Lebih Bayar PPN, Pilih Restitusi atau Kompensasi? Pertimbangkan Hal Ini
Rischo Genio Septianto,
Tuesday, 24 January 2023
Jika pajak masukan yang lebih besar dari pajak keluaran, selisihnya merupakan kelebihan bayar pajak. Atas lebih bayar tersebut, PKP dapat melakukan mengkompensasinya atau mengajukan permohonan pengembalian atau restitusi.
Setiap orang atau badan usaha yang ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), wajib memungut, menyetor dan membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang timbul dari setiap transaksi atau penyerahan barang maupun jasa.
PPN yang dipungut PKP dari lawan transaksinya, disebut sebagai pajak masukan. Sedangkan untuk PPN yang seharusnya dibayarkan PKP atas setiap perolehan barang dan/atau jasa kena pajak disebut pajak keluaran.
Dalam memperhitungkan hak dan kewajiban perpajakannya, PKP harus mengurangkan jumlah pajak keluaran dengan pajak masukan. Jika nilai pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, selisihnya menjadi PPN yang harus disetor.
Sebaliknya, jika pajak masukan yang lebih besar dari pajak keluaran, selisihnya merupakan kelebihan bayar pajak. Atas lebih bayar tersebut, PKP dapat melakukan mengkompensasinya atau mengajukan permohonan pengembalian atau restitusi.
Baca Juga: Batas Nilai Restitusi Pendahuluan Naik Jadi Rp 5 Miliar
Kompensasi merupakan kelebihan bayar PPN yang bisa digunakan untuk membayar kurang bayar pajak pada masa atau periode pajak berikutnya. Sedangkan melalui restitusi, PKP bisa memperoleh pengembalian uang senilai atas kelebihan PPN yang sudah dibayarkan.
Namun, sebelum menentukan pilihan apakah akan mengajukan restitusi atau mengkompensasikan kelebihan pajak, ada baiknya memahami dengan baik tata cara dan risikonya.
Terkait restitusi, dapat dilakukan baik di setiap masa pajak atau di akhir tahun buku ke kantor pajak terdaftar. Hanya saja, untuk restitusi per masa pajak hanya dapat dilakukan jika PKP memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah melalaui Pasal 9 ayat (4b) UU PPN. Namun, jika tidak memenuhi syarat tersebut, PKP hanya dapat mengajukan permohonan restitusi di akhir tahun buku.
Yang perlu diingat, setiap permohonan restitusi yang diajukan akan ditindaklanjuti oleh kantor pajak dengan proses penelitian atau pemeriksaan, sesuai kriteria PKP yang mengajukan.
Pengajuan permohonan restitusi bisa dilakukan melalui program E-Faktur, dengan memilih kolom ”Dikembalikan (Restitusi)” pada bagian H formulir 1111 induk SPT Masa PPN), seperti contoh berikut. (tabel)
Kompensasi PPN
Sementara itu kompensasi atas kelebihan bayar PPN dapat dilakukan setiap Masa Pajak atau bulan berikutnya. Namun, jika kelebihan bayar terjadi karena pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) PPN, kompensasi dapat dilakukan ke Masa Pajak saat pembetulan SPT Masa PPN, dengan kata lain tidak selalu ke masa pajak berikutnya.
Misalnya:
Dalam SPT Masa PPN Desember 2019 terdapat lebih bayar PPN sebesar Rp100 juta, lalu dilakukan kompensasi ke masa PPN Januari 2020. Jika pada April 2020 PKP melakukan pembetulan SPT PPN Masa Oktober 2019 yang menghasilkan lebih bayar, lebih bayar tersebut dikompensasi ke masa pajak November 2019 atau saat pembetulan SPT yakni April 2020.
Seperti halnya restitusi, cara mengompensasi PPN lebih bayar bisa melalui program E-Faktur, dengan milih kolom ”Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya” pada bagian H formulir 1111 induk SPT Masa PPN, sesuai dengan contoh berikut:
Kompensasi PPN tidak memiliki batasan waktu. Selama terdapat lebih bayar PPN, PKP dapat melakukan kompensasi kelebihan bayar tersebut ke bulan-bulan berikutnya dan boleh lewat tahun selama tidak dimintakan pengembalian atau restitusi.
Namun, hati-hati dalam melakukan restitusi maupun kompensasi lebih bayar. Apabila dalam proses pemeriksaan ditemukan kesalahan atau kekeliruan kompensasi lebih bayar, kantor pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar plus sanksi administrasi.
Adapun besaran sanksi administrasinya, berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, diturunkan dari 100% menjadi 75% dari kurang bayar pajak.
Hal yang Perlu Diperhatikan
Dalam mempertimbangkan opsi restitusi atau kompensasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan PKP. Pertama, jika memilih restitusi, PKP harus menyiapkan dokumen-dokumen pendukung untuk memperkuat bukti bahwa memang terdapat PPN lebih bayar yang dapat diklaim.
Dokumen tersebut bisa saja diminta oleh kantor pajak atau fiskus yang melakukan penelitian atau pemeriksaan.
Sementara jika memilih kompensasi, PKP harus siap dengan konsekuensinya yaitu nilai PPN pada periode berikutnya atau yang menerima kompensasi akan lebih kecil atau menambah nilai lebih bayar pada periode tersebut.
Nilai plus dari kompensasi adalah lebih mudah dibandingkan dengan opsi pertama. Karena PKP cukup melaporkan nilai lebih bayar PPN dan mengisi informasi masa/ periode yang menerima kompensasi tersebut.
Sehingga, bisa dikatakan persiapan yang harus dilakukan PKP jika akan melakukan kompensasi tidak seberat ketika melakukan restitusi.
Meski demikian, bukan berarti PKP yang mengajukan kompensasi tidak perlu menyiapkan dokumen-dokumen seperti restitusi. PKP wajib menyiapkan dokumen-dokumen pendukung sebagai bukti terjadinya lebih bayar.
Selain itu, perlu diingat, pemeriksa atau petugas pajak bisa saja sewaktu-waktu meminta penjelasan dan dokumen melalui Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/ atau Keterangan (SP2DK) yang harus ditanggapi.
Jadi, kesimpulannya baik restitusi maupun kompensasi memiliki risiko yang harus diperhatikan dan harus disertai dokumen pendukung secara lengkap. (ASP/RSC)