Exclusive Interview
Menguak “Operasi Senyap” PPATK Selamatkan Uang Negara

Thursday, 09 May 2019

Menguak “Operasi Senyap” PPATK Selamatkan Uang Negara

Mulai dari praktik korupsi, tindak pidana pencucian uang, penghindaran pajak, hingga terorisme menjadi momok yang menghantui banyak negara, tidak terkecuali Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, modus yang digunakan para oknum kerah putih untuk melarikan dan menyembunyikan uang hasil dari praktik ilegalnya pun semakin beragam. 

Karenanya, keberadaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menjadi begitu penting untuk mendukung kerja lembaga-lembaga penegakan hukum lain di Indonesia, termasuk juga dalam membantu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyelamatkan uang negara. 

Untuk mengetahui bagaimana “operasi senyap” PPATK dalam mengungkap transaksi keuangan yang mencurigakan dan apa saja tantangan yang dihadapinya di tahun politik, MUC Tax Guide berkesempatan menggali langsung dari pucuk pimpinannya. Berikut petikan dialog kami bersama Kepala PPATK Ki Agus Badaruddin di ruang kerjanya belum lama ini: 

Sebelum menjadi Kepala PPATK, Anda mengabdi di Kementerian Keuangan. Bagaimana Anda menyikapi tugas dan fungsi yang berbeda dari tanggung jawab sebelumnya? 

Semua pekerjaan punya karakteristik masing-masing. Tergantung bagaimana kita menyikapi pekerjaan itu. Kalau di Kementerian Keuangan, karena itu kementerian yang relatif tua dan segala sesuatunya sudah established. Kemudian untuk pengambilan keputusan dan segala macamnya lengkap. Saya terakhir Sekretaris Jenderal (di Kementerian Keuangan), itu urusannya lebih kepada urusan internal, kecuali urusan hukum yang banyak bersentuhan juga di luar.

Kalau di sini (di PPATK sebagai) financial intelligence unit atau unit kerja intelijen keuangan. Fungsi utamanya itu adalah mengumpulkan data, menganalisis data, dan kemudian meneruskan hasil analisis pemeriksaan kepada penegak hukum. Di PPATK, sifatnya lebih dinamis dan bersentuhannya dengan problem. Jadi mana yang lebih berat (antara PPATK dengan Kementerian Keuangan), semuanya sama. Artinya, ada yang kita senang, ada yang harus lebih capek. 

Apa amanat Presiden ketika Anda dilantik jadi Kepala PPATK?

Seingat saya itu bapak Presiden memberi arahan, selain mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana terorisme, saya juga ditugaskan untuk turut serta menciptakan sistem keuangan yang lebih berintegritas dan membantu peningkatan penerimaan negara khususnya perpajakan.

Apakah tugas-tugas itu sudah tercapai?

Memang apa yang kami lakukan ini belum optimal. Tetapi salah satu prestasi adalah kami telah berhasil menginisiasi Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2017 (tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan).  Yaitu instruksi presiden kepada Kapolri, Menteri Keuangan, Jaksa Agung, dan BNN agar memanfaatkan secara optimal hasil analisis dan hasil pemeriksaan PPATK. 

Kalau laporan hasil analisis dan pemeriksaan itu tidak bisa ditindaklanjuti karena kurang bukti maka hal itu segera disampaikan kepada PPATK untuk dilihat apakah ada potensi pajak yang nantinya akan disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk ditindaklanjuti.  Maksudnya apabila dari sisi pidana umum sulit dibuktikan, kita akan melihat dari sisi pajaknya.

Bagaimana cara menganalisis sebuah transaksi keuangan dianggap mencurigakan atau tidak?

Menurut UU No 8 Tahun 2010 itu sebuah transaksi dianggap mencurigakan apabila (pertama) di luar profil orang atau lembaga yang bertransaksi. Misalnya, seorang pejabat negara yang memiliki penghasilan tetap dan tidak boleh bekerja di tempat lain, dan melakukan usaha sampingan akan bisa dilihat profil pendapatan dia per bulannya berapa dari waktu ke waktu. Kalau (transaksi) dia di luar profil itu maka dia termasuk ke dalam transaksi mencurigakan.

Kedua, transaksi itu diduga atau uang yang ditransaksikan itu patut diduga hasil kejahatan. Misalnya, kita sudah tahu seseorang diberitakan di TV terlibat korupsi, terus ada transaksi oleh dia atau orang yang berhubungan dengan dia. Hal itu patut diduga transaksi hasil dari korupsi yang sedang ramai dibicarakan. 

Ketiga, kalau ada upaya-upaya memecah transaksi atau menghindari pelaporan. Misalnya bila ada seseorang (ketika akan melakukan transaksi) ditanyakan identitas, tapi kemudian dia menolak dan membatalkan transaksi, nah itu bisa jadi indikasi (transaksi mencurigakan). Nah itu masuk kategori upaya menghindari pelaporan, sehingga sulit ditelisik atau ditelusuri.

Keempat, transaksi yang diminta oleh PPATK. Jadi meskipun sepertinya tidak ada masalah, tetapi kalau PPATK minta bisa dikatakan itu ada indikasi transaksi mencurigakan.

Jadi harus ada koordinasi dengan perbankan?

Betul, karena kami itu mendapatkan laporan dari mereka. Dan sesuai Undang-Undang No 8 Tahun 2010 Perbankan memang diwajibkan memberikan laporan kepada PPATK. Bahkan dijelaskan juga bahwa perbankan atau siapapun yang memberikan laporan itu dibebaskan dari tuntutan, termasuk dikecualikan dari ketentuan mengenai kerahasiaan bank atau kode etik, sepanjang hal itu dilakukan dalam rangka pelaksanaan UU No. 8 Tahun 2010 itu.

Ini sama halnya dengan pajak yang diberikan akses ke perbankan?

Ya, tetapi undang-undangnya beda. Kalau pajak itu dipicu oleh kewajiban International Automatic Exchange of Information (AEoI). 

Apa yang dilakukan PPATK terhadap laporan yang masuk?

Laporan itu akan kita scoring menggunakan beberapa parameter. Ada sekitar 15 parameter, beberapa di antaranya, misalnya, berapa kali dia melakukan hal (transaksi keuangan mencurigakan) tersebut, profilnya siapa. Kalau dia pejabat pemerintah lebih high risk. 

Kalau dinyatakan high maka akan kita dahulukan. Kalau yang lainnya, pertama kita akan masukan dulu ke database kita, kecuali kalau di kemudian hari muncul lagi namanya. Jadi ini masih bisa bergerak dari high bisa menjadi medium, bahkan dari low sekalipun bisa menjadi high.

Apakah PPATK selalu melakukan analisis berdasarkan laporan atau permintaan saja?

PPATK itu bekerja berdasarkan inisiatif sendiri, kalau kawan-kawan ini menyebutnya proaktif. Sama berdasarkan permintaan. Misalnya dipicu oleh berita nasional yang sedang ramai, kita mendengar ada mafia bola. Nah bisa saja berdasarkan berita itu, saya sebagai ketua PPATK bisa memerintahkan analis, coba dalamin ini, apakah memang ada atau bagaimana. Kalau memang ada, kita tanpa diminta kepolisian pun bisa menyampaikan. 

Batasan PPATK sampai mana? Apakah hanya menyampaikan rekomendasi?

PPATK kan menganalisis. Dia memotret sesuatu transaksi keuangan kemudian menganalisis. Hasilnya kita sampaikan ke penegak hukum. Nanti dia yang menindaklanjutinya. Jadi PPATK tidak sampai ikut memeriksa dan sebagainya.

Kalau terkait dengan Beneficial Ownership (BO) itu bagaimana pak? 

Aturan mengenai BO, Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2018 yang diterbitkan pada Maret 2018 masih perlu disosialisasi. PPATK sebagai lembaga inisiator beleid ini dan bekerja sama dengan instansi terkait dan kemudian lahirlah PP ini. 

Aturan BO ini kan belum dipahami oleh banyak pihak. Padahal perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki kepentingan dan harus mengantisipasinya sebab, perusahaan/korporasi wajib melaporkan pengendali yang sebenarnya.

Korporasi itu terdiri dari perseroan terbatas (PT), yayasan, CV, koperasi dan sebagainya. Tetapi sebetulnya PT yang lebih rentan. Banyak yang tidak terbuka siapa BO. Bahkan ada yang BO-nya berada di luar negeri dan itu yang menjadi kendala bagi kita untuk menelusuri siapa BO-nya.  

Salah satu isu yang muncul adalah, perlu ada pendekatan agar korporasi mau terbuka untuk menyampaikan siapa BO-nya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Perpres ini, perusahaan wajib menyampaikan. Kalau tidak, akan dikenakan sanksi sesuai yang ditetapkan oleh lembaga pengawasnya. Tetapi sebetulnya yang menjadi vocal point dari BO ini adalah Kementerian Hukum dan HAM. Karena nanti pelaporan itu akan dikirim ke sana secara online, yang saat ini (sistem) IT-nya sedang dibangun.

Meski demikian, pelaporan sudah bisa dilakukan dari sekarang. Seperti, misalnya, di bidang pertambangan, perusahaan yang ingin mendapatkan Izin Usaha Produksi (IUP) untuk tambang harus menyampaikan lampiran yang berisi siapa BO-nya.

Sebetulnya apa definisi BO, karena kan masing-masing negara memiliki pengertian yang berbeda?

Dalam arti umum, BO merupakan setiap orang yang dapat menunjuk dan memberhentikan direksi, dewan komisaris, menunjuk dan memberhentikan pengurus yayasan atau koperasi, dan mempunyai kemampuan mengendalikan perusahaan. Lalu dia berhak menerima manfaat dari perusahaan dan dia merupakan pemilik dana yang sebenarnya. Seperti halnya saham, kan meskipun disebutkan tercatat (milik seseorang) tetapi belum tentu sebenarnya memang milik dia, karena bisa saja hanya sebagai nominee.

Sementara, kalau definisi khusus yang di-state secara tegas dalam Perpres No. 13 Tahun 2018 itu kan untuk korporasi itu (BO) adalah perseorangan yang memiliki saham lebih dari 25%, memiliki hak suara lebih 25%, dan memiliki keuntungan lebih dari 25%. Kemudian yang memiliki kemampuan mengendalikan perusahaan, memengaruhi jalannya perusahaan.

Bagaimana cara mengungkap BO yang ruang lingkupnya global?

Kalau ruang lingkup internasional kita juga berperan, kita kan ada perkumpulan PPATK dunia. Misalnya PPATK membutuhkan data BO suatu perusahaan di luar negeri maka kita bisa menyampaikannya dalam sistem yang tersambung dengan negara-negara lain. Misalnya kita membutuhkan data perusahaan A, maka anggota lain akan menjawab.

Sejauh ini apakah sudah ada hasil dari Perpres ini, misalnya dalam hal penyelamatan uang negara?

Karena baru, belum terlihat. Tetapi kalau di bidang pertambangan, kita kan sudah ada lembaga yang secara global terkait BO, EITI (Extractive Industries Transparency Initiative). Jadi industri ekstraktif seperti pertambangan, karena di situ rawan sekali dan melibatkan dana besar, dan terkait juga dengan kekayaan alam suatu negara sehingga harus diselamatkan. 

Di Kementerian ESDM, kalau mau mengajukan perpanjangan SIUP harus melampirkan data BO, kalau tidak akan ditolak.

Definisi BO menurut aturan ini adalah orang pribadi/perserorangan, sementara kalau di OECD itu bisa korporasi/badan atau institusi, bagaimana mengenai perbedaan ini?

Oh tidak, kita juga sama. Bukan hanya orang perseorangan saja, tetapi juga meliputi badan hukum juga. Kalau tadi defisini umum yang global, tetapi kalau yang defisini khusus itu menyangkut juga orang dan badan hukum.

Terkait evaluasi PPATK di tahun 2018, evaluasinya seperti apa mengenai penelusuran transaksi keuangan?

Kita kalau tindak lanjut yang dilakukan oleh penegak hukum itu membaik lah, minimal tidak hilang begitu saja. Artinya sudah direspons mereka (penegak hukum). Namun respons mereka mengenai tindak lanjut ini, seperti yang saya bilang, kalau data masuk itu kita harapkan yang ditindaklanjuti itu TPPU-nya bukan tindak pidana asalnya saja. Nah, tindak lanjutnya ini (TPPU) masih rendah sekitar 10%.

Kalau dalam kaitannya dengan menyelamatkan keuangan negara?

Kalau terkait itu, TPPU pun menyelamatkan uang negara juga, misalnya dalam kasus korupsi itu kan orang membayar denda mengembalikan uang kepada negara. Tetapi dalam hal TPPU itu bisa kita gali lebih besar lagi. Misalnya ada kejahatan pabean, kalau ditangkap di pelabuhan, ternyata ada kasus ekspor palsu, itu yang paling sering. 

Nah, kalau hanya dikenakan kejahatan pabean saja, itu hanya terhadap barang yang di kontainer saja. Tetapi kalau menggunakan TPPU kan bisa kita ditelusuri ke belakang. Siapa tahu dia melakukan hal yang sama sebelumnya. 

Selain ekspor palsu, modus-modus lain yang ditemukan PPATK apa saja?

Yang paling lazim adalah korupsi. Hasil korupsi dikirimkan ke iparnya, istri supirnya, atau pakai nominee lainnya untuk menyembunyikan uang tersebut. Pokoknya semua yang didefinisikan menyamarkan aset yang diduga berasal dari tindak pidana masuk kategori pencucian uang.

Kemudian mengenai upaya pemerintah meningkatkan basis perpajakan Indonesia, bagaimana peran PPATK dalam hal ini?

Kami bisa membantu DJP. Misalnya, ketika mau melakukan pemeriksaan bertanya kepada PPATK mengenai jumlah rekening yang dimiliki dan bagaimana transaksinya. Karena kalau meminta ke bank melalui pertukaran informasi hanya akan mendapatkan saldo terakhir. Sementara di PPATK bisa diketahui pergerakan transaksinya.

PPATK bisa tahu, transaksi apa saja yang dilakukan wajib pajak, dan kita bisa memberikan informasi kepada DJP. Kalau ada transaksi yang rutin bisa diketahui mitra bisnisnya, dari informasi itu akan dicek kembali ke pembukuannya dan kemudian dibandingkan dengan SPT. 

Selain itu, PPATK juga melakukan riset terhadap suatu kelompok usaha bagaimana mereka menjalankan bisnisnya dan hasilnya kita sampaikan kepada DJP. Sehingga kita memang membutuhkan trust antara temen-temen DJP dan PPATK. 

Terakhir, tantangan yang dihadapi tahun 2019, apakah tahun politik memengaruhi PPATK dalam menentukan kebijakan?

Kalau saya tidak menganggap tahun politik menjadi beban berat buat kita karena kita tidak melihat seseorang atau korporasi berdasarkan aliran politik. Jadi, siapa pun yang melanggar akan kita tindak lanjuti. Dan yang lebih penting kami menjaga agar berita dan data itu tidak bocor. Sehingga saya jarang sekali ngomong di media. Tetapi saya pikir, saya menjaga bawahan saya. 

Selain itu kami memang tidak boleh menyampaikan data kami ke media, karena itu juga akan menimbulkan musuh sehingga mempersulit analis-analis kami dalam bekerja. Kalau bicara hal-hal yang umum sih saya masih bisa melakukannya. Tetapi kalau case per case tidak bisa. 



Related


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.