Penentuan Bentuk Usaha Tetap
Menimbang :
Mengingat :
Menetapkan :
(1) | Orang Pribadi Asing atau Badan Asing yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak. |
(2) | Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dimulai pada saat Orang Pribadi Asing atau Badan Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. |
(3) | Pendaftaran diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan setelah saat mulai menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. |
(4) | Dalam hal Orang Pribadi Asing atau Badan Asing yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan. |
(5) | Tata cara pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dilaksanakan sesuai dengan peraturan menteri keuangan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. |
(1) | Orang Pribadi Asing atau Badan Asing yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap sebagai Pengusaha yang melakukan penyerahan yang merupakan objek pajak sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. |
(2) | Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi batasan pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. |
(3) | Tata cara pengukuhan dilaksanakan sesuai dengan peraturan menteri keuangan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. |
(1) | Bentuk usaha tetap merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
(2) | Bentuk usaha sebagai berikut merupakan bentuk usaha tetap meskipun tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Pengertian usaha atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup segala hal yang dilakukan untuk mendapatkan, menagih, atau memelihara penghasilan. |
(1) | Tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a mencakup segala jenis tempat, ruang, fasilitas, atau instalasi, termasuk mesin atau peralatan, yang digunakan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan, yang dapat berupa:
|
(2) | Adanya tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan tanpa memperhatikan apakah Orang Pribadi Asing atau Badan Asing memiliki atau menyewa atau apakah Orang Pribadi Asing atau Badan Asing berhak secara hukum menggunakan tempat usaha tersebut. |
(3) | Tempat usaha bersifat permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b sepanjang tempat usaha tersebut:
|
(4) | Tempat usaha digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c sepanjang:
|
(5) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tidak terpenuhi dalam hal:
|
(1) | Untuk penerapan P3B, bentuk usaha yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tetapi hanya melakukan kegiatan yang bersifat persiapan (preparatory) atau penunjang (auxiliary) dikecualikan dari pengertian bentuk usaha tetap. |
(2) | Kegiatan yang bersifat persiapan (preparatory) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan pendahuluan agar kegiatan yang esensial dan signifikan siap untuk dilakukan. |
(3) | Kegiatan yang bersifat penunjang (auxiliary) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan tambahan yang memperlancar kegiatan yang esensial dan signifikan. |
(4) | Kegiatan yang esensial dan signifikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) mencakup kegiatan yang:
|
(5) | Dalam hal Orang Pribadi Asing atau Badan Asing melakukan kegiatan yang bersifat persiapan (preparatory) atau penunjang (auxiliary) untuk pihak lain, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tidak berlaku. |
(1) | Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a adalah proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan yang merupakan usaha atau kegiatan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing di Indonesia. | ||||||||||||||||
(2) | Proyek konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
| ||||||||||||||||
(3) | Instalasi atau proyek perakitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
| ||||||||||||||||
(4) | Untuk penerapan P3B, proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bentuk usaha tetap sepanjang dikerjakan melebihi periode waktu dalam P3B. | ||||||||||||||||
(5) | Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) juga meliputi proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan di Indonesia yang:
| ||||||||||||||||
(6) | Dalam penentuan periode waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b merupakan bentuk usaha tetap sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
(2) | Untuk penerapan P3B, pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain yang dipekerjakan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing merupakan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b sepanjang dilakukan melebihi periode waktu dalam P3B di Indonesia. |
(3) | Penghitungan periode waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c merupakan bentuk usaha tetap sepanjang orang pribadi atau badan bertindak untuk dan atas nama Orang Pribadi Asing atau Badan Asing. |
(2) | Orang pribadi atau badan bertindak untuk dan atas nama Orang Pribadi Asing atau Badan Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang orang pribadi atau badan tersebut:
|
(3) | Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tersebut dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen, broker atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri. |
(4) | Untuk penerapan P3B, dalam hal agen yang berkedudukan tidak bebas hanya melakukan kegiatan yang bersifat persiapan (preparatory) atau penunjang (auxiliary) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) maka agen yang berkedudukan tidak bebas tersebut bukan merupakan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c. |
(1) | Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d merupakan bentuk usaha tetap sepanjang:
|
(2) | Untuk penerapan P3B, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk reasuransi. |
(1) | Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan dalam hal bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia. |
(2) | Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak terhadap bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan. |
(3) | Tata cara penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilaksanakan sesuai dengan peraturan menteri keuangan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak |
(1) | Pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dalam hal Orang Pribadi Asing atau Badan Asing yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap tidak lagi memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1). |
(2) | Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan permohonan Pengusaha Kena Pajak atau secara jabatan. |
(3) | Tata cara pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dilaksanakan sesuai dengan peraturan menteri keuangan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. |
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 April 2019 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 April 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA