News
Puluhan Kontraktor Migas Berpotensi Tunggak Pajak Rp 4,72 Triliun

Tuesday, 10 April 2018

Puluhan Kontraktor Migas Berpotensi Tunggak Pajak Rp 4,72 Triliun

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 29 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) berpotensi menunggak pajak hingga US$ 343 juta atau sekitar Rp 4,72 Triliun. Hal ini terungkap dari hasil pemeriksaan dukungan laporan keuangan pemerintah pusat tahun anggaran 2016 pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Tunggakan itu terdiri dari pajak penghasilan (PPh) serta pajak bunga dividen dan royalti.

Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2017, pada awalnya, nilai kewajiban pajak 29 KKKS itu sebesar US$ 1,936 miliar, namun hingga Desember 2016 jumlah yang telah disetor baru US$ 1,593 miliar, sehingga terdapat kekurangan setor pajak US$ 343 juta.

 

Adapun dalam perhitungan kewajiban pajak yang akan dibayarkan ke negara, kontraktor migas melaporkannya pada financial quarterly report (FQR), yakni pada bagian Government Tax Entitlement, di mana pengenaan pajak akan dilakukan setelah seluruh biaya KKKS telah terpulihkan dengan penerimaan dari produksi siap jual (lifting) dan sudah memiliki penerimaan untuk menjadi equity to be split (ETBS).

FQR merupakan laporan yang menggambarkan perhitungan bagi hasil operasi migas dari satu kontrak production sharing contract (PSC). FQR berisi antara lain informasi lifting dan cost recovery. FQR disusun oleh KKKS dan dievaluasi dan dirangkum oleh SKK MIGAS dalam suatu konsolidasi laporan keuangan atau laporan manajemen.

Jadi, 29 KKKS tersebut berpotensi menunggak pajak mengacu dari hasil pengujian atas kewajiban perpajakan, FQR original, atau FQR sebelum pembahasan final dengan SKK Migas tahun 2016. Sementara data pajak yang telah disetorkan KKKS sesuai laporan penerimaan PPh Migas untuk tahun buku 2016.

BPK pun mengkonfirmasi ke Devisi Manajemen Resiko dan Perpajakan SKK Migas terkait KKKS yang belum menyelesaikan perpajakannya itu. Setidaknya ada empat hasil konfirmasi yang diperoleh BPK yang tercantum dalam ikhtisar tersebut.

Pertama, pajak terutang atau government tax entitlement yang disajikan dalam FQR yang diterima BPK bukan merupakan angka final. Ini karena FQR yang digunakan adalah FQR kuartal empat 2016 original sehingga masih dapat berubah.

Kedua, data laporan penerimaan PPh migas yang disajikan adalah data setoran PPh migas periode Januari sampai Desember 2016 posisi per April 2017. Setoran tersebut masih bergerak sampai KKKS menyampaikan Laporan Penerimaan Negara (LPN) final untuk 2016.

Ketiga, konfirmasi selisih kurang PPh migas belum dapat dilakukan sampai diterbitkannya FQR Final dan LPN Final. Dan keempat, Sampai 21 April 2017, diketahui baru ada beberapa FQR yang berstatus final. Sementara LPN yang berstatus final belum ada yang disampaikan KKKS karena batas waktu penyampaiannya adalah akhir April 2017.

Untuk itu, SKK Migas menilai tindakan KKKS tersebut menyalahi sejumlah peraturan. Pertama, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Tindakan 29 KKKS itu tidak sesuai dengan lima pasal di UU tersebut, salah satunya Pasal 9 ayat 2 yang menyatakan bahwa kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Tahunan harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.

Kedua, tindakan KKKS itu juga tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Migas, khususnya pada bagian penjelasan umum huruf d yang menyatakan bahwa kontraktor diwajibkan membayar sendiri pajak penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar skema kontrak kerja sama.

“Hal tersebut mengakibatkan negara berpotensi tidak dapat segera memanfaatkan dana pajak tahun 2016 minimal senilai US$ 343 juta dan berpotensi kehilangan denda/bunga atas kekurangan pembayaran pajak tahun 2016,” dikutip dari IHPS Semester II 2017, Senin (9/4).

Masih menurut ikhtisar BPK, tunggakan ini dikarenakan pemimpin 29 KKKS tidak melaksanakan dan mematuhi ketentuan perpajakan di Indonesia. SKK Migas menyatakan bahwa laporan FQR 2016 dari ke 29 KKKS tersebut masih dalam tahap evaluasi.

Dalam ikthisar tersebut, SKK Migas menyatakan bahwa laporan FQR 2016 dari 29 KKKS itu masih dalam tahap evaluasi. Jumlah pajak terutang akan menjadi tetap (fixed) apabila FQR telah selesai dievaluasi dan dinyatakan Final. (Lihat pula: BPK Temukan Cost Recovery Empat Blok Migas Tak Sesuai Aturan).

BPK menyatakan sampai dengan pemeriksaan berakhir, baru dua dari 29 KKKS yang FQR-nya berstatus final, mereka adalah SPR Langgak dan JOB Pertamina-Talisman Ogan Komering. Adapun batas akhir penyetoran dan penyampaian LPN Final atau SPT Final adalah 30 April, batas akhir ini dapat diperpanjang selambat-lambatnya dua bulan atau sampai 30 Juni.

Hal ini sesuai dengan pasal 3 ayat 4 Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), sehingga belum ada potensi kurang setor PPh Migas oleh ke-29 KKKS tersebut. Potensi kurang bayar baru bisa dihitung bila penetapan pajak terutangnya telah final dan batas waktu penyetoran/penyampaian LPN Final/SPT Final telah dilampaui. Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Kepala SKK Migas berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pemeriksaan dan penagihan terhadap 29 KKKS apabila sudah menyampaikan FQR final.

Dihubungi secara terpisah, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher mengatakan terkait lebih atau kurang bayar PPh migas dari hasil temuan BPK itu, pihaknya dan Direktorat Jenderal Pajak menjalankan proses rutin rekonsiliasi dan penagihan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Menurut Wisnu, kurang bayar pajak dimungkinkan karena beberapa faktor. Misalnya, karena kinerja peningkatan produksi siap jual (lifting) migas, penerimaan negara (revenue) yang lebih tinggi karena harga di atas ekspektasi, atau penurunan cost recovery kumulatif di akhir tahun. “Sehingga menjadikan estimasi sebelumnya dalam menghitung cicilan per bulan dari kinerja tahun sebelumnya menjadi lebih kecil dari penghasilan aktual di periode fiskal yang sama. Hal ini menjadikan akan adanya penyetoran tambahan atas kurang bayar tersebut,” kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (9/4).

https://katadata.co.id/berita/2018/04/09/puluhan-kontraktor-migas-berpotensi-tunggak-pajak-rp-472-triliun

Related Articles

News

PPATK Dorong Penyusunan Aturan Keterbukaan Informasi Beneficial Ownership

News

Renegosiasi Kontrak Freeport Tak Ubah Skema Pajak

News

Bea Cukai Andalkan Kenalkan Tarif dan Penambahan Barang Kena Cukai Baru


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.