News
Manufaktur dongkrak pajak

Saturday, 03 July 2010

Manufaktur dongkrak pajak

Kontribusi sektor pertambangan & pertanian masih minim

JAKARTA: Realisasi pe­nerimaan pajak se­pan­jang semester I/2010 mencapai Rp264,1 triliun atau 44,5% dari target Rp661 triliun untuk ta­hun ini, dengan peneri­ma­an terbesar dari sektor pengolahan atau manufaktur.

Adapun kontribusi pajak dari sektor pertanian dan kehutanan serta sektor pertambangan dan penggalian masih minim.

Dirjen Pajak Mochamad Tjip­tar­djo baru-baru ini juga menya­ta­kan akan mendalami penerima­an pajak dari kedua sektor usaha tersebut karena realisasi setoran pajaknya bertolak belakang di­bandingkan dengan pertumbuh­an sektor usahanya.

 

Direktur Kepatuhan, Potensi dan Penerimaan Ditjen Pajak, Su­mihar Petrus Tambunan, menyebutkan setoran pajak dari sektor pertambangan dan penggalian sepanjang paruh pertama tahun ini baru sebesar Rp15,88 triliun, ber­ada di urutan kelima setelah em­pat sektor lainnya.

Setoran pajak dari sektor perta­nian, perkebunan, dan ke­hu­ta­n­an bahkan turun menjadi Rp6,74 tri­liun dibandingkan de­ngan Rp7,62 triliun pada semester I ta­hun lalu.

"Kami belum menganalisis pe­nyebab penurunan [setoran pajak dari sektor] ini. Namun, mungkin saja karena ada tarif diskon PPh untuk UMKM [usaha kecil me­nengah di sektor tersebut]," ka­ta­nya, kemarin.

Untuk penerimaan dari sektor pertambangan, Sumihar menyebutkan, setoran pajak yang dite­rima hingga akhir semester I lalu ma­sih dalam bentuk rupiah, se­dang­kan untuk pajak yang dalam bentuk dolar AS belum masuk ke da­lam sistem modul penerimaan ne­gara (MPN).

"Kami belum dapat dolarnya. [Pendapatan pajak dari sektor per­tambangan] yang dolar belum ma­suk ke MPN," katanya.

Adapun penerimaan pajak dari sektor pengolahan yang membe­ri­kan kontribusi terbesar mencapai Rp95,85 triliun, disusul sektor perdagangan besar dan eceran, perantara keuangan, serta sek­tor transportasi, pergudangan, dan komunikasi. (lihat infografis)

Ahmad Erani Yustika, ekonom dari Institute for Development of Eco­nomics and Finance Ind­o­ne­sia (Indef), mengatakan rendahnya penerimaan pajak dari sektor pertambangan tidak bisa langsung diartikan sebagai akibat dari upaya penghindaran pembayaran pajak (tax avoidance) yang dila­ku­kan pelaku usaha di sektor itu.

"Mereka [pelaku usaha di bi­dang pertambangan] memang pa­da awal tahun ini melakukan kon­­­solidasi, setelah pada 2009 ada masalah yang berkaitan de­ngan beberapa kasus besar misalnya soal investasi yang merosot atau produksinya juga mulai tu­run," jelasnya.

Kepala Ekonom Danareksa Re­search Institute Purbaya Yudhi Sa­dewa menilai tren penerimaan pa­jak tidak sesuai dengan tingkat per­­tumbuhan ekonomi yang te­rus melaju.

Menurut dia, hal itu tecermin pa­­da realisasi penerimaan pajak se­­­mester I/2010 yang tidak jauh ber­­beda dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak pada ta­­hun lalu, pada saat kondisi per­eko­nomian kurang bagus.

"Penerimaan pajak harus di­ban­dingkan dengan kondisi per­eko­nomian tahun-tahun se­be­­­lum­nya. Bu­kan ha­nya fo­­kus pa­da angka realisasi­nya."

Purbaya menambahkan di te­ngah fundamental perekonomian yang cukup baik, realisasi pene­rimaan pajak seharusnya minimal sudah 50%. "Kata orang [Dit­jen] Pa­jak, kalau da­lam 6 bulan per­tama tidak sampai 50%, bia­sanya tar­get tidak tercapai."

Per­sentase pe­­nerimaan pa­jak se­mester I/2010 naik tipis menjadi 44,5% dari total target pe­ne­ri­maan 2010, di­ban­dingkan de­ngan rea­lisasi pe­­ne­ri­maan pa­jak pe­­riode yang sa­­ma 2009 yang mencapai 43,8% dari total target.

Pajak impor

Sementara itu, Sumihar menyebutkan tingginya kontribusi se­toran pajak dari sektor pengolah­an sejalan dengan besarnya peran sektor tersebut dalam perekono­mi­an nasional, yang tecermin pa­da produk domestik bruto (PDB).

"Sumbangan dari sektor pengolahan memang selalu yang paling tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya. Porsi penerimaan PDB kita yang terbesar memang dari industri pengolahan," ka­ta­nya.

Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), kontri­busi industri pengelolaan terhadap PDB pada kuartal I/2010 mencapai 25,4%, paling tinggi di­bandingkan dengan sektor lainnya.

Akan tetapi, Ahmad Erani me­nilai be­sarnya sumbangan se­toran pa­jak dari sektor manufaktur bu­kan mencerminkan ting­gi­nya daya saing industri nasional. Dia memperkirakan pe­ne­ri­maan pajak terbesar dari sektor itu adalah untuk jenis p­a­jak pertambahan nilai (PPN), bu­kan pajak penghasilan (PPh).

"Konten impor dalam industri kita itu 10%-60%, cukup be­sar. Bahan-bahan yang di­im­por itu kan kena pajak impor. Jadi, itu [be­sar­nya setoran pajak dari sektor peng­olahan] be­lum tentu men­cer­minkan daya saing industri kita," jelasnya.

Dalam ke­sem­­patan ber­be­­­da, Dirjen Bea dan Cukai Tho­­mas Sugijata me­­­­nye­butkan realisasi pa­­jak dalam rangka impor (PDRI) sepanjang semester I/2010 masih lebih bagus dibandingkan dengan periode yang sa­ma tahun lalu.

Menurut dia, hal tersebut meng­­­­indikasikan meningkatnya im­­por, terutama impor bahan ba­ku dan barang modal. "Dengan ada­nya FTA, ada pe­nga­ruh terhadap tarif [bea ma­suk] menjurus ke 0%. Namun, de­­ngan naik­nya volume pajak, PDRI juga naik," tuturnya.

Harian Bisnis Indonesia

http://ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=9610&q=&hlm=1


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.