengenai jangka waktu Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak berlaku dalam hal:
|
(1) | Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan. |
(2) | Untuk mendapatkan izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan dengan menyebutkan alasan Pemindahtanganan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan dokumen berupa:
|
(4) | Daftar barang yang akan dipindahtangankan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(6) | Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). |
(7) | Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia dalam SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kontraktor tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan. |
(1) | Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan, melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan izin Pemindahtanganan dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). |
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sesuai, ditindaklanjuti sebagai berikut:
|
(4) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan membuat surat penolakan permohonan izin Pemindahtanganan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(5) | Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan izin pemindahtanganan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(6) | Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan izin pemindahtanganan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(7) | Salinan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan. |
(8) | Dalam hal Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, salinan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang. |
(9) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat digunakan oleh direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap Pemindahtanganan barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5. |
(10) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diterbitkan. |
(11) | Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf B, Lampiran huruf C, Lampiran huruf D, dan Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap Pemindah tanganan barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, dikecualikan dari ketentuan mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1). |
(2) | Kontraktor yang telah melakukan Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan laporan realisasi Pemindahtanganan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang telah dipindahtangankan. |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelaksanaan Pemindahtanganan. |
(4) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) terutang bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika:
|
(1) | Kontraktor membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin pemindahtanganan barang impor dalam rangka KK atau PKP2B disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagai dokumen dasar pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. |
(2) | Pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan pada klasifikasi, pembebanan, dan nilai pabean dalam pemberitahuan pabean impor pada saat pemasukan. |
(3) | Pemenuhan kewajiban kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan. |
(1) | Kontraktor yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan akan melaksanakan Pemindahtanganan barang, harus terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan. |
(2) | Terhadap Pemindahtanganan yang disertai dengan kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b, pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan bukti pembayaran bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai. |
(3) | Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dipindahtangankan dan membuat laporan hasil pemeriksaan fisik. |
(4) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan sesuai, Pemindahtanganan dapat dilaksanakan dan Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membuat berita acara Pemindahtanganan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dipindahtangankan memberitahukan kepada Kontraktor bahwa atas barang yang dinyatakan tidak sesuai tersebut tidak dapat dilaksanakan Pemindahtanganan. |
(1) | Pengajuan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dilampiri dengan:
|
(2) | Daftar barang yang akan dilakukan ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
(3) | Atas pengajuan pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean tempat dilakukan ekspor kembali. |
(4) | Tata cara ekspor kembali dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata laksana kepabeanan di bidang ekspor. |
(1) | Atas barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5, dapat dilakukan Pemusnahan. |
(2) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor. |
(3) | Ketentuan mengenai jangka waktu Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure). |
(1) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan. |
(2) | Untuk mendapatkan izin Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan dengan menyebutkan alasan Pemusnahan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilampiri dengan:
|
(4) | Daftar barang yang akan dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut:
|
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(6) | Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). |
(7) | Dalam hal dokumen lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah tersedia dalam SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kontraktor tidak perlu menyampaikan kembali dokumen lampiran tersebut kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan. |
(1) | Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang akan dimusnahkan, melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh persyaratan untuk mendapatkan izin Pemusnahan dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2). |
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak lengkap, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan menerbitkan surat pengembalian dokumen dengan menyebutkan alasan pengembalian. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai pemberian izin pemusnahan barang impor dalam rangka KK atau PKP2B. |
(4) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan membuat surat penolakan permohonan Pemusnahan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(5) | Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan memberikan persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) paling lama 5 (lima) jam kerja terhitung sejak permohonan izin pemusnahan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(6) | Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan izin pemusnahan diterima secara lengkap dan sesuai. |
(7) | Salinan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan kepada direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan. |
(8) | Dalam hal Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan bukan merupakan Kantor Pabean tempat pemasukan barang, salinan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean tempat pemasukan barang. |
(9) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat digunakan oleh direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tugas dan fungsinya di bidang pemberian fasilitas kepabeanan untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pemusnahan barang impor untuk dipakai yang mendapat pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B. |
(10) | Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterbitkan. |
(11) | Surat pengembalian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan surat penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf I, Lampiran huruf J, dan Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Terhadap Pemusnahan barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5, yang dilakukan setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor, dikecualikan dari ketentuan mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1). |
(2) | Kontraktor yang telah melakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan laporan realisasi Pemusnahan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang telah dimusnahkan. |
(3) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pelaksanaan Pemusnahan. |
(4) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf L. |
(1) | Terhadap barang impor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B yang telah dimusnahkan, dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. |
(2) | Pembebasan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila setelah dilakukan Pemusnahan barang tersebut masih mempunyai nilai ekonomis. |
(3) | Pembayaran bea masuk yang terutang untuk barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan berdasarkan harga transaksi penjualan dengan ketentuan:
|
(4) | Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang untuk barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(5) | Pemenuhan kewajiban kepabeanan atas barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) yang menjadi dokumen dasar pembayaran bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. |
(6) | Pemenuhan kewajiban kepabeanan atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemusnahan. |
(7) | Barang yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah dilakukan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Kontraktor yang telah memperoleh Keputusan Menteri Keuangan mengenai izin Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dan akan melaksanakan Pemusnahan barang, harus terlebih dahulu mengajukan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan. |
(2) | Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk di Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dimusnahkan dan membuat laporan hasil pemeriksaan fisik. |
(3) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan sesuai, Pemusnahan dapat dilaksanakan dan Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) membuat berita acara Pemusnahan dengan menggunakan contoh format yang tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean tempat barang yang akan dimusnahkan memberitahukan kepada Kontraktor bahwa atas barang yang dinyatakan tidak sesuai tersebut tidak dapat dilaksanakan Pemusnahan. |
(1) | Penyampaian Surat, Keputusan Menteri dan Laporan Realisasi berupa:
|
(2) | Dalam hal SINSW atau Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak dapat dioperasikan atau mengalami gangguan operasional, penyampaian surat, Keputusan Menteri Keuangan atau laporan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dapat disampaikan secara manual dalam bentuk salinan cetak (hardcopy) atau salinan digital (softcopy). |
(1) | Terhadap Kontraktor yang mendapatkan pembebasan atau keringanan bea masuk dan/atau pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dalam rangka KK atau PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 dapat dilakukan audit. |
(2) | Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak. |
(3) | Dalam pelaksanaan kegiatan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor wajib memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan. |
(4) | Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai audit. |
(1) | Agar pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk lebih tepat sasaran, serta dalam rangka penyempurnaan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, dan harmonisasi kebijakan di bidang fasilitas pertambangan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dapat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemberian pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan dalam rangka KK atau PKP2B. |
(2) | Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada:
|
(3) | Dalam hal berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya indikasi pelanggaran atau penyalahgunaan atas pembebasan atau keringanan bea masuk yang telah diberikan, direktur pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dapat merekomendasikan untuk dilakukan audit atau penelitian lebih lanjut oleh unit yang tugas dan fungsinya di bidang pengawasan. |
(4) | Dalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor harus memberikan keterangan dan dokumen yang diperlukan. |
(1) | Dalam hal Pemindahtanganan, ekspor kembali, dan Pemusnahan, tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 18, Pasal 22 ayat (2), Pasal 23 ayat (1), dan Pasal 26 ayat (6), Kontraktor wajib membayar:
|
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Kontraktor ditemukan tidak menyampaikan:
|
(3) | Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 13 Agustus 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA